Diah masih mematung dan membisu seraya menatap ke arah jendela rumah, memperhatikan Mas Ruli yang turun dari motor bersama seorang gadis berusia dua puluhan yang dandanannya lumayan menor menurut Diah dan rambutnya lurus tergerai seperti baru saja di smoothing di salon.
Jadi itu yang namanya Siska, calon madu Diah.
"Wah, panjang umur!" Celetukan Bu Eni langsung bisa membuyarkan lamunan Diah.
Wanita tiga puluh tahun itu bergegas menarik lengan Lusi dan membawa adik iparnya tersebut ke sudut ruangan.
"Kamu ajak Naufal dan Naura main di belakang rumah atau di kamar dulu, Lus!" Pinta Diah seraya berbisik pada Lusi.
"Iya, Mbak," jawab Lusi yang langsung mengangguk paham.
"Ini, nanti kalau rewel kamu belikan jajan di tempatnya Budhe Parmi, ya!" Diah menyelipkan selembar uang dua puluh ribuan di tangan Lusi dan buru-buru menyuruh sang adik ipar untuk membawa Naufal dan Naura.
Beruntung, kedua anak kembar Diah itu adalah anak-anak yang penurut.
Lusi, Naufal, dan Naura sudah masuk ke dalam kamar. Diah segera kembali ke ruang tamu untuk menyambut pasangan calon pengantin baru yang baru saja tiba.
Wajah Mas Ruli terlihat berseri-seri seperti pemuda yang baru saja kasmaran. Sedangkan wajah wanita bernama Siska itu lebih terlihat pongah dan langsung memandang remeh pada Diah saat tatapan keduanya tak sengaja bertemu secara sekilas.
"Assalamualaikum!" Mas Ruli mengucapkan salam dan langsung mencium punggung tangan Bu Eni, diikuti oleh Siska yang melakukan hal yang sama.
"Walaikum salam," jawab Bu Eni nyaring dan Diah yang hanya menjawab dalam hati.
"Dapat, Rul? Seserahannya?" Tanya Bu Eni to the point sambil melirik ke arah tas kresek besar yang dibawa oleh Ruli.
"Alhamdulillah, dapat, Bu!" Jawab Ruli masih dengan wajah yang berseri-seri.
Sementara Diah hanya diam seraya menatap bergantian pada Mas Ruli dan Siska yang masih berdiri di dekat pintu masuk.
"Kenapa cuma berdiri? Ayo masuk dan duduk!" Ujar Bu Eni yang langsung mempersilahkan dua calon mempelai itu untuk masuk dan duduk.
"Lus! Lusi!" Bu Eni memanggil Lusi, sepertinya hendak menyuruh putri bungsunya itu untuk membuatkan minuman.
"Lusi sedang momong Naufal dan Naura, Bu. Biar Diah yang buat minum," tukas Diah setelah berulang kali menarik nafas panjang.
Tak ada jawaban dari Bu Eni dan Diah bergegas pergi ke dapur untuk membuatkan minuman untuk Mas Ruli dan Siska.
Baru saja Diah mengaduk teh di gelas agar gulanya segera larut, Mas Ruli sudah menyusul ke dapur dan menghampiri Diah.
"Kamu kesini ngapain, Diah?" Tanya Mas Ruli menyelidik.
"Main, silaturahmi, memang nggak boleh aku main ke tempat ibumu, Mas?" Jawab Diah dengan nada malas.
Diah masih kesal pada suaminya tersebut.
"Nggak berniat mengadu pada Ibu soal pertengkaran kita semalam, kan?" Tuduh Mas Ruli to the point.
"Mau mengadu apa memangnya? Bukannya Ibu juga udah seneng dan bahagia mau punya mantu baru yang lebih muda, lebih cantik dan lebih bisa memperhatikan anak kesayangannya!" Sergah Diah dengan nada bicara sinis.
"Diah!" Panggil Bu Eni dari depan karena Diah yang mungkin terlalu lama membuatkan minum untuk calon mantu Bu Eni.
Bagaimana tidak lama, kalau Mas Ruli malah mengajak Diah berdebat di dapur.
"Iya, Bu!" Jawab Diah seraya membawa nampan berisi tiga gelas teh hangat ke ruang tamu. Diah menyajikannya dengan sopan ke atas meja.
"Ini mbak Diah istrinya Mas Ruli,ya, Bu?" Tanya gadis centil bernama Siska itu pada Bu Eni.
Nada bicaranya terdengar dibuat-buat.
"Iya. Kenalan dulu! Kan mau jadi kakak adek." Jawab Bu Eni seraya terkekeh.
"Saya Siska, Mbak!" Siska mengulurkan tangannya ke arah Diah dan mengajak Diah untuk berjabat tangan sebagai tanda perkenalan.
Mas Ruli juga sudah kembali dari dapur dan ikut bergabung di ruang depan.
"Diah." Jawab Diah tanpa ekspresi.
"Terima kasih, ya, Mbak Diah! Karena sudah mau menerima saya sebagai bagian dari keluarga," ucap Siska yang nada bicaranya masih terkesan dibuat-buat demi cari muka di depan Bu Eni dan Mas Ruli.
Hhh!
Apa Mas Ruli tak salah pilih calon istri?
Gadis ini kelihatannya masih manja dan labil.
Apa kabar kalau nanti Mas Ruli yang juga manja dan labil tinggal serumah dengan gadis ini?
Ah, tapi Itu bukanlah urusan Diah. Toh itu sudah menjadi keputusan Mas Ruli dan Bu Eni juga sudah setuju. Jadi semuanya, ya biar Mas Ruli yang merasakan saja nanti.
Diah melambaikan bendera putih saja dan cukup jadi penonton.
"Semoga nanti kamu betah, ya! Jadi istrinya Mas Ruli," jawab Diah sedikit tersenyum sinis.
"Diah! Apa maksud kamu bicara seperti itu?" Tegur Bu Eni dengan nada galak.
"Maaf, Bu. Tapi Diah hanya bicara apa adanya," Sergah Diah mencari pembenaran.
Selama lima tahun mengarungi bahtera rumah tangga bersama Mas Ruli, tentu saja membuat Diah hafal di luar kepala tentang sifat dan watak suaminya tersebut.
"Kamu saja yang tidak bisa menjadi istri yang baik untuk Ruli. Kenapa malah mencari-cari kekurangan Ruli?" Bu Eni tak mau kalah membalas sindiran Diah.
"Sudah, Bu!" Ruli mencoba melerai istri dan ibunya yang berdebat. Sementara Siska hanya diam dan masih saja memasang senyuman palsu.
Ah, sudahlah!
Terlalu banyak drama di ruangan ini.
"Insya Allah, Siska betah kok, Mbak. Jadi istrinya Mas Ruli. Kami sudah mengenal cukup lama dan saling memahami," ujar Siska yang seolah sedang pamer kedekatannya dengan Mas Ruli.
"Sudah kenal berapa tahun memang?" Tanya Diah menyelidik.
"Empat bulan, Mbak! Dan Mas Ruli langsung ngajakin ke jenjang yang lebih serius," jawab Siska yang tentu saja langsung membuat Diah ingin tertawa terbahak-bahak. Namun Diah mencoba untuk menahannya dan memilih tersenyum saja pada Siska.
Baru empat bulan kenal dan bilang sudah kenal luar dalam.
Lihat nanti kalau sudah menikah dan melihat watak asli Mas Ruli. Apa masih bakal bilang udah kenal luar dalam.
"Siska umur berapa?" Tanya Diah selanjutnya pada calon madunya tersebut.
"Sudah, Diah! Kami kok jadi ceriwis semua-semua ditanyakan begitu!" Tegur Bu Eni dengan raut wajah tidak senang.
"Diah kan hanya bertanya, Bu! Biar bisa akrab juga dengan Siska. Kata Mas Ruli kami tidak boleh bertengkar atau musuhan," jawab Diah mencari alasan dan pembenaran.
"Diah benar, Bu! Biarkan Diah ngobrol akrab sama Siska. Malah bagus kalau nanti Siska juga akrab sama Naura dan Naufal," timpal Mas Ruli membenarkan alasan Diah.
"Siska ini masih dua puluh satu tahun, Diah!" Ujar Mas Ruli lagi menjawab pertanyaan Diah yang sebelumnya tentang umur Siska.
"Oh," Diah membulatkan bibirnya dan mengulas senyum di bibirnya.
Masih daun muda.
Sepertinya suami Diah itu memang sedang masuk ke tahap puber kedua hingga mencari daun muda yang katanya membuat tertantang dan bisa memuaskannya hingga pagi seperti saat dulu masih pengantin baru.
Perasaan dulu saat Diah dan Mas Ruli masih pengantin baru juga tidak pernah lembur sampai pagi. Baru dua ronde saja, suami Diah itu sudah jatuh terkapar.
Apalagi sekarang, di umurnya yang tak lagi muda masih mau lembur sampai pagi.
Nggak takut encok memangnya?
Tangisan Naura dari dalam kamar akhirnya memaksa Diah untuk undur diri dari hadapan suami, mertua, serta calon madunya tersebut. Sepertinya Lusi sudah kewalahan menghadapi Naura dan Naufal yang sebenarnya memang tak betah dikurung lama-lama di dalam kamar.
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir.
Jangan lupa like biar othornya bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Pisces97
hahhaha 2 ronde sudah tepar sok²an nikah lagi
emang istri muda mu bisa puas yang ada ditinggal selingkuh baru rasa 🤣🤣🤣🤣
2023-10-16
0
Nawangsih
sebenere kesel bacanybthor kl ada persaingan suami
tp kok penasaran ya
pengen tau endingny
sapa yg dapet kualat
2022-05-24
0
Puji Harti
laki manja lemah gitu mending buang aja lah diah
2022-02-23
1