***************
Happy reading.
****************
•
•
•
🥀Hatiku telah mati. Ikut terkubur dengan raganya di dalam sana. Jadi aku tak lagi menggunakan hatiku untuk jatuh cinta.🥀
Verlaat Me Niet.
(Jangan tinggalkan aku)
•
•
•
Sebelumnya.
“Maaf jika aku belum bisa menjadi seperti mbak Acha.” tambah Aisyah lagi.
Imae mendengus. Ia membuang pandang keluar jendela. “Apa perlu aku mencarikan Putraku pengganti yang lain!?” cetus Imae pelan namun tetap dapat di dengar oleh Aisyah.
.
.
.
Suasana canggung setelah itu. Imae yang terdiam dengan pemikirannya dan Aisyah yang menyalahkan diri sendiri sembari meremas kedua tangannya yang berada di atas paha.
“Maaf Aisyah. Aku tak bermaksud membuatmu sakit hati. Kau tahu bukan jika Alveno adalah anakku satu-satunya?!” tanya Imae tiba-tiba membuat Aisyah mengangguk, “Aku hanya ingin cucu untuk meneruskan perusahaan ini dan menjadi egois. Aku tahu kau wanita yang baik. Tapi— ah, sudahlah.” desah Imae terlihat frustasi.
Bukannya ia membenci Aisyah sebagai menantu. Justru ia merasa prihatin pada wanita itu. Aisyah telah banyak mengorbankan perasaannya karena Alveno. Hanya saja Imae tak pernah bisa menyampaikan ketulusannya dengan baik.
Imae sama sekali tak menyalahkan Aisyah atas kecelakaan yang menewaskan Marsya. Baginya itu adalah takdir yang sudah di atur oleh Tuhan dan tak dapat di hindari.
“Aku mengerti Bun. Aku pun akan berusaha lebih keras agar bi —”
“Sebaiknya memang itu yang kau lakukan Aisyah. Karna aku tak main-main dengan ucapanku tadi.” potong Imae cepat. Ia merasa menjadi pemeran antagonis disini. Padahal sebenarnya ia hanya tak ingin melihat wanita baik di depannya ini menderita lebih lama karna anaknya — Alveno.
“Iya, Bun.”
•
•
•
Aisyah terbangun karna suara ribut dari luar. Ia merapikan rambut serta pakaiannya yang sedikit tersingkap sebelum berjalan pelan menuju pintu kamar.
“Arghtt” erang Aisyah memegangi kepalanya yang masih saja terasa nyeri sejak siang tadi. Padahal ia telah mencoba untuk tertidur dengan menelan pil sebanyak lima butir.
Ia mengalami insomnia parah sejak dua tahun yang lalu dan mulai mengonsumsi pil tidur dalam dosis besar.
Menuruni tangga dengan hati-hati, Aisyah memegang pegangan tangga erat ketika telah sampai di pertengahan. Jantungnya berdetak nyeri saat melihat siluet Veno yang membelakanginya. Lelaki itu tak sendiri, di sebelahnya berdiri seorang wanita dengan gaun merah ketat nan mini. Tengah bergelayut manja di lengan suaminya tersebut.
Menarik nafas panjang dan menghembuskannya secara perlahan, “Mas sudah pulang?!” senyum Aisyah membuat kedua orang itu menoleh.
Pandangnya juga Veno bertemu untuk beberapa saat namun segera terputus ketika suara manja wanita bergaun merah itu terdengar sedikit menjijikkan di telinga Aisyah.
Ia jadi ingin mengumpat.
“Cepat honey. Aku sudah terlalu basah hanya untuk menunggu sebentar lagi.” rengek wanita itu.
Aisyah bukan remaja berumur belasan tahun yang belum mengerti kemana arah pembicaraan suaminya dan wanita itu. Ia terlalu mengerti karna sudah terlalu biasa.
Sejak hari pertama pernikahan mereka, Veno memang sudah sering membawa perempuan lain pulang untuk bermain. Tak pernah sama setiap harinya. Aisyah tak lagi menghitung sudah seberapa banyak wanita yang datang untuk bermain dengan Veno. Bahkan lelaki itu dengan sengaja memakai kamar mereka untuk melakukannya.
Awalnya ia merasa sakit. Terus menangis dan berteriak jika Veno tak punya hati. Bagaimana bisa Veno memperlakukan dirinya dan sang kakak seperti demikian?! Mereka baru saja menikah dan itu tak lama sejak kematian Marsya. Tetapi Veno malah bermain dengan para j*lang.
Namun perkataan Veno hari itu membuatnya terdiam dan sadar.
“Apa masalahnya untukmu!? Apa kau merasa terhina karna aku membawa j*lang lain pulang?!” sinis Alveno.
Mata Aisyah memanas. Ia baru saja ingin berteriak kembali ketika melihat sudut bibir Veno terangkat sebelah, “Jangan sok suci Aisyah! Kau saja sudah tak perawan ketika kita melakukannya. Jadi kenapa kau begitu mempermasalahkan aku sekarang ini?!” cibir Alveno, “Sadarlah dimana posisimu. Kau bukan lah Marsya yang aku cintai.”
“Let's play dear. Biarkan aku membuatmu mendesah kuat malam ini.” ucap Veno mengusap lambat punggung wanita itu dan mengerling jenaka.
Sesuatu hal yang paling ingin Aisyah dapatkan dari lelaki itu dan di dapatkan dengan mudah oleh j*lang disamping Alveno.
“Aku benar-benar ingin menjadi j*lang saat ini, mas. Setidaknya kau akan tersenyum dan melihatku.” batin Aisyah semakin menguatkan pegangannya pada tangga.
“Minggir! Jangan mengganggu kami.” datar Veno sinis ketika melewati Aisyah.
Wanita itu tersenyum tipis seolah baik-baik saja. Meski sudah terbiasa, rasanya tetap saja sakit. Kapan kau berhenti menyakitiku, mas?! Batin Aisyah lagi, dalam hati.
Wanita disamping Veno itu menatap Aisyah sekilas dengan pandangan yang sulit diartikan. Pandangan yang begitu sendu namun juga terasa angkuh. Entahlah, kepala Aisyah semakin terasa sakit saja sekarang.
Jika sudah seperti ini, Aisyah hanya bisa menunggu kegiatan Veno selesai sembari melakukan pekerjaan rumah karna tak lagi bisa tertidur. Terkadang jika matanya terlalu lelah untuk menunggu, Aisyah akan tertidur di atas meja makan sembari menangis tersedu-sedu sehingga ketika ia terbangun matanya akan membengkak sembab.
Meski begitu Veno tak pernah bermurah hati untuk sekedar bertanya ‘apa kau baik-baik saja?’ padanya. Dan Aisyah pun tak lagi berharap banyak. Baginya bisa berada disisi Veno sekarang meskipun tak pernah di anggap Aisyah sudah merasa senang dan cukup.
•••
“Wajah mu pucat, Syah.”
Aisyah memasang senyum lebar ketika melihat Bertha memasuki ruangannya. “Mbak Etha!” sapanya girang lalu berdiri untuk memeluk Bertha.
Bertha terkekeh pelan dengan tangan terangkat untuk mengusap rambut panjang Aisyah. “Eoh. Merindukanku?!” goda Bertha yang langsung di angguki oleh Aisyah.
Aisyah memajukan bibirnya dengan kepala mengadah ke atas untuk melihat wajah cantik Bertha —sahabat Marsya, tanpa melepas tangannya di pinggang wanita itu. “Kau pergi begitu lama.” cibir Aisyah, “itu bulan madu atau apa?!” tambah Aisyah lagi.
Bertha kembali terkekeh. Kembaran sahabatnya ini begitu mirip dengan Marsya sehingga dirinya juga menganggap Aisyah sebagai adiknya sejak dulu. Ia baru saja pulang dari honeymoon panjang setelah menikah dengan pengacara sukses satu bulan yang lalu dan langsung mengunjungi Aisyah.
“Maafkan aku. Btw, aku membawakan oleh-oleh untukmu.” ujar Bertha mengangkat tinggi paper bag di tangannya.
Tangan mulus Aisyah terangkat menerima. “Makasih. Tetapi mbak tak perlu repot-repot sebenarnya.” ungkapnya menggiring Bertha untuk duduk.
Bertha memasang wajah terluka yang di buat-buat, “Aku sakit hati mendengarnya.”
Di balas dengusan serta kekehan kecil dari Aisyah. Ia bergegas menuju pantri untuk membuatkan minuman kesukaan wanita itu.
“Kau belum menjawab pertanyaanku tadi Syah.” sela Bertha di tengah kegiatan Aisyah menuang minuman racikannya ke dalam dua cangkir keramik. “Wajahmu pucat. Apa kau sakit?” lanjut Bertha yang sekarang mengikuti gerakan Aisyah yang tengah berjalan anggun ke arahnya.
Aisyah terkekeh sembari menggeleng pelan. “Tidak. Aku hanya kurang tidur dan merasa lelah. Itu saja, mbak.” jawab Aisyah sembari meletakkan secara perlahan cangkir berisi green tea latte ke atas meja dan mengambil duduk berseberangan dengan Bertha.
Bertha menyipitkan mata, memandang Aisyah tak percaya. “Kau yakin?! Bukan karna ulah Alveno si brengsek itu ‘kan?!”
Aisyah kembali terkekeh dan menggeleng. “Mbak Etha masih saja memanggil mas Veno begitu.” memainkan bibir cangkirnya pelan, “Mas Veno tak terlalu bersikap buruk padaku akhir-akhir ini.” ingat Aisyah mengenang satu bulan yang lalu sebelum keberangkatan Bertha ke maldives.
“Itu sudah menjadi nama tengah untuknya, Syah.” ketus Bertha berapi-api. Ia bahkan hampir mengosongkan cangkirnya jika tak merasakan lidahnya yang terbakar.
Aisyah terkekeh kecil melihat tingkah Bertha yang tengah mengipasi lidahnya sendiri. Ia jadi merindukan Marsya sekarang.
“Arght! Aku selalu saja sial kalau menyebut nama si berengsek itu. Lihat saja jika ia masih menyakitimu. Aku akan langsung menyeretnya ke neraka!” kesal Bertha.
“Bagaimana jika nanti aku malah memilih mengikutinya ke neraka, mbak?!” sendu Aisyah memaksa untuk tetap tersenyum.
•
•
•
****Bersambung****....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
Yatima Mauluddin
cinta membuat Aisyah jadi bodoh
2022-08-21
0
ranimna
perasaannya terbuat dari apa aisyah...
2020-10-22
2
🇵🇸Kᵝ⃟ᴸ
knp g cerai aja,
2020-09-08
1