Bagian-03 {Berharap menyusul?!}

***************

Happy reading.

*****************

🥀Kau selalu menguji sabarku. Padahal kau bukanlah Tuhan. Ujianmu terkadang membuatku jatuh dan berdarah. Tetapi — jika aku menyerah, apa kau akan merasa bahagia?!🥀

Verlaat Me Niet.

(Jangan tinggalkan aku)

•••

“Ini bayaranmu.”

Wanita bergaun merah itu mendecih sembari mengambil cepat sodoran amplop coklat berisi uang di atas meja yang baru saja ditaruh oleh Alveno.

“Terima kasih. Istrimu cantik dan terlihat baik.” timpal wanita itu mulai menghitung nominal uang di dalam sana.

Veno masih memasang wajah tak bersahabat dengan kening bergelombang. Ia tengah berusaha mengenyahkan bayang sendu Aisyah yang tanpak terlihat baik-baik saja, malam tadi. “Jangan tertipu oleh wajah.” datar Veno acuh membalas perkataan wanita di depannya saat ini.

Dona terkekeh sarkas. Jika bukan karena membutuhkan uang untuk pengobatan ayahnya yang tengah terbaring kritis di rumah sakit, Dona tak ingin menjadi penipu. Apalagi menipu seseorang seperti Aisyah. Sekali lihat saja Dona yakin jika Aisyah adalah wanita baik. Ia tak percaya lelaki di depannya ini rela membayar mahal hanya untuk menyakiti istrinya sendiri.

Gila.

“Ya kau benar. Pesanku hanya satu, Tuan Alveno yang terhormat. Jangan terlalu keterlaluan menyakiti seseorang. Apalagi istrimu sendiri. Karena marahnya orang sabar sangat menakutkan.”

Tertawa sinis, Veno memandang Dona tajam. “Jangan mengaturku, Dona! Kau ku bayar untuk menjadi j*lang dan bersikaplah seperti mereka saja!” geram Veno dengan gigi beradu rapat.

Dona tak sakit hati sama sekali. Ia hanya menganggap ucapan dari Alveno sebagai angin lalu dengan mengangkat kedua bahu acuh. “Ya ya, aku mengerti. Terima kasih untuk bayaranmu hari ini, aku pergi dulu.” pamitnya meninggalkan Veno sendirian.

Selepas kepergian Dona. Veno langsung memasuki kamar mandi. Ia ingin segera berendam untuk mendinginkan kepala serta dadanya yang terasa sesak dan panas.

Jika dipikir-pikir lagi awal mula munculnya ide brilian Veno berawal dari Aisyah sendiri. Waktu itu malam pengantin mereka. Dan Veno tak sengaja meminum minuman yang telah di campur obat perangsang oleh seseorang. Veno tak tahu itu siapa. Yang jelas seseorang itu mengenakan baju pelayan.

Rasa panas yang membakar tubuhnya membuat Alveno tercekik. Ia kelimpungan sendiri dan butuh pelampiasan sesegera mungkin. Bersyukur setelah itu Aisyah masuk ke kamar pengantin mereka.

Wanita itu hendak mengganti pakaian. Saat itu tanpa pikir panjang Alveno langsung menerjang Aisyah. Ia memojokkan tubuh gadis itu ke dinding. Mencium secara kasar sebelum menjatuhkan tubuh mereka ke atas ranjang. Ciuman brutal Veno serta rontaan Aisyah dibawah kungkungannya membuat suasana semakin panas. Belum lagi suara desahan putus putus yang Aisyah keluarkan membuat Alveno kembali mengingat saat pertama kali ia bercinta dengan Marsya.

Begitu panas dan bergairah.

Saat tiba di penyatuan tubuh mereka, Alveno begitu terkejut mengetahui jika ia bukanlah yang pertama. Entah mengapa saat itu ia merasa marah dan semakin membenci Aisyah yang tak seperti Marsya-nya.

Dan seketika ide itu muncul — membawa j*lang ke rumah mereka hanya sekedar untuk membuat Aisyah marah atau sakit hati. Ia ingin wanita itu juga merasakan sakit hatinya malam itu.

📲 Drrtt.. Drttt..

Veno menoleh ke arah ponsel di sampingnya. Ia menatap ID penelpon sebelum menggeser tombol hijau di layar. Lelaki itu sedikit menegakkan duduknya, menarik nafas panjang sebelum menyapa seseorang di seberang sana dengan nada riang tanpa beban.

“Selamat Pagi, Bun?!”

Suara di seberang sana terdengar ribut sebelum suara lembut wanita paruh baya menyapa indra pendengarannya. Sepertinya wanita itu sedikit menjauhi keramaian.

📞“Eoh nak. Apa kau bisa mendengarku?” ucap suara itu membuat Veno reflek menganggukkan kepala. Padahal si penelpon tak dapat melihat refleknya barusan.

“Ya, Bun. Aku bisa mendengarmu.”

Helaan lega Alveno dengar diseberang sana, 📞“Apa Aisyah-ku berada di sekitarmu?! Aku tak bisa menghubungi ponselnya sedari tadi. Itu membuatku tak nyaman.”

Jika Alveno selalu menunjukkan ketidak sukaannya terhadap Aisyah dimanapun ia berada, tetapi tidak dengan ke dua orang tua gadis itu. Karna kedua orang tua Aisyah juga adalah orang tua Marsya — wanita yang masih di cintai sampai detik ini.

“Aisyah sedang tidak bersamaku, Bun. Dia sudah pergi duluan sejak pukul 07.00 tadi.” jawab Veno lugas.

Padahal sebenarnya ia juga tak tahu jam berapa wanita itu pergi. Namun biasanya ketika Alveno membawa wanita lain pulang Aisyah sudah tidak akan terlihat pagi harinya.

Menghela nafas berat, Senna — ibu Aisyah menggigit bibir bawahnya pelan. Perasaannya sungguh tak enak sejak semalam. Ia ingin segera menghubungi sang Putri namun terhalang karena takut mengganggu tidur Putri kecilnya itu.

📞“Baiklah, aku mengerti. Jika Aisyah pulang nanti tolong katakan jika aku menelpon.”

“Tentu Bun. Aku akan langsung mengatakannya jika Aisyah pulang nanti.” sahut Alveno sekenanya.

Telpon terputus. Veno pun langsung membuang ponselnya ke sembarang arah. Ia membasuh wajah tampannya dengan air bersih lalu berteriak keras setelahnya. “Mengapa bukan j*lang itu saja yang pergi menggantikanmu, Sya?!” aku akan sangat bahagia jika itu terjadi. Sambung Veno dalam hati.

•••

Aisyah berlari tergesa-gesa menuju apartemennya dengan Veno yang berada di lantai teratas. Ia ingin menaiki lift seandainya tak ada kertas bertuliskan kata ‘rusak’ di depannya.

Tadinya Aisyah sedang berada di cafe miliknya ketika Alveno menelpon dan menyuruhnya untuk pulang sesegera mungkin. Pria itu juga mengatakan jika ada satu hal penting yang ingin di bahasnya bersama Aisyah.

Senyum Aisyah terkembang lebar. Ia merapikan tatanan rambutnya yang berantakan sembari tetap mengatur nafasnya yang masih putus-putus. Dadanya terasa sesak. Namun Aisyah tetap memasang senyum lebar ketika melihat Alveno yang telah menunggunya di depan pintu.

Lelaki itu menarik sudut bibir membentuk senyum sinis. Ia memperhatikan penampilan Aisyah dari atas ke bawah dan tertawa puas setelahnya dalam hati. Wanita itu tanpak sangat berantakan dan Veno tahu apa penyebabnya. Apalagi jika bukan dirinya lah dalang dari nasib sial Aisyah barusan.

Alveno sengaja menyuruh bawahannya untuk menempelkan kertas putih itu sebelum Aisyah datang.

“Kau terlambat 3 menit 10 detik.” sambar Veno datar.

Ia membuka pintu untuk masuk lebih dulu meninggalkan Aisyah di luar. Wanita itu melirik arloji yang melingkar manis di pergelangan tangannya sekilas dan langsung merutuki keterlambatannya, setelahnya.

Bodohnya kau, Aisyah!

“Siapkan kopermu. Kita berangkat ke Pekanbaru segera.” ucap Veno tiba-tiba tanpa melihat kearah Aisyah.

Eh?!

Aisyah mengerjapkan matanya berulang kali. Ia pun menatap punggung Veno dengan dahi bergelombang serta gemuruh lembut di dadanya. Apa mungkin Pria itu mulai menerima hadirnya?!

“Ke-”

“Besok adalah peringatan kematian istriku. Salahmu kenapa ponselmu tak bisa di hubungi oleh, Bunda.” potong Veno sinis. Ia sengaja menekan kata istri untuk melukai wanita di depannya ini.

Ah. Apa yang kau pikirkan, Icha. Mana mungkin mas Veno bisa menerimamu**. Sendu Aisyah tersenyum miris.

Ia menekan kuat perasaannya yang berteriak sakit dan tersenyum tipis sebelum mengucapkan maaf dengan badan yang sedikit membungkuk.

Melihat itu Veno pun membuang wajah ke sembarang arah. Ia tak ingin melihat bayang Marsya di wajah Aisyah. Bagaimanapun juga Aisyah tak begitu pantas menjadi kembaran dari istrinya itu.

“Berkemaslah sekarang! Kau terlalu banyak bicara dan membuang waktuku.” ketus Veno lagi meninggalkan Aisyah sendirian.

Selepas ke pergian Veno, Aisyah masih terdiam di tempat dengan tangan terangkat untuk memukul dadanya. Lutut wanita cantik itu melemah dan ia pun luruh ke lantai. “Kau selalu menguji sabarku, mas. Padahal kau bukanlah Tuhan. Ujianmu terkadang membuatku jatuh dan berdarah. Tetapi — jika aku menyerah, apakah kau akan bahagia?!” lirih Aisyah pelan.

Tanpa di sadari, ternyata Alveno tak pergi jauh. Lelaki itu masih berdiri di sebalik dinding. Dan ia pun dapat mendengar suara lirihan Aisyah barusan dengan jelas. Tangan Veno terangkat tinggi, memegang dadanya dan meremas kuat kaos berwarna abu-abu yang di pakainya.

“Apa aku akan bahagia?!” beo Alveno dengan mata tertutup.

•••

“Bunda!”

Panggil Aisyah berlari kearah Senna. Ia langsung saja menghambur ke pelukan sang Ibu dan bersembunyi di antara ceruk leher wanita yang tak lagi muda itu. “Aku merindukanmu.” lirih Aisyah membuat Senna terkekeh.

Membelai rambut panjang sang Putri, sayang, Senna berucap. “Bunda juga merindukanmu anak nakal. Kenapa ponselmu tak bisa di hubungi seharian!? Membuat Bunda cemas saja.” celoteh Senna menjawil hidung bangir Aisyah gemas.

Gantian Aisyah yang terkekeh, ia melepas pelukannya untuk menatap wajah sang Bunda, wanita hebat yang telah melahirkannya ke dunia. “Maafkan aku ya Bun. Aku sibuk dengan pekerjaan sehingga melupakan ponselku sendiri.” cengir Aisyah.

Senna mendengus dengan bola mata memutar. Saat itulah ia baru menyadari kehadiran Alveno di belakang sang Putri. Lelaki itu menenteng dua koper di tangan kiri dan kanannya. Dapat di pastikan jika salah satunya adalah milik Aisyah — anaknya.

“Oh. Menantuku yang tampan!” seru Senna memeluk Veno erat.

Pria itu balas memeluk Senna dengan senyum hangat sehingga kedua matanya yang terbiasa melotot tajam itu melengkung indah. “Bagaimana keadaan, Bunda?” tanya Al setelah pelukan teletubbies mereka terlepas.

“Kabar Bunda selalu baik sayang.” ucap Senna dengan senyum khas ke ibu-annya. “Oya, ayo masuk. Kalian harus segera istirahat. Perjalanan jauh pasti membuat lelah. Bunda telah menyiapkan makanan lezat untuk kita.” lanjut Senna menggiring Al dan juga Aisyah ke dalam rumah. Sebelumnya wanita tua itu berteriak keras memanggil Pak Ujang — salah satu pengurus rumah untuk mengangkatkan koper mereka.

“Di mana Ayah, Bun? Aku tak melihatnya.” tanya Aisyah dengan pandang mengedar.

Senna tersenyum tipis. Ia hanya mengusap naik turun punggung sang Putri sebagai jawaban. Dan bungkamnya Senna membuat Alveno tersenyum sinis.

Kau tak di terima. Batin Pria itu.

.

.

.

Aisyah memilih kaos berlengan pendek berwarna abu-abu di padukan celana katun berwarna coklat untuk pakaian rumahnya. Rambut panjangnya yang basah di biarkan tergerai indah. Sementara bibirnya yang pucat di sapukan liptint berwarna cerah.

Aisyah harus puas dengan penampilannya yang sekarang. Akhir-akhir ini tubuhnya terasa begitu lelah. Bahkan tak jarang di cuaca panas terik ia merasa menggigil kedinginan.

Mata caramel Aisyah tak sengaja melihat bingkai foto di atas meja rias. Ia tersenyum cerah dan membelai lembut pigura kayu tersebut. “Selamat ulang tahun mbak Acha.” senyum Aisyah dengan mata berkaca-kaca.

Sekarang adalah hari peringatan kematian sang kakak, yang bertepatan pula dengan hari kelahiran mereka.

“Aku merindukanmu. Rindu hari bahagia saat kita meniup lilin bersama dan membuka hadiah bersama.” setetes air mata jatuh di pipi mulus Aisyah.

Ia menarik nafas sejenak sembari tetap membelai foto Marsya dan dirinya yang tengah tersenyum bahagia ke arah kamera. “Kau ingat?! Hadiahmu selalu saja lebih banyak dariku, tetapi kau selalu rata membagi itu, membuatku merasa tak enak karnanya. Padahal aku tak pernah meminta. Tapi kau selalu memberi apapun yang ku inginkan. Kau adalah kakak terbaik sedunia.”

Menarik nafas panjang sekali lagi, wajah cantik Aisyah telah basah oleh air mata, “Seperti mas Veno. Aku benar-benar tak menginginkannya mbak. Tapi kau memberikannya padaku. Padahal aku hanya mengatakan jika ia adalah lelaki baik. Selalu begitu. Apa kau begitu menyayangiku?! Tidakkah kau tahu jika aku juga menyayangimu?! Seharusnya biar aku saja yang mati menggantikanmu, mbak. Dengan begitu Ayah dan Mas Veno tak akan membenciku. Bunda juga tak akan bersedih dan tak ada lagi yang terluka.”

“Di kehidupan selanjutnya, aku ingin menjadi adikmu sekali lagi. Ah - biarkan aku yang menjadi kakaknya kali ini agar aku bisa menjagamu seperti kau menjagaku, mbak.” Aisyah tersenyum tipis, “mbak — maafkan aku. Sepertinya aku tak bisa menjaga mas Veno lebih lama. Aku mencin—”

Brakkk!!!

Aisyah terlonjak kaget ketika pintu di belakangnya terhempas kuat. Bahkan pigura kayu di tangannya sampai terjatuh hingga menubruk lantai.

“M-mas.” cicit Aisyah takut.

Pasalnya tatapan tajam membunuh yang Veno berikan terlihat begitu menakutkan, membuat Aisyah tertunduk dengan tangan saling bertaut.

Pria itu tanpak marah dengan urat urat leher menegang. Tangan lelaki itu juga terkepal di samping tubuh. “Dasar j*lang!” hardiknya ketika sampai di depan Aisyah.

Ia mencengkeram kuat lengan atas Aisyah dengan sebelah tangan, sementara tangan yang satunya berada di antara helai rambut panjang milik Aisyah— menariknya kuat agar gadis itu dapat melihat kilatan marah di matanya.

“Kau memang benar-benar j*lang berhati dingin.” geram Alveno.

Aisyah menggeleng. “Bukan seperti itu. Kau salah pa —”

“DIAM!” bentak Al membuat Aisyah bungkam. Ia hanya bisa menangis karna sakit di lengan serta kepalanya. “Kenapa kau begitu tega memisahkanku dengan orang yang ku cinta, Aisyah?!” lirih Veno sendu.

Aisyah kembali menggeleng. Ia tak pernah meminta Veno kepada Marsya sebelumnya. Lelaki itu pasti salah paham. Pikir Aisyah.

“Mas. Aku tidak —”

“DIAM J*LANG!!! Sampai mati pun aku tak akan pernah mau mendengar penjelasan dari mulut busukmu itu! Pergilah ke neraka!” sinis Veno datar.

Ia sempat mendorong Aisyah kuat hingga wanita itu terjatuh dan menabrak kursi.

“Jangan pernah mengatakan kau mencintaiku. Karna sampai kapan pun Cinta itu bukan untukmu.” datar Veno tanpa rasa kasihan dan berlalu meninggalkan Aisyah yang masih menangis tersedu-sedu.

“Kau salah paham, mas. Aku memang mengagumimu. Tetapi, tak cukup gila untuk memintamu kepada mbak Acha.” lirih Aisyah pelan.

Kepalanya mendadak terasa berputar dan semua gelap. Sebelum mata Aisyah tertutup sempurna, ia tersenyum manis. “Ku harap bisa menemuimu segera mbak.”

Bersambung....

Terpopuler

Comments

Nora Moni

Nora Moni

Aisyah kok betah siiih

2020-09-17

1

🇵🇸Kᵝ⃟ᴸ

🇵🇸Kᵝ⃟ᴸ

nyesek

2020-09-08

1

Lina yuu

Lina yuu

nyesek deh 😭😭

2020-09-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!