***************
Happy reading.
****************
•
•
•
🥀Kamu bagai bunga Poppy. Jelas aku tahu jika kamu tak boleh disentuh. Tetapi aku tetap saja terpesona olehmu. Aku selalu menginginkanmu namun kamu tak pernah dapat terjangkau.🥀
Verlaat Me Niet.
(Jangan tinggalkan aku)
•••
Rumah sakit (Pekanbaru)
“Pasien mengalami infeksi pada ginjal. Itu di picu dari obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien dalam jangka waktu panjang. Di tambah tekanan yang menyebabkan pasien stres semakin memperburuk kondisi kesehatan pasien.”
“Apa Putri saya akan selamat, Dok?!” tanya Senna kepada Dokter muda di depannya.
Dylo — tersenyum pelan, ia mengangkat tangan tinggi dan berhenti dibahu sebelah kanan milik Senna. Dari sekian banyak orang-orang yang berdiri di hadapannya saat ini, hanya wanita itu lah yang tampak mengkhawatirkan keadaan pasien cantik yang tadi di tanganinya. “Ibu tenang saja. Saya akan berusaha semaksimal mungkin. Kita tak membutuhkan Operasi untuk sekarang. Pengobatan terbaik adalah jangan membuat pasien terlalu merasa tertekan. Itu bisa berakibat fatal bagi tubuh pasien nantinya.” ungkap Dylo membuat Senna mengangguk penuh harap.
Lalu manik hitam milik Dokter muda itu jatuh pada lelaki dengan kaos gelap berlengan pendek yang berada tak jauh dari tempat ia berdiri sekarang. Seulas senyum tipis Dylo berikan kala mata mereka bersitubruk.
“Jika begitu saya pamit undur diri terlebih dahulu.” senyum Dylo lagi kearah Senna.
Setelah memastikan Senna mengangguk, Dylo pun berlalu pergi dengan di ikuti dua orang suster dibelakangnya.
Senna menghela nafas lega. Ia menatap Akbar — suaminya yang sedari tadi terdiam dengan bibir terkatup rapat disampingnya. “Dia baik-baik saja, sayang. Putri kecil kita baik-baik saja.” ucap Senna tak dapat menghentikan senyum di bibirnya.
Akbar ikut mengulas senyum. Ia pun mengacak rambut hitam sang istri sebelum berlalu pergi. Hal yang sama juga dilakukan oleh Alveno — sang menantu.
“Dasar keras kepala! Sampai begini pun kau masih tak mau mengakui jika kau mencemaskan Aisyah?!” cibir Senna.
Ia tahu betul tabiat suami tampannya itu. Awalnya Akbar memang sangat membenci Aisyah karena hari itu. Tetapi sekarang Senna yakin jika hati suaminya itu telah luluh. Hanya sifat keras kepala membuat suaminya itu tetap bungkam sampai sekarang.
Buktinya suaminya itu langsung berteriak histeris ketika menemukan tubuh Aisyah yang tergeletak di lantai kamar dengan darah segar mengalir dari hidungnya. Ia bahkan tak membiarkan Veno menggendong tubuh Aisyah menuju mobil. Padahal Alveno sendiri terlihat sangat — khawatir?!
Entahlah.
•••
Sejak kepulangan Aisyah dari rumah sakit (Pekanbaru) seminggu yang lalu, wanita itu terus merasa mual pada perutnya. Apa pun makanan atau pun cairan yang masuk ke dalam tubuhnya selalu berakhir di wastafel maupun toilet. Itu membuat tubuhnya semakin melemah saja dari hari ke hari.
Menghela nafas lelah, Aisyah menyeka sudut bibirnya pelan sebelum memegang handle pintu bercat coklat di depannya. Saat itulah pandangnya bertemu tatap dengan Veno. Lelaki itu hanya diam dan memandang Aisyah datar.
Aisyah menarik sudut bibirnya cepat, “Maaf mas — aku memakai kamar mandinya terlalu lama.” cengir Aisyah ceria seperti biasa.
Alveno tak menanggapi perkataan Aisyah barusan. Lelaki itu tetap diam dan langsung masuk ke dalam kamar mandi.
Menghela nafas sekali lagi dengan bibir menipis. Dalam seminggu ini, Aisyah merasa jika Alveno berubah. Lelaki itu lebih banyak diam. Tak seperti dulu atau kemarin-kemarin yang lebih banyak membentak Aisyah dengan kata-kata kasar. Veno juga tak lagi membawa teman wanitanya untuk menginap.
Suara shower terdengar. Tak mau ambil pusing, Aisyah pun berlalu, menyiapkan sarapan untuk Alveno dan dirinya. Baru setelah itu bersiap menuju cafe miliknya.
•••
Setelah berpakaian lengkap, Veno menuruni tangga secara perlahan menuju dapur. Saat hendak kearah kulkas, ia tak sengaja menatap sepiring nasi goreng lengkap dengan telur goreng separuh matang di atas meja. Ada juga secangkir kopi yang masih mengeluarkan asap mengepul di samping piring tersebut.
Selalu begitu setiap hari selama dua tahun pernikahannya dengan Aisyah. Wanita itu seakan tak pernah lupa untuk membuatkannya sarapan meskipun sedang sibuk. Tak peduli jika nantinya sarapan itu akan berakhir di tempat sampah.
Menghela nafas lelah, kali ini Alveno mencoba mengalah dengan ego nya sendiri. Ia menarik sebuah kursi yang tak terlalu jauh dari tempatnya berdiri tadi.
Satu suap pertama Alveno hanya terdiam dengan mata mengerjap bingung. Rasa nasi goreng ini terasa tak asing di lidahnya. Rasanya seperti beban di pundaknya perlahan terangkat dan hanya bisa terfokus pada cita rasa yang sekarang memenuhi lidahnya saja.
Alveno tak pernah merasa sebahagia ini ketika memakan sesuatu. Kecuali masakan Bundanya sendiri. Tidak juga dengan masakan Marsya karna wanitanya itu tak bisa berteman akrab dengan dapur.
“Ternyata tidak terlalu buruk.” komentar Veno tersenyum tipis dan kembali menyuapkan sisa nasi goreng di piringnya hingga tandas tanpa sisa.
•
•
•
Alveno kembali memikirkan perkataan Dokter tentang penyakit yang di derita oleh Aisyah seminggu yang lalu — infeksi pada ginjal. Memang belum parah namun entah mengapa ia merasa tak senang. Padahal seharusnya ia lah yang merasa paling bahagia mengingat itu adalah do'anya setiap malam.
Alveno merasa bersalah karena sakitnya Aisyah pasti berhubungan dengan siksaan yang di lakukannya selama ini.
“Hah. Apa yang harus ku lakukan, Sya?! Aku tahu sekarang kau amat membenciku, bukan?!” monolog Alveno mengusap kasar wajahnya sendiri.
Tok.. Tok.. Tok..
Pintu terketuk dari luar membuat Veno yang masih berwajah kusut itu pun langsung merapikan duduknya. Ia menatap lekat kearah layar laptop yang sedari tadi di biarkannya menyala. Seolah benda persegi empat itulah yang sedari tadi memenuhi pikirannya.
“Apa aku mengganggu waktumu, Pak?” Abygail — sekretaris yang merangkap sebagai sahabat lelaki itu tersenyum tampan.
Veno menggeleng santai sembari sedikit melonggarkan letak dasinya lalu menatap Aby dengan sebelah alis terangkat. “Apa itu?!” tanyanya.
“Oh. Ini berkas yang harus kau tanda tangani sesegera mungkin, Pak.”
Veno memasang raut kesal yang di buat-buat. “Jangan memanggilku begitu jika hanya ada kita, By. Kau membuatku bergidik ngeri.” ujar Veno yang di balas kekehan renyah oleh Aby.
Lelaki itu menarik sebuah kursi untuk di dudukinya sehingga sekarang ia dan juga Veno saling berhadapan. Ia meneliti wajah tampan sahabatnya itu untuk sepersekian detik sebelum menarik sudut bibir membentuk senyum tipis. “Sedang memikirkan sesuatu?” tebak Aby tepat sasaran.
Membuat Veno terkekeh singkat. Ia lupa sedang berhadapan dengan siapa. “Kau selalu bisa menebakku, kan?!”
“Tidak juga.” timpal Aby dengan kerlingan mata. Kerlingan yang bisa membuat wanita-wanita diluar sana menjerit untuk di nikahi. “Ingin bercerita?!” tambah Aby menawarkan.
Veno menggeleng pelan. “Tidak sekarang, tapi mungkin nanti. Karna sekarang aku harus menyelesaikan ini dulu, bukan?!” tunjuk Veno kearah tumpukan berkas setinggi penggaris 30 cm. “Sepertinya sudah lama kita tak minum sampai mabuk?!” lanjutnya menambahkan.
Aby kembali terkekeh sembari mengangguk. “Ya, kau benar.”
.
.
.
Di lain tempat. Aisyah tersenyum lebar ketika melihat kedatangan Anjani di cafenya. Wanita berparas cantik yang berprofesi sebagai Dokter bedah di rumah sakit terbesar di Indonesia itu melangkah anggun dan tersenyum tak kalah lebar ketika melihat keberadaan Aisyah.
“Yya, orang sibuk!” pekik Anjani tak memperdulikan keadaan sekitar.
Mereka sukses menjadi pusat perhatian. Aisyah meringis tak enak dan langsung menarik Anjani ke ruangannya.
“Kau tak berubah. Masih saja toa seperti dulu ya?!” celetuk Aisyah ketika mereka telah berada di ruangan wanita itu.
Anjani terkekeh cantik, “Aku hanya terlalu bahagia bisa bertemu lagi denganmu, Icha. Aku sangat merindukanmu.” balas Anjani membuat Aisyah mencibir namun tak ayal kekehan kecil memenuhi wajah cantik wanita itu.
“Bagaimana kabarmu, Cha?! Kau terlihat sangat kurus dan pucat. Apa mungkin?!”
Tersenyum tipis, Aisyah menyesap pelan kopi hitam di depannya. “Aku baik. Bagaimana denganmu sendiri, Jani?”
Anjani mengangkat bahu singkat, “Seperti yang kau lihat.” jawabnya, “sebenarnya aku bingung ketika kau bertanya tentang itu semalam. Kau baik-baik saja kan?” tanya Anjani lagi.
Ia kaget ketika mendengar permintaan Aisyah semalam ketika gadis itu tiba-tiba menelponnya.
“Aku tak tahu.” kekeh Aisyah mengangkat bahu, “hanya itulah yang ku rasakan akhir-akhir ini. Perasaan gampang lelah dan mual-mual. Sewaktu di Pekanbaru, seorang Dokter mengatakan jika ginjalku bermasalah, tetapi aku sedikit meragu.” lanjutnya lagi tak membuat Anjani ikut terkekeh.
Wanita manis itu justru semakin mencemaskan sahabat lama di depannya ini. Ini Aisyah lhoooooo — seseorang yang sangat pandai menyembunyikan perasaan.
“Ku harap kali ini kau salah.” ungkap Anjani sungguh-sungguh. Ia menarik cepat sebuah kertas kecil persegi empat dari dalam tasnya lalu menyodorkan kertas itu pada Aisyah.
Aisyah sedikit tersenyum ketika mengucapkan terimakasih.
Lalu menatap nanar kartu nama seorang Dokter spesialis kanker ditangannya — Sean Putra.
“Sean Putra.” eja Aisyah dalam hati.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
🍁Kuss°°✨BS✨
Aku membaca ulang satu kalimat di salah satu paragraf dan menemukan maknanya.
Ada satu pria yang bisa membuat wanita menjerit minta dinikahi hanya dengan sebuah kerlingan mata.
Nah, jadi buat para jomblo, yuk coba senam mata dan rajin mengerlingkan mata, siapa tau jodohmu karena kerlingan itu. Ehhe.
Semangat Ikan💪
2020-05-18
5
꧁🌳~T|MB€®🌳꧂
semangat
2020-05-03
1
JioFlowz27
wah keren banget jangan lupa mampir ya di novel ku "Romantic universe :OSIS"
2020-05-03
0