Juna menghampiri diriku yang sedang diam seribu bahasa, tangan ku bergetar memegang kertas nilai fisika yang Aku remas tadi, Juna yang melihat itu mengegam tangan ku dengan kelembutan nya, wajah pria itu sangat lembut menatap diri ku.
"Sudah jangan takut Nasa, ada Gua kok,"ucap Juna menenangkan ku.
Aku membalikan badan menatap Juna yang berada di belakang ku, sambil mengegam salah satu tangan yang Aku gunakan untuk mengegam kertas nilai ulangan itu, dengan perasaan terluka Aku memeluk Juna dan menumpahkan ketakutan ku kepada nya.
"Juna, Nasa takut Juna, ga mau. Nasa ga mau masuk ke ruangan itu lagi Juna, kenapa nilai Nasa ga sempurna, Nasa perasaan ga salah Juna,"ucap ku meremas pelukan ku kepada Juna.
Pria itu mengusap kepala ku lembut, huh Dia sangat hafal penderitaan yang Aku rasakan, memang Juna adalah seseorang yang sangat dekat dengan ku, perasaan ini dari kecil sudah tumbuh lebih dari perasaan seorang sahabat.
"Gapapa Nasa, it's okay, inti nya ortu Lu ga bakal tahu kalo Dia ga cek ke guru Lu lagi, kalo sampai mereka cek ke guru langsung, Gua yang jadi taruhan nya, bilang kalo Gua nyontek sama Lu dan nilai Lu jadi dikurangi,"ucap Juna yang malah mempertaruhkan harga diri jya demi ku.
Kenapa pria ini selalu saja sangat bisa membuat ku tenang, Aku hanya mengangguk lemas di pelukan Juna, lalu air mata ku yang sudah kering itu di usap Juna dengan jari nya, pria itu tersenyum sambil merebahkan kepala ku di bahu nya, istirahat siang itu Aku habis kan dengan tangisan yang tak kunjung usai.
Mansion Martin pukul 21.32 WIB
Sret...
Sebuah koper di tarik terdengar jelas di telinga Monalisa, gadis itu yang sedang turun mengambil minuman seketika kaget melihat Mama nya yang pulang semalam ini, dengan kesal Mama Monalisa langsung menarik putri nya itu ke kamar nya.
"Cepat kemasi barang kamu, kita pergi,"ucap Mama Monalisa mengambil baju putri nya itu dan mengisi nya ke dalam koper.
"Ngapain Ma? Kok pergi, Papa mana,"ujar ku menatap Mama yang terlihat raut wajah nya yang sangat kesal.
"Mama bakal cerai sama Papa, ingat Kamu itu kebangaan Mama jadi kamu harus ikut Mama!"teriak Mama di depan ku.
Saat Mama sedang berjalan di meja ku, Dia melihat sebuah kertas hasil ulangan fisika ku tadi, dengan tangan bergetar Aku mundur perlahan menatap raut wajah Mama yang sudah berubah, Aku paham, sangat paham, tatapan itu membunuh ku, menyiksa ku, Aku takut, dengan kasar Mama mengcengkram tangan ku.
"Nasa, jelasin kenapa nilai kamu jelek gini!"teriak Mama kepada ku.
Aku tidak dapat berkata-kata, badan ku bergetar hebat, seperti nya akan di mulai lagi, Mama menguncang badan ku sangat kuat karena Aku hanya diam tanpa menjawab nya.
"Mama tanya kenapa Nilai kamu segini jelek nya Monalisa Martin!!"ucap Mama penuh penekan pada setiap kalimat nama ku.
Dengan kesal Mama menampar pipi ku sangat kuat, meninggalkan bekas kemerahan dan membiru.
Plak..
Tamparan itu tidak membuat ku menangis sama sekali, yang Aku takuti hukuman Papa, Mama masih bisa melakukan kekerasan fisik biasa kepada ku.
"Anak bo*doh! kamu jangan bikin malu Mama Nasa, Kamu itu pewaris generasi ketiga keluarga Martin, tetapi apa-apaan sama niai kamu ini? Jauh banget dari kata sempurna Nasa, apa yang kamu lakuin sekolah, kamu pacaran?!"tatap Mama dengan tajam menunduh ku.
"Tidak Ma, Nasa tidak pacaran Ma,"ucap ku dengan bibir bergetar.
"Lantas kenapa nilai kamu seperti ini, tidak biasa nya Nasa, jangan sampai kamu melakukan hal bo*doh seperti pacaran, karena itu hanya menghambat masa depan!"ucap Mama kepada ku menatap dengan tajam.
"Si*al, apa kau tahu Nasa, anak teman Mama Karin mungkin lebih baik dari pada diri mu, Dia selalu dapat nilai sempurna, Mama yakin jika peringkat umum mu turun, dan Karin mengejar posisi mu, di mana wajah Mama bakal di tarok Nasa!"teriak Mama kembali.
Emosi Mama terus tiada henti nya memerahi ku, Aku tahu Mama banyak pikiran oleh pekerjaan dan masalah Papa, maka dari itu kemarahan Mama kali ini tidak dapat terkontrol dan malah melempari ku dengan gelas kaca yang ada di kamar ku.
Prank...
Gelas itu tepat mengenai dahi ku, lagi-lagi darah menetes di kening putih cantik ku, karena Mama melemparkan itu, dengan berani Aku meminta maaf.
"Ma, maafin Nasa,"gumam ku.
"Maaf kamu bilang? Maaf kamu ga bakal bikin malu Mama hilang Nasa!!"teriak Mama penuh penekanan.
"Kamu lihat Karin, Dia walaupun tidak ikut les, keluarga nya di bawah kita tetapi Dia murid cerdas, dan sementara kau?"ucap Mama menatap ku dengan remeh.
Karin, Karin dan Karin gadis itu selalu membuat ku emosi di rumah maupun di sekolah, Aku tahu Dia tidak bersalah tetapi kenapa Dia selalu yang harus ada di sekiling ku, nama nya tidak pernah lepas dari hidup kelam ku.
"KARIN LAGI, MAMA TERUS AJA BANGGAIN KARIN MA, AKU CUMAN ROBOT DI MATA MAMA, YANG BISA MAMA BENTAK SETIAP SAAT!!"teriak ku melepaskan unek-unek ku.
"Ma tolong, Nasa juga punya perasaan Ma, tolong anggap Nasa anak Mama, jangan giniin Nasa terus Ma, sakit Ma, bunuh aja Nasa, dari pada Mama giniin,"gumam ku menjatuhkan diri ke lantai.
Mama hanya diam menatap ku, kening ku masih meneteskan darah yang kental bewarna merah, kini darah kening itu sudah bercampur bersama dengan air mata kepedihan dan keputus asa, rasa sakit yang Aku pendam kian menumpuk. Mama melayangkan tangan nya tanpa Aku sadari
Plak...
"Sudah bisa kamu yah Nasa ngelawan, siapa yang ajarin kamu bicara ga sopan sama Mama, pasti Juna kan, benar itu anak bawa pengaruh buruk!"bentak Mama menatap ku.
Krek..
Pintu kamar ku terbuka, terlihat Papa yang juga baru pulang, seketika nyali ku langsung hilang, perut ku terasa sangat mual hebat ketika itu Mama malah menceritakan Apa yang terjadi kepada Papa, dengan kasar Papa menarik tangan ku menuju ruang bawah tanah mansion Martin.
Bruk...
Tubuh ku di dorong kuat oleh Papa ke dalam ruangan bewarna putih, dengan satu lampu mengantung, tanpa ada apa-apa itu, hanya ruangan polos, mungkin orang biasa tidak akan merasakan apa-apa, tetapi beda dengan ku yang memiliki phobia hebat ketika pernah di culik sewaktu kecil dan ruangan seperti ini membuat ku teringat dengan penyiksaan itu, air mata ku turun ketika Papa mengunci ruangan itu.
"Masuk, dan renungkan kesalahan mu Nasa!"teriak Papa dari luar dengan mata elang nya.
"Papa, Papa, tolong Nasa Papa"
"Akhhhh"
"Ampun, jangan lakukan itu, Papa"
"Maafin Nasa Papa, Maafin Nasa"
"Keluarin Nasa di sini Pa,"
"Tolong Nasa, tolong!!"
Teriak ku hiateris seperti orang kesetanan, siapa saja mungkin bisa mengagap ku gila, phobia itu menganggu kuat psikolog ku, perut ku terasa sangat mual, kepala ku pusing ketika berada di dalam ruangan hampa bewarna putih itu sangat menyiksa dari pada tamparan Mama. Aku pun tak sadarkan diri dan akhir nya pingsan.
......................
...Jika boleh memilih Aku pun tidak ingin hidup menelangsa seperti ini....
...-Monalisa-...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Arunika
up lg dong thor
2022-01-16
0