Lewat maghrib, Mas Ruli baru tiba di rumah.
"Assalamualaikum!" Salam Mas Ruli yang langsung disambut okeh si krmbar yang berlarian ke arah ayahnya.
"Ayah pulang! Ayah pulang!"
Suara Naufal dan Naura bersahut-sahutan menyambut kedatangan Mas Ruli.
"Walaikum salam. Dijawab dulu salam dari ayah," ucap Diah lembut menasehati kedua anaknya.
"Ayah bawa apa?" Tanya Naufal yang melihat sang ayah membawa kresek putih berlogo sebuah minimarket.
"Susu sama biskuit buat Naufal dan Naura," jawab Mas Ruli yang langsung membagikan susu UHT dan biskuit masing-masing satu untuk Naufal dan Naura.
"Yeaay!" Si kembar bersorak bersamaan, lalu keduanya menunjukkan pada Diah yang hanya tersenyum tipis.
"Yang ini buat kamu," Mas Ruli memberikan sebungkus coklat bungkus ungu yang masih tertinggal di dalam plastik pada Diah.
"Sogokan?" Tebak Diah yang hanya membuat Mas Ruli tertawa kecil.
"Ibu sudah cerita semuanya, kan, Diah?" Tanya Mas Ruli seraya mengekori Diah yang kini menyusul anak-anak dan membantu membukakan susu serta biskuit mereka.
"Sudah. Acaranya Sabtu depan, kan?" Diah balik bertanya pada Mas Ruli.
"Siska-" Mas Ruli tak jadi melanjutkan kalimatnya karena melihat Diah yang mengangkat tangan seolah memberi isyarat agar Mas Ruli tak membahasnya sekarang.
"Nanti saja kalau Naufal dan Naura sudah tidur, Mas!" Pinta Diah.
"Baiklah!" Jawab Mas Ruli patuh.
"Ngomong-ngomong aku lapar. Kau tadi masak apa? Di rumah ibu adanya oseng-oseng pare pahit. Aku nggak doyan," ucap Mas Ruli lagi seraya menuju ke dapur untuk memeriksa masakan Diah.
"Cuma masak garang asem," jawab Diah yang langsung cekatan mengambil piring dan menyendokkan nasi untuk Mas Ruli.
Setelah mengambilkan makan untuk Mas Ruli, Diah memilih untuk kembali ke ruang tengah dan menemani anak-anak bermain hingga mereka mengantuk.
****
"Kenal dimana?" Tanya Diah to the point pada Mas Ruli yang masih duduk di kursi meja makan.
Naufal dan Naura sudah tidur pulas di kamarnya. Diah dan Mas Ruli memilih untuk melanjutkan perdebatan mereka yang tadi malam belum selesai di dapur.
Diah juga sekalian mengerjakan pesanan donat yang harus diantar besok pagi.
"Siska maksudnya?" Mas Ruli balik bertanya.
"Ya!" Jawab Diah seraya meluapkan amarahnya pada adonan donat di baskom.
"Di pabrik."
"Tapi sekarang Siska sudah resign karena mau menikah sabtu depan," jelas Mas Ruli panjang lebar yang selalu terlihat antusias saat bercerita mengenai Siska.
Benar-benar seperti remaja yang baru kasmaran.
"Kata ibu, kamu sudah setuju dan nggak marah lagi," ujar Mas Ruli lagi yang langsung membuat Diah meninju adonan donat di baskom demi meluapkan emosi dan amarahnya.
Bisa saja Diah meninju suaminya yang tak bersyukur itu, tapi Diah juga tak mau kuwalat.
"Tapi aku punya syarat, Mas!" Ujar Diah menatap tegas pada Mas Ruli.
"Syarat apa?" Mas Ruli balik menatap tegas pada Diah.
Diah menghela nafas panjang sejenak, lalu membanting adonan donat yang masih setengah kalis ke atas meja.
Diah menaburkan terigu sambil menahan geram di hatinya.
"Aku tidak mau tinggal serumah dengan Siska setelah kalian menikah nanti," ucap Diah seraya menguleni lagi adonan donat di atas meja menggunakan tenaga dalam sekaligus emosinya yang mencapai ubun-ubun.
"Oke! Nanti aku akan mencarikan Siska kontrakan agar kau tak perlu serumah dengannya," jawab Mas Ruli santai.
"Aku juga mau kamu adil dalam hal tidur dimana. Jangan enam hari di rumah Siska, lalu satu hari baru pulang kesini-"
"Aku bakalan adil, Diah!"
"Senin, Rabu, Jumat aku tidur disini. Selasa, Kamis, Sabtu aku tidur di rumahnya Siska." Tutur Mas Ruli mengatur jadwal.
"Minggu?" Diah mengingatkan kalau masih ada hari Minggu.
Mungkin saja suami Diah ini sudah amnesia dan lupa kalau masih ada hari Minggu.
Tidak mungkin hari Minggu dipakai Mas Ruli untuk menemui wanita lain lagi, kan?
Suami marukh khan namanya kalau masih cari yang ketiga atau keempat.
"Minggu ya gantian. Nanti minggu ini kesini, minggu selanjutnya ke rumah Siska."
"Atau hari Minggu kita menginap saja di rumah ibu bersama-sama," usul Mas Ruli yang langsung membuat Diah memutar bola matanya.
"Terserah, Mas! Yang penting kamu itu harus adil dan perhatianmu ke anak-anak juga jangan berkurang!" Ujar Diah selanjutnya memaparkan syaratnya yang belum selesai.
"Iya! Anak-anak tetap aku sayang, Diah! Nggak akan aku telantarkan!" Janji Mas Ruli yang cara bicaranya begitu meyakinkan.
"Trus satu lagi, Mas!"
"Kenapa banyak sekali?" Protes Mas Ruli yang sepertinya mulai keberatan.
"Tinggal satu lagi! Jangan sampai ibuku tahu!" Ucap Diah meminta dengan tegas.
"Aku sama ibu tak akan memberitahu. Tapi kalau ibumu tahu dari lambene tonggo ya jangan salahkan aku!" Ujar Mas Ruli mencari pembelaan.
Diah hanya bisa menghela nafas panjang sekaligus menyusun rencana bagaimana Diah akan memberitahu ibunya yang tinggal beda kecamatan.
"Aku akan pulang dulu ke rumah Ibu dan memberitahu Ibu kalau begitu," tukas Diah akhirnya mengambil keputusan.
"Besok aku antar!" Ucap Mas Ruli seraya mengusap kepala Diah sebelum pria tiga puluh dua tahun tersebut berlalu meninggalkan dapur.
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir.
Jangan lupa like biar othornya bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Pisces97
wes fokus Karo anak dan cari uang yang banyak percantik diri biarlah anjing menggonggong tinggal tunggu karma 2 manusia tak tau diri itu..... kesel jadinya 😏
2023-10-16
0
Nawangsih
bener2 sakit....
2022-05-26
0
Hendra Yenni
No... komen.. diah😠😠😠
2022-03-06
0