Bagian-01 {Pengganti yang lain?}

*************

Happy reading.

****************

...

🥀Berikanlah hatimu kepada orang yang benar-benar menginginkannya. Karena bukan hanya ada kamu untuk jatuh cinta.🥀

•••

Sebelumnya.

Veno menyipitkan mata, lalu mendengus keras setelahnya. "Siapa yang akan percaya pada j*lang berhati dingin sepertimu?!" ejek Veno mulai memunggungi Aisyah kembali.

Aisyah tahu jika ini adalah resiko yang harus di terimanya dari pilihan dua tahun yang lalu. Menikahi Alveno untuk menggantikan posisi Marsya sebagai istri pengganti untuk lelaki itu.

Ia merasa sangat bersalah karena harus menjadi penyebab kematian Marsya. Maka dari itu ketika kedua orang tua Veno datang dengan wajah putus asa karna Pria itu yang begitu terpukul atas kematian kakak tercintanya tersebut dan menyuruhnya untuk menggantikan posisi Marsya, Aisyah bersedia dengan lapang dada.

Orang tua Veno berpikir tak masalah menikahkan mereka karena wajahnya dan Marsya yang begitu mirip tanpa ada perbedaan sedikitpun. Tanpa tahu jika itu semakin membuat Veno membenci Aisyah.

Menghela nafas panjang, Aisyah menatap lemah punggung suaminya itu. "Kapan aku berhenti menatap punggungmu, mas?!" batin Aisyah sembari merebahkan badan kembali. Menumpukan kedua tangan di depan dada sembari terus menatap lekat punggung lebar Veno yang perlahan mulai bergerak teratur.

"Selamat tidur, mas Veno." cicit Aisyah seringan angin.

Mata tertutup milik Veno terbuka penuh. Ia mendengar suara pelan Aisyah barusan. Namun lelaki bernama lengkap Alveno Adrianus Adhi itu tetap tak menoleh sedikit pun. Menggigit bibir bawahnya sendiri, Veno mulai menutup mata untuk kembali tertidur. Ia ingin segera terlelap agar dapat bertemu dengan Marsya.

Sebenarnya selama ini Veno merasa sedikit bersalah pada Marsya karena telah bersikap kurang ajar pada Aisyah. Adik tersayang istrinya tersebut. Tetapi bagaimana pun rasa bersalah itu datang selalu akan kalah dengan kilasan rintihan kematian Marsya.

Veno ingat betul hari itu. Hari dimana Marsya meninggalkannya untuk selamanya. Waktu itu hujan lebat mengguyur kota Jakarta sedari pagi. Marsya yang sejak sebelumnya telah antusias akan kedatangan Aisyah dari Pekanbaru itu mulai memacu mobilnya dengan cepat menuju bandara. Ia tidak ingin membuat kunjungan pertama sang adik berkesan buruk.

Ramalan cuaca yang mengatakan akan ada badai di abaikannya. Pun perkataan Veno yang menyuruhnya untuk tetap tinggal di rumah dan biarkan supir mereka saja yang menjemput Aisyah. Itu karna sang adik yang tak terbiasa dengan orang baru.

Marsya khawatir jika adiknya akan merasa tak nyaman. Maka dari itu dirinya menjemput Aisyah sendiri ke bandara. Namun di tengah perjalanan menuju bandara, Marsya justru mengalami kecelakaan beruntun karna sebuah bus yang terbalik. Jalanan yang licin serta kecepatan tinggi membuat Marsya kehilangan kontrol. Sempat di larikan ke rumah sakit terdekat, namun nyawa wanita yang belum di karunia anak itu sudah tak lagi tertolong. Wanita itu meninggal ketika Veno baru saja sampai di rumah sakit.

Dan sejak hari Marsya menghembuskan nafas terakhir, Alveno bertekad untuk membenci seseorang yang istrinya sayangi tersebut.

"Maafkan aku, Sya. Aku tak mempunyai alasan untuk tidak membencinya. Dia alasan kepergianmu. Dan aku membencinya karena telah menjadi alasan untuk perpisahan kita."

•••

Pagi datang dengan cepat. Aisyah sengaja bangun lebih pagi untuk memasakkan Veno bubur agar ketika nanti suaminya itu terbangun, Aisyah sudah meninggalkan rumah untuk bekerja. Ia tak ingin membuat mood Veno memburuk ketika melihatnya.

Kaki berbalut heels setinggi 8 cm itu melangkah anggun memasuki gedung yang di atasnya tertulis 'SLcake' - Sebuah cafe modern yang menjual beraneka ragam pastry milik Aisyah. Termasuk ke dalam salah satu cafe terkenal, Aisyah merasa begitu bersyukur. Ia tak menyangka bahwa hobinya membuat cake sewaktu di Pekanbaru dulu menjadi bisnis kecil hingga sebesar sekarang.

"Selamat pagi boss!"

Sudut bibir Aisyah tertarik tinggi ketika melihat Dennis -pastry chef- cafenya, berdiri tegak dengan senyum tipis menghiasi wajah tampannya. "Eoh, mas datang pagi?" tanya Aisyah yang di balas anggukan singkat oleh Dennis.

Lelaki manis yang lebih tua dua tahun darinya itu memindai penampilan Aisyah dengan senyum menggoda. "Seperti biasa, Aisyah sangat menawan." kerling Dennis tidak membuat Aisyah blingsatan.

Dia telah kebal dengan segala macam godaan Dennis setiap hari. Tersenyum tipis, tangan putih Aisyah terangkat santai hendak mendorong pintu kaca di depan mereka tersebut.

Dennis yang melihat ekspresi wajah Aisyah barusan tersenyum masam sembari menyimpan kedua tangan di dalam saku celana hitamnya. Menarik nafas panjang, ia berdehem singkat. "Biar aku saja, boss!" potong Pria itu sembari langsung mendorong pintu kaca tersebut. Ia masuk lebih dulu dan menahan pintu dari dalam dengan badan miring, "Silahkan, boss." ucap Dennis lagi.

Aisyah tersenyum lebar hingga matanya menyipit membentuk bulan sabit. Terlihat sangat cantik hingga membuat nafas Dennis terhenti untuk beberapa detik. “Makasih ya, Mas." ucap Aisyah sembari melangkah masuk dan berhenti tepat di depan Dennis.

Ia memindai wajah tampan Dennis cukup lama. Seandainya jika ia tak memiliki status sebagai istri sah Alveno atau dia yang tidak jatuh cinta kepada lelaki yang membencinya itu, mungkin Aisyah dengan senang hati menerima Dennis sebagai pendampingnya. Bagaimana pun juga, Aisyah pernah bermimpi untuk memiliki seseorang yang mencintainya dengan sepenuh hati seperti yang Dennis lakukan.

Aisyah baru selesai meminum obat penghilang nyeri ketika Hannie mengetuk pintu ruangannya pelan dari luar. Gadis yang memakai seragam merah muda dengan rambut kuncir kuda itu mengatakan jika seseorang mencari Aisyah.

Imae Charlotte - Ibunda Veno.

"Bunda." sapa Aisyah yang langsung mempersilakan ibu mertuanya itu untuk masuk semakin dalam ke ruangannya.

Imae melirik Aisyah sekilas dengan senyum tipis. Lalu berjalan anggun menuju sofa melewati wanita itu begitu saja. Aroma parfum Imae yang menyengat membuat kepala Aisyah sedikit pening.

"Aku sedang berada di sekitar sini dan memutuskan mampir sebentar." ucap Imae kembali melirik Aisyah yang masih terdiam di dekat pintu, "apa kau sibuk?!" tanya wanita itu lagi dengan sebelah alis terangkat.

Ekspresi sama dengan yang sering Aisyah lihat di wajah tampan milik Alveno, suaminya.

"Tidak bunda." jawab Aisyah dengan senyum sopan. Ia melangkah pelan menuju pantri.

Mengambil dua cangkir keramik dari lemari lalu mulai menyeduh teh herbal. Aroma hangat kayu manis bercampur buah ceri menyeruak memenuhi ruangan persegi itu.

"Silahkan di minum dulu, Bun." ujar Aisyah setelah meletakkan dua gelas di meja. Satu untuknya dan satu lagi untuk ibu Veno.

Setelah menghirup aroma di cangkirnya, Imae pun mulai meneguk tehnya secara anggun. Rasa legit bercampur rasa asam teh yang segar langsung meluncur turun ke tenggorokannya. Imae berdehem singkat ketika meletakkan cangkir secara perlahan ke atas meja lalu mulai menatap Aisyah lekat.

"Tidak buruk. Seperti biasa, ini nikmat." puji Imae membuat Aisyah membungkuk rendah dengan senyum tipis.

"Terimakasih untuk pujian tinggi, Bunda." ujarnya.

Imae mengangguk singkat, "Aku selalu bertanya-tanya. Kapan kalian ingin memberiku cucu, Syah?! Ini sudah 2 tahun berlalu." ucap Imae tiba tiba.

Menggigit bibir bawahnya pelan, Aisyah pun berusaha menarik sudut bibirnya tinggi. “Ya, Bun. Kami juga sedang berusaha agar kesempatan itu datang." ucap Aisyah membuat Imae menoleh datar.

Jangan dipikir ia tak tahu dengan kelakuan Putra semata wayangnya tersebut. Alveno tak pernah memperlakukan Aisyah seperti istri, baik di depan maupun di belakang mereka. Lelaki itu secara terang-terangan menunjukkan ketidak sukaannya kepada Aisyah.

"Benarkah?!"

Anggukan kepala ragu Aisyah berikan. Meskipun ia sedang berbohong sekarang, Imae terlihat tak begitu mempermasalahkannya.

"Berapa kali dia menyentuhmu?! Selama ini aku tetap diam karena menghargaimu sebagai menantuku, Aisyah. Kau memang begitu mirip dengan Marsya. Tetapi kelakuan kalian jelaslah sangat berbeda." ada nada tak suka yang Aisyah tangkap dari ucapan Imae barusan.

Namun ia memilih untuk tak mempermasalahkan itu. "Kami cukup sering melakukannya Bun." jika mas Veno sedang mabuk dan mengira aku adalah mbak Marsya. Sambung Aisyah dalam hati dengan senyum miris.

"Maaf jika aku belum bisa seperti mbak Acha." tambah Aisyah lagi.

Imae mendengus. Ia membuang pandang ke luar jendela. "Apa perlu aku mencarikan Putraku pengganti yang lain!?" cetus Imae pelan namun tetap dapat di dengar jelas oleh Aisyah.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

rain03

rain03

padahal bukan salah aisyah 😭😭😭

2022-10-21

0

ranimna

ranimna

klo w jadi aisyah.. ga bakalan mau nikah sama bekas kaka nya apalagi kembaran, ampun.. bakalan selalu jadi perbandingan, dan kita nya pasti dianggap ga ada

2020-10-22

2

🇵🇸Kᵝ⃟ᴸ

🇵🇸Kᵝ⃟ᴸ

kasihan aisyah, dendam nya veno... terlalu

2020-09-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!