Ada rasa tapi aku tak tahu.
....
dan ketika aku tahu....
apakah mampu aku berpaling
dan berlari menjauh dari rasa
itu, atau....
Suara dering ponsel menyadarkan Rayden dari lamunannya. Dia mengangkat Ponselnya untuk melihat siapa yang memanggil
"Hallo"
".......... "
" Ya. Ada masalah apa, Pak ? Bisa Bapak jelasin-! soalnya saya masih kurang faham-! "
".......... "
" Iya, baiklah. Kalau itu masalahnya. Saya akan segera ke sana. "
"...... "
"Sama sama., Pak"
Rayden beranjak berdiri dari duduknya. Salma yang melihat hal itu menjadi ikut juga berdiri.
Rayden menghampiri Salma dan tanpa bicara dia menarik tangan Salma sambil berjalan menuju pintu. Salma yang tak siap menjadi gugup.
" Ikut aku. Ada masalah di Site"
" I..Iya Pak-! " Jawab Salma sambil mengikuti langkah Rayden.
Jengah rasanya Salma, tetapi mau apa? dia terpaksa harus mengikuti Rayden karena Rayden sudah menarik tangannya.
Ada rasa risih bercampur malu ketika beberapa mata menatap mereka dan berbisik bisik. Hal itu membuat Salma terus menunduk ketika berjalan di sepanjang lorong menuju lift khusus Direksi.
Rayden yang melihat hal itu lantas menyadari kesalahannya. Namun bukannya melepas peganganya, malahan dia semakin mempererat pegangannya.
Rayden menekan tombol pintu dengan sebelah tanganya yang lain. Begitu pintu lift terbuka. Dia segera menarik Salma agar ikut masuk bersamanya.
" Pak Rayden, tolong lepasin pegangan Bapak-! " bisik Salma pelan namun masih bisa di dengar oleh Rayden.
" Kenapa di lepasin. Kamu keberatan jika aku memegang tanganmu? "
" Bukan begitu, Pak. Saya malu dilihat orang" jawab Salma dengan menunduk.
" Kamu malu jalan sama saya? "
Rayden balik bertanya.
" Tidak, Pak-! Bukan begitu, tapi..... "
Salma jadi serba salah dan bingung harus menjawab apa.
" Terus apa dong, kenapa nggak boleh-?? "
"Saya malu, Pak-! Apa kata orang nanti-! "Jawab Salma pelan setengah berbisik ke telinga Rayden.
" Ok. Tapi jawab pertanyaan saya. Kamu sudah punya pacar atau belum? "
Pipi Salma bersemu merah. Jantungnya berdebar tak karuan.
" Maaf Pak Rayden. Saya rasa saya tidak berkewajiban menjawab pertanyaan Bapak"
Salma kesal, kenapa juga atasannya itu mengajukan pertanyaan yang tidak ada relevansi nya dengan pekerjaan.
Rayden tersenyum mendengar jawaban ketus dari Salma. Bukannya marah, dia malah membalikkan tubuhnya dan mengungkung tubuh Salma.
"Tidak mau menjawab berarti tidak punya pacar"
" Aku sudah... Eh Bukan...ah gimana sih jawabnya.... "
Salma menggantungkan ucapannya. Jari telunjuk Rayden menutup mulutnya.
Rayden tersenyum smirk. Matanya menatap tajam manik mata Salma.
Mulut Salma terkatup rapat. Rasanya ingin sekali dia berteriak. Kesal! kesal-! kesall-!
Ting!!!
Lift yang mereka tumpangi berhenti di lantai dasar. Rayden melangkah keluar sambil menarik tangan Salma menuju parkiran.
Security di sana langsung menganggukkan kepala dan berjalan menghampiri kami. Kemudian membukakan pintu mobil untuk Rayden. Mobil itu pun meluncur menuju lokasi proyek.
...😊😊😊😊 ...
Salma bergegas turun dari mobil menyusul Rayden yang lebih dulu berjalan menuju Kantor kecil yang sengaja di dirikan guna keperluan proyek.
Pak Rachmat selaku mandor proyek buru-buru mendatangi Rayden.
Rayden masuk ke dalam ruangan yang hanya berukuran 3 x 6 meter. Di sana ada staf logistik, seorang Supervisor dan Surveyor. Semua berdiri ketika melihat Rayden masuk dan memberikan salam.
"Selamat siang Pak Rayden. Saya Pak Rachmat, mandor di tempat ini. Dan ini Pak Anton dan Pak Deni supervisor dan surveyor disini." Pak Rachmat memperkenalkan diri bersama staf lapangan lainnya.
"Saya tadi yang menelpon Bapak" lanjut Pak Rachmat seraya mengajak Rayden untuk duduk di kursi yang tersedia di ruangan itu.
"Maaf kan saya karena sudah menelpon dan mengganggu Bapak. Tapi karena hal ini sifatnya urgen, saya takut salah dalam mengambil langkah dan keputusan. Untuk itulah saya menelpon dan meminta Bapak untuk datang langsung ke lokasi. " Ujar Pak Rachmat menjelaskan.
Rayden mengangguk anggukan kepalanya.
" Tak apa apa, Pak Rachmat. Saya senang sekali. Memang harus seperti ini. Harus ada komunikasi antara Bapak dan Saya. " Jawab Rayden sambil tersenyum ramah.
" Oh.. ya. Ngomong ngomong masalahnya. Apa yang sebenarnya terjadi, Pak? tanya Rayden kemudian.
"Begini, Pak... "
Tok !TokTok !
Serentak Rayden dan Pak Rachmat menoleh ke pintu.
"Assalamualaikum" Salma muncul di depan pintu dan memberi salam.
"WA alaikum salam" Jawab keduanya bersamaan.
"Eh.. Ada Non Salma. Selamat siang, Non" Sapa Pak Rachmat seraya tersenyum ramah menyambut kehadiran Salma. Dia memang sudah mengenal Salma karena memang sudah lama bekerja di sini.
" Oh.. Iya. Salma. Ayo kesini. " Rayden berkata sambil menarik tangan Salma membawanya duduk di sebelahnya.
Salma ikut mendengar pembicaraan antara Rayden dan Pak Rachmat serta staf lapangan yang lain.
Pak Rachmat kembali melanjutkan pembicaraan yang tadi sempat terputus.
" Begini Pak, beberapa pekerja kita mogok bekerja. " kata Pak Rachmat kemudian.
Kening Rayden terangkat keatas ketika mendengar hal itu.
"Mogok kerja!! "
" Ada beberapa pekerja yang memprovokasi mereka sehingga mereka melakukan mogok kerja, Pak" kata Pak Rachmat.
" Mereka meminta kenaikan upah, Pak! " Kata Pak Anton. Yang dibenarkan dengan anggukan oleh Pak Rachmat dan Pak Deni secara bersamaan.
" Padahal upah yang kita terapkan diatas standar UMK-! lanjut Pak Rachmat lagi.
"Saya rasa ada pihak pihak yang sengaja memprovokasi mereka dan mengambil keuntungan dari situasi ini untuk membuat jelek citra perusahaan kita, Pak! " ujar Pak Deni.
" Sepertinya sih....begitu Pak Deni !!!" Kata Pak Rachmat.
Rayden terdiam menanggapi pendapat dari orang orang itu. Memang kemungkinan itu bisa saja terjadi.
" Seperti nya kita perlu mengadakan pertemuan dengan mereka, Pak! " Kata Rayden.
" Minta perwakilan dari mereka untuk bertemu dengan saya sekarang "
" Saya tak ingin masalah ini berlanjut dan mempengaruhi pekerjaan kita. Kita bisa kena pinalti jika begini terus!! "kata Rayden.
"Saya akan memanggil salah satu perwakilan mereka, Pak! "
kata Pak Rachmat.
Segera setelah itu Pak Rachmat keluar. Tak lama Pak Rachmat kembali bersama dua orang yang Salma yakin adalah perwakilan dari pekerja yang mogok tadi. Pak Rachmat meminta kedua orang itu untuk duduk di depan Rayden.
Rayden mengambil kotak rokok yang ada di saku celananya. Mengeluarkan sebatang lalu menyulutnya. Mengisap asap tembakau dari rokok itu dan kemudian menghembuskannya lagi. Lalu menatap dua orang yang duduk di depannya.
Wajah Rayden dingin dan datar. Tidak menampakkan ekspresi apapun.Membuat kedua orang perwakilan itu diam diam bergidik ngeri.
" Katakan tuntutan kalian. Saya datang kesini memang mau mendengar apa mau kalian" Kata Rayden dengan suara tegas dan dingin.
Salah seorang dari perwakilan itu menyikut lengan teman di sebelahnya. Meminta sang empunya lengan untuk berbicara mengatakan apa keinginan kelompoknya.
" Kami ingin meminta kenaikan upah, Pak!! " Kata Edy, seorang dari perwakilan tadi.
" Apa alasannya kalian meminta kenaikan upah"
" Apa upah yang kami berikan tidak sesuai dengan standar UMK-?".
" Kami mendengar di PT. Aneka Konstruksi memberikan upah lebih besar dari di tempat ini. Karena itulah kami berniat untuk mengajukan kenaikan gaji juga, Pak"
"Saya rasa upah yang kami berikan berada di atas standar upah minimum tenaga kerja. Jadi jika kalian keberatan dengan itu, maka silahkan kalian mengundurkan diri". Kata Rayden dengan tegas.
" Mungkin kalian bisa bekerja di PT. Aneka Konstruksi. Karena saya tidak akan memaksa kalian untuk bekerja di tempat ini-! "
Semua yang hadir di ruangan itu mendadak hening. Tak ada yang mau berbicara. Pun tak terkecuali kedua orang perwakilan tadi.
" Sekarang, jika tak ada hal lain lagi. Silahkan kalian keluar. Kalian bisa pilih lanjut bekerja atau resign dan ambil sisa gaji kalian di bagian Keuangan."
Rayden melangkah keluar menuju pintu. Semua orang yang berada di ruangan itupun segera berdiri dan mengikuti Rayden tak terkecuali Salma.
Rayden terus melangkah ke area Proyek dimana sudah berkumpul para pekerja yang sedang mogok bekerja. Kedua perwakilan tadi juga sudah kembali ke kelompoknya .
. " Selamat Siang Bapak bapak semua " Rayden mulai berbicara. Gayanya sangat tenang dan berwibawa sekali.
.Semua pekerja yang ada di sana terdiam dan mulai mendengarkan Rayden.
" Saya sudah mendengar ada beberapa di antara pekerja yang mogok kerja dan meminta kenaikan upah. " Rayden diam sejenak dan mengedarkan pandangannya ke arah para pekerja yang mogok tadi.
" Ok.. Saya hargai keinginan Bapak - Bapak semua. Tapi sayangnya dengan berat hati, perusahaan tidak dapat mengabulkan keinginan tersebut. "
."Jika kalian merasa keberatan dengan keputusan dari pihak perusahaan maka silahkan mengundurkan diri."
Rayden berbicara panjang lebar mengenai masalah tuntutan dari pekerja yang mogok itu.
Terdengar kasak kusuk dari beberapa pekerja yang sedang mogok itu. Mereka bisik bisik membicarakan apa yang barusan Rayden katakan.
.Mereka sepertinya tidak Terima dengan keputusan perusahaan mengenai tuntutan mereka.
Suasana tegang dan panas terasa menyelimuti area proyek konstruksi itu.
Salma mulai melihat gelagat yang tidak enak dari beberapa pekerja di tempat itu.
Beberapa pekerja yang mogok yang tidak terima dengan keputusan yang disampaikan Rayden mulai bergerak.
Beberapa diantara mereka mulai berjalan mendekati Rayden.
Rayden dan beberapa staf di lapangan yang mengikutinya berdiri dengan sikap waspada.
Rayden menarik Salma agar berdiri di belakangnya. Pak Rachmat dan Pak Anton berdiri di samping Rayden.
Beberapa sekuriti yang berjaga jaga di lapangan juga sudah mulai waspada.
" Kami tidak bisa terima dengan keputusan Perusahaan yang Bapak katakan tadi."
Edy yang tampaknya ketua dari kelompok pekerja yang mogok tadi berkata dengan suara yang sedikit tinggi.
" Ya...Kalian enak saja main
pecat kami begitu saja" kata salah seorang pekerja yang mogok itu.
" Saya tidak memecat kalian begitu saja. Sebenarnya, saya sudah memberikan pilihan. Jika kalian tidak Terima dengan ketentuan upah dari kami, silahkan kalian resign. Itu saja"
Rayden berdiri dengan tenang. Tak ada rasa takut yang terpancar dari sorot matanya.
" Sabar saudara saudara. Sebaiknya kita semua bisa berpikir dengan kepala dan hati yang dingin" kata Pak Rachmat.
Lelaki paruh baya itu sedang berusaha menenangkan para pekerja yang mogok itu yang kini sudah mulai mengelilingi Rayden dan juga staf serta karyawan di proyek.
Salah seorang pekerja yang berbadan sedikit gempal maju kedepan. Tanpa terduga pria itu menyerang Rayden dengan sebilah pisau yang entah diperoleh dari mana.
Salma yang berdiri di belakang Rayden melihat hal itu dan sontak menarik tubuh Rayden ke belakangnya sehingga tak ayal lagi....
Jleb!!!!
Pisau dalam genggaman tangan pria itu menancap tepat di punggung Salma.
" Aghh .....!!!"Jerit kesakitan keluar dari mulut Salma.
" Ya Tuhan, Salmaaaaa...!!!"
Rayden terkejut melihat Salma yang pasang badan untuk melindungi nya.
Pisau yang tertancap di punggung Salma kembali di tarik dan kini pria itu kembali melancarkan serangan.
Rayden yang melihat hal itu segara bertindak cepat.
Sebelah tangannya memeluk tubuh Salma agar tidak jatuh tersungkur dan sebelah lagi tangannya yang lain berusaha menahan serangan pisau yang dilancarkan oleh pria gempal itu.
Orang orang yang ada di sana pun tak tinggal diam. mereka bersama sama membantu Rayden menangkap pria bersenjata yang telah menikam Salma dan menyerangnya serta mengamankan para pekerja yang mogok itu.
" Salma.. Salma, bertahanlah"
" Pak Rachmat, siapkan mobil, kita harus membawa Salma segara ke rumah sakit."
Rayden terlihat panik bergegas membopong tubuh Salma ala bridal style ke mobil lalu melarikan Salma kerumah sakit terdekat di kota itu.
...🙂🙂🙂🙂...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Minaaida
lanjut
2021-12-11
2