Bab 3: Si mata cokelat kebiruan

Jam istirahat sekolah tiba, Gus Fashan memperhatikan Nida yang diam sendirian, tidak jajan seperti teman-temannya yang lain. Dia melamun dan terlihat sedih, Gus Fashan terus melangkah dan berpapasan dengan Fara. Fara mendelik sebal dan Gus Fashan memicingkan matanya. Gus Fashan pun melewati Fara dan Fara cemberut.

”Fara, ajak aku main ke rumah kamu lah” pinta Diana.

”Ngapain?” Fara bingung.

Sita menggoyangkan lengan Fara tiba-tiba dan Fara menoleh.” Mau jajan apa? Aku jajanin deh, kasih tahu dong tipe idealnya pak Fashan kayak gimana?” pinta Sita.

”Sama aku aja Fara, ayo” ajak Diana, sita menarik lengan Fara begitu juga dengan Dita. Fara meringis kesakitan dan menepis tangan keduanya.

”Aku bisa jajan sendiri” tegas Fara kesal, dia berlari dan kedua temannya menyusul.

Di kantor guru, Gus Fashan menikmati makan siangnya. Bekal dari rumah, buatan uminya sendiri. Dia sesekali menekan-nekan keyboard laptopnya. Bu Ima diam-diam memperhatikan, Gus Fashan sesekali menekan pecinya. Rambut gondrongnya dia gulung dan memasukkannya ke dalam peci. Semua orang tahu dia anak siapa, dan untuk guru. Hanya Bu Nurma yang berani menggodanya.

”Pak Fashan, boleh saya ngobrol sebentar?” seru pak Romi dan Gus Fashan mendongak, lalu mengangguk dan menutup kotak makanannya. Takut diminta.” Sambil makan aja pak, gak apa-apa” kata pak Romi lagi.

”Oh iya” singkat Gus Fashan dan memakan kembali makanannya.

”Begini, nanti sore ada acara syukuran. Saya mau ngundang pak Fashan sekaligus mimpin doa, pak Fashan bisa?” tutur pak Romi dan Gus Fashan langsung meggeleng kepala. Pak Romi berhenti tersenyum.

”Habis pulang ngajar saya mau ke Jakarta, ada urusan. Kemungkinan sore belum pulang pak, jadi gak bisa. Maaf ya pak” ujar Gus Fashan sambil tersenyum tipis. Pak Romi mengangguk berusaha untuk memahami.

”Kalau pak kyai bisa?” tanya pak Romi lagi.

”Abi ada urusan kayaknya pak, gak bisa juga. Rumah pak Romi juga jauh, Abi udah jarang menerima undangan dari tempat jauh-jauh pak” tutur Gus Fashan, raut wajah pak Romi semakin terlihat sedih.

”Ya sudah kalau begitu” lirih pak Romi, dia bangkit dan meninggalkan Gus Fashan. Gus Fashan diam sejenak lalu menghabiskan makan siangnya.

...***...

Saatnya pulang sekolah tiba, Gus Fashan memperhatikan Nida yang dijemput ibunya, Hafshah.

Hafshah menoleh, menatap Gus Fashan lekat dan keduanya sama-sama melemparkan senyuman. Nida masuk ke dalam mobil dan menatap Gus Fashan lekat, ibunya juga masuk dan mobil mulai bergerak lalu melaju dengan kecepatan sedang meninggalkan sekolah. Gus Fashan masih diam ditempatnya, dia tarik Hoodie jaket Fara, Fara berjalan seolah tidak melihat Gus Fashan yang sedang memperhatikan kepergian Nida, Fara berontak saat Hoodie nya ditarik.

”Bang lepas” rengek Fara.

”Mau kemana kamu, pulang sekolah langsung pulang. Dan pulangnya bareng sama aku, itu kata umi. Harus nurut” tegas Gus Fashan.

”Abang ku yang ganteng, Abang Fara yang baik. Izinkan Fara buat main ke rumah temen ya, sekalian minta izinin sama Umi.” Pinta Fara, dia memuji tak tanggung-tanggung. Gus Fashan terdiam sejenak.

Gus Fashan menggaruk pelipisnya sekilas.” Jijik tahu gak, gak ada main-main. Langsung pulang, paham?”

”Fara muji Abang, Abang jijik?”

"Ya” singkat Gus Fashan dan Fara mendelik sebal. Gus Fashan memakaikan helm kepada adiknya itu dan Fara diam.

Fara cemberut, dia naik ke atas motor dan memeluk pinggang kakaknya itu erat. Motor melaju perlahan dan berubah menjadi kencang setelah keluar dari gerbang sekolah. Fara memukul bahu Gus Fashan berulangkali karena takut jatuh.

...***...

Di rumah Nida, gadis itu diam membisu saat berhadapan dengan ayahnya. Ibunya Hafsah terus membelai rambut Nida agar mau berbicara, mengeluarkan sedikit saja untuk menghormati ayahnya.

”Ikhsan adik kamu, ajak dia main” pinta ayah Nida, yaitu Robi.

”Ikhsan memang lucu, tapi sayang dia anak dari wanita yang merebut ayah dari ibu” tutur Nida ketus. Sorot mata Robi berubah menjadi tajam, urat-urat di lehernya menegang dan dia melayangkan telapak tangannya ke atas meja.

Brak..

Suara yang begitu keras terdengar. Hafshah diam dan Nida bangkit dari duduknya.

”Ayah menikah lagi aku gak perduli, terserah ayah mau kemana dengan keluarga baru ayah itu. Tapi jangan atur aku supaya bersikap baik sama mereka, aku gak mau dan aku gak suka!” teriak Nida lantang, dia berteriak dan memancing emosi ayahnya.

”Bawa dia ke kamar” titah Robi. Hafshah sudah menangis dan mengajak Nida untuk ke kamar.

”Ayah gak usah pulang sekalian, aku malas lihat ayah. Aku benci ayah!” teriak Nida terus-menerus, Robi diam dan menatap kepergian anaknya itu sinis. Sesampainya di kamar, Hafshah berusaha menenangkan anaknya itu.

”Nida, neng diam!” bentak Hafshah dan Nida terdiam.

”Aku benci ayah, kenapa ibu mau dipoligami. Aku benci ayah, ayah lebih sayang sama keluarga barunya, anak laki-lakinya itu. Ayah gak pernah sayang sama aku hiks....” Tutur Nida, Hafshah terus menenangkannya agar berhenti menangis.

Mau bagaimana lagi, Hafshah sendiri belum bisa ikhlas sepenuhnya. Nida berubah drastis setelah ayahnya menikah lagi, dia kasar dan malah sering kabur ke rumah uwa nya, Umi Nailah.

”Dengerin ibu, semuanya sudah terjadi. Ikhsan adik kamu, kamu gak bisa menyangkal itu Nida. Bukan cuma kamu yang mau nangis. Tapi ibu juga sayang, kuat ya. Demi ibu, kalau kamu terus begini, jujur ibu capek” suara Hafshah sesak, kedua matanya berair dan akhirnya pipinya basah dengan air mata.

”Ibu jangan nangis” lirih Nida.

”Gimana ibu bisa tahan kalau kamu sendiri begini terus, kamu sudah dewasa sayang. Tolong, kuat ya. Bagaimana pun ayah kamu, dia tetap ayah kamu. Jangan terus memancing emosi nya” tutur Hafshah dan Nida langsung memeluknya erat. Hafshah menahan tangisannya agar tidak semakin menjadi-jadi, istri mana yang bisa sepenuhnya ikhlas jika suaminya menikah lagi. Sangat tidak mungkin, apalagi untuk Hafshah.

****

Gus Fashan sudah berada di Jakarta, dia menuju pulang. Mobilnya terjebak macet, Gus Fashan sesekali menoleh melihat Raihan terus tidur. Dia memang benar, hanya sekedar menemaninya. Tiba-tiba ponselnya berdering dan Gus Fashan tersenyum lebar, melihat uminya yang menelepon.

”Assalamu'alaikum, umi Fashan yang cantik, Sholehah, Habibati nya Abi Farhan. Sudah ke sepuluh kali telepon ya umi, apalagi sekarang umi?” tutur Gus Fashan merasa gemas sendiri dengan uminya itu. Sontak Umi Nailah terkekeh-kekeh.

”Wa'alaikumus Salaam, gantengnya umi masih dimana?”

”Masih di Jakarta, kan udah dibilang dari tadi, astaghfirullah. Sebentar lagi masuk tol, jangan khawatir. Umi tidur, ini udah jam 9 mi” ujarnya dan umi Nailah tersenyum.

”Umi masih bikin kue”

”Fahira, Faiza sama Fara bantuin umi gak? Awas aja kalau umi repot kerja tapi mereka malah asik sendiri” ketus Gus Fashan, ketiga gadis itu mendengus sebal saat mendengarnya, karena umi Nailah mengaktifkan mode loud speaker.

”Ini mereka lagi bantuin umi, hati-hati di jalan Nak.”

”Iya umi sayang” Gus Fashan berucap lalu tersenyum.

”Ya sudah, hati-hati ya. Assalamu'alaikum”

”Wa'alaikumus Salaam”

Gus Fashan meletakkan ponselnya kembali dan dia akhirnya bisa melajukan mobilnya, Raihan bangun dan dia merasa harus segera ke toilet.

”Shan, berhenti dulu. Cari toilet Shan, kebelet nih” pinta Raihan.

”Hadeuh” Gus Fashan kesal.” Nanti di rest area aja, tanggung."

”Gila, gue pengennya sekarang. Lu mau gue pipis disini Shan, di mobil lu yang tercinta ini" ancam Raihan. Dan Gus Fashan akhirnya menepikan mobilnya.

Gus Fashan dan Raihan keluar dari mobil, Gus Fashan mengunci mobilnya dan mencari toilet.

”Tuh di sana tuh” tunjuk Gus Fashan.

”Ya udah gue ke sana dulu” Raihan pamit dan Gus Fashan mengangguk.

Gus Fashan diam menunggu, tatapan tertuju pada kios yang menjual berbagai macam boneka, Gus Fashan tersenyum dan langsung teringat pada adiknya Fara. Gus Fashan melangkah masuk untuk memilih boneka, jika hanya Fara yang dibelikan. Pasti Fahira dan Faiza iri, akhirnya Gus Fashan memutuskan untuk membeli tiga boneka. Gus Fashan memilih boneka beruang, berwarna pink. Supaya adil. Dia membayar dan membawa tiga boneka itu keluar. Saat hendak memasukkan dompet ke kantong celananya, dompetnya dirampas seorang pria.

”Ish" Gus Fashan sontak meletakkan bonekanya, dan berlari untuk mengejar jambret itu. Jambret masuk ke dalam gang, Gus Fashan terus memperhatikan dan mengejarnya. Jambret itu memakai jaket berwarna merah.

”Hei!" Teriak Gus Fashan frustasi, jambret itu berbelok ke gang sempit dan bertabrakan dengan seseorang.

”Buta lu!” bentak gadis itu. Jambret itupun tidak perduli dan kembali berlari, gadis itu juga sedang berlari menghindari kekasihnya. Dia hendak berlari lagi Gus Fashan memeluknya dari belakang, menahan gadis itu dan mengira dia lah jambret nya karena jaketnya sama-sama berwarna merah.

”Balikin dompet saya" tegas Gus Fashan. Gadis itu terkejut dada ranumnya di tekan, Gus Fashan juga kaget. Bagaimana bisa seorang pria memiliki dada empuk dan besar begitu, Gus Fashan langsung melepaskan cengkeramannya dan gadis itu mundur menjauh.

” Asstaghfirullah umi, Ashan meluk anak orang. Dosa”

Gus Fashan merasa bersalah dan hanya bisa menunduk.

”Kurang ajar” maki gadis itu.

Plak...

Tamparan keras mendarat di pipi kiri Gus Fashan, di pipi yang sering di cium uminya. Gus Fashan tersentak kaget dan mundur.

”Saya minta maaf, saya kira jambret tadi. Saya gak sengaja, maaf" tutur Gus Fashan dan terus menunduk, tak berani dia menatap seorang gadis. Gadis itu kesal dan memegang dadanya.

Kurang ajar nih cowok, untung ganteng...

”Raihanah!” teriak seorang pria, meneriaki nama gadis itu. Gadis itu ketakutan dan mendekati Gus Fashan. Raihanah, gadis cantik berkulit putih, tinggi semampai, dan rambutnya berwarna coklat. Bola mata berwarna hitam kebiruan, ibunya asli Bandung dan ayahnya berasal dari Kanada.

”Tolong saya, saya dikejar pria jahat. Tolong saya mas" pinta Raihanah. Dia panik dan mencengkram dada Gus Fashan." Tolong saya" pinta Raihanah lagi. Gus Fashan mendorong tubuh gadis itu agar menjauhinya.

”Bukan mahram" ketus Gus Fashan dan melangkah pergi, Raihanah mengejarnya dan menarik lengan Gus Fashan.” Minggir”

”Saya mohon mas, tolong saya. Kalau saya kenapa-kenapa, mas juga berdosa karena gak nolongin saya mas. Saya di pukul mas sama dia, tolong saya mas” lirih Raihanah, dia menangis dan sangat takut. Tiba-tiba Hoodie jaketnya di jambak dan rambutnya juga tertarik.

”Ikut" tegas pria itu.

”Lepas, enggak. Aku gak mau!" Teriak Raihanah, dia sesekali menjerit-jerit dan menatap Gus Fashan penuh harap. Gus Fashan tidak tega mendengar jeritan gadis itu, dia berbalik dan melangkah cepat lalu menarik tas selempang Raihanah.

”Jangan ikut campur ya" ucap Kabir.

”Kabir lepas!" Bentak Raihanah, dia langsung bersembunyi di belakang tubuh besar Gus Fashan.” Ini pacar baru aku, lihat otot lengannya. Sekali pukulan saja kamu mati Kabir" tutur Raihanah dan menekan-nekan otot lengan Gus Fashan tapi Gus Fashan menepisnya.

”Dia punyaku” ucap Kabir.

”Dia tanggung jawab ku" tegas Gus Fashan. Kabir mengangkat tangannya, ingin memukul Gus Fashan tapi dia tumbang duluan, saat Gus Fashan menendang kaki pendek nya itu dengan kaki panjang dan kuatnya.

”Aaaa sial" umpat Kabir. Raihanah tersenyum dan terus berlindung di belakang tubuh Gus Fashan. Gus Fashan melangkah pergi untuk segera mencari jambret tadi, Raihanah menendang kaki Kabir dan dia pergi menyusul Gus Fashan.

”Jangan ikuti saya!” tegas Gus Fashan. Tapi Raihanah tetap mengikutinya.” Kemana jambret tadi” ucap Gus Fashan frustasi.

”Aku tahu dimana base camp pada jambret disini, lupakan saja dompet kamu itu. Daripada kamu terluka” ucap Raihanah dan gus Fashan menoleh.

”Di dompet itu ada foto keluarga saya, saudara kembar saya dan adik-adik perempuan saya. Saya gak mau foto itu dilihat pria tadi, saya gak rela” tegas Gus Fashan, dia menyimpan Fahira, Faiza dan Fara sedang tidak memakai kerudung. Gus Fashan tidak mau." Antar saya kesana” pinta Gus Fashan.

Kedua mata indah Raihanah membulat mendengarnya.” Cari mati?” ucap Raihanah.

Gus Fashan tidak perduli dan malah meninggalkannya, Raihanah terus melangkah mengikuti Gus Fashan dan akhirnya dia setuju untuk mengantarkan Gus Fashan.

”Saya antar, tapi janji antar saya pulang.” Rengek Raihanah dan gus Fashan mengangguk.

Raihanah dan gus Fashan terus berjalan cepat, Raihanah sesekali menoleh dan takut Kabir menyusulnya.

Terpopuler

Comments

Liii

Liii

apa kembar tiga?

2023-10-25

0

Liii

Liii

yang kembar tuh Fara sama faira bukan si?

2023-10-25

0

Rinjani

Rinjani

Nida ooo sepupu nya Fashan ooo ternyata kembar ool dompet2 ..Raihanna pa jodohnya

2023-01-18

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Prolog
2 Bab 2: GUS FASHAN
3 Bab 3: Si mata cokelat kebiruan
4 Bab 4: Boneka beruang
5 Bab 5: Kota kembang Bandung
6 Bab 6: Santriwati baru
7 Bab 7: Niat baik
8 Bab 8: Kepulangan seseorang
9 Bab 9: Terpesona
10 Bab 10: Fisik adalah ujian
11 Bab 11: Membuat kue
12 Bab 12: Kecemburuan Zaenab
13 Bab 13: Usaha mendekati Raihanah
14 Bab 14: Tamparan keras
15 Bab 15: Dilarikan ke RS
16 Bab 16: Aku anak haram
17 Bab 17: Sepakat bersama
18 Bab 18: Ikatan suci
19 Bab 19: Orang tua
20 Bab 20: Rencana Honeymoon
21 Bab 21: Honeymoon
22 Bab 22: Aku sayang kamu
23 Bab 23: My first kiss
24 Bab 24: Cemburu
25 Bab 25: Rai sakit
26 Bab 26: Lahir dan batin
27 Bab 27: Cincin lamaran
28 Bab 28: Raihanah kesal
29 Bab 29: Ketahuan
30 Bab 30: Nida
31 Bab 31: Aku minta maaf
32 Bab 32: Jalan-jalan
33 Bab 33: Gadis yang sama
34 Bab 34: Disidang
35 Bab 35: Curiga
36 Bab 36: Bahagia tapi juga iri
37 Bab 37: Tangisan abi
38 Bab 38: Galak dan Tegas
39 Bab 39: Pernikahan
40 Bab 40: Kebahagiaan
41 Bab 41: Sepi
42 Bab 42: Kabar bahagia
43 Bab 43: Aku maafkan
44 Bab 44: I love you
45 Bab 45: Suara yang dirindukan
46 Bab 46: Wajahnya sekuntum bunga
47 Bab 47: Pujaan hati
48 Bab 48: Terapi
49 Bab 49: Keturunan
50 Bab 50: Berdamai dengan situasi.
51 Bab 51: Hadiah
52 Bab 52: Sebentar lagi
53 Bab 53: Noah
54 Bab 54: Anakku Rai
55 5ab 55: Menantu tersayang
56 Bab 56: Kue kacang
57 Bab 57: Keputusan untuk berhenti
58 Bab 58: Pesonanya kembali
59 Bab 59: Lemah untuk bertahan
60 Bab 60: Surat darinya
61 Bab 61: Merindukannya
62 Bab 62: Menerima
63 Bab 63: Kembali
64 Bab 64: Hadiah dari ayang
65 Bab 65: Noah datang
66 Bab 66: Khawatir
67 Bab 67: Laki-laki Sholeh
68 Bab 68: Keluarga fenomenal
69 Bab 69: Gus emosi
70 Bab 70: Flashback
71 Bab 71: Panik
72 Bab 72: Hamil
73 Bab 73: Terkuak
74 Bab 74: Pertemuan keluarga
75 Bab 75: Nenek nitip
76 Bab 76: Reuni
77 Bab 77: Belanja
78 Bab 78: Kisah cinta Faradila
79 Bab 79: Ngidam bikin emosi
80 Bab 80: Mie ayam bakso
81 Bab 81: Love you utun
82 Bab 82: Pisah ranjang
83 Bab 83: Baju bayi
84 Bab 84: Jalan-jalan ngaco
85 Bab 85: Bunga dan coklat
86 Bab 86: Sakit
87 Bab 87: Persalinan
88 Bab 88: Rumah tangga
89 Bab 89: Aku hukum kamu
90 Bab 90: Si cantik
91 Bab 91: Sekolah
92 Bab 92: Oleh-oleh
93 Bab 93: Pesta pernikahan
94 Bab 94: Kembali ke Indonesia
95 Bab 95: Senyuman tipis
96 Bab 96: Tempat terakhir
97 Bab 97: Status mulia
98 Bab 98: Wafi Muzammil
99 The End
Episodes

Updated 99 Episodes

1
Bab 1: Prolog
2
Bab 2: GUS FASHAN
3
Bab 3: Si mata cokelat kebiruan
4
Bab 4: Boneka beruang
5
Bab 5: Kota kembang Bandung
6
Bab 6: Santriwati baru
7
Bab 7: Niat baik
8
Bab 8: Kepulangan seseorang
9
Bab 9: Terpesona
10
Bab 10: Fisik adalah ujian
11
Bab 11: Membuat kue
12
Bab 12: Kecemburuan Zaenab
13
Bab 13: Usaha mendekati Raihanah
14
Bab 14: Tamparan keras
15
Bab 15: Dilarikan ke RS
16
Bab 16: Aku anak haram
17
Bab 17: Sepakat bersama
18
Bab 18: Ikatan suci
19
Bab 19: Orang tua
20
Bab 20: Rencana Honeymoon
21
Bab 21: Honeymoon
22
Bab 22: Aku sayang kamu
23
Bab 23: My first kiss
24
Bab 24: Cemburu
25
Bab 25: Rai sakit
26
Bab 26: Lahir dan batin
27
Bab 27: Cincin lamaran
28
Bab 28: Raihanah kesal
29
Bab 29: Ketahuan
30
Bab 30: Nida
31
Bab 31: Aku minta maaf
32
Bab 32: Jalan-jalan
33
Bab 33: Gadis yang sama
34
Bab 34: Disidang
35
Bab 35: Curiga
36
Bab 36: Bahagia tapi juga iri
37
Bab 37: Tangisan abi
38
Bab 38: Galak dan Tegas
39
Bab 39: Pernikahan
40
Bab 40: Kebahagiaan
41
Bab 41: Sepi
42
Bab 42: Kabar bahagia
43
Bab 43: Aku maafkan
44
Bab 44: I love you
45
Bab 45: Suara yang dirindukan
46
Bab 46: Wajahnya sekuntum bunga
47
Bab 47: Pujaan hati
48
Bab 48: Terapi
49
Bab 49: Keturunan
50
Bab 50: Berdamai dengan situasi.
51
Bab 51: Hadiah
52
Bab 52: Sebentar lagi
53
Bab 53: Noah
54
Bab 54: Anakku Rai
55
5ab 55: Menantu tersayang
56
Bab 56: Kue kacang
57
Bab 57: Keputusan untuk berhenti
58
Bab 58: Pesonanya kembali
59
Bab 59: Lemah untuk bertahan
60
Bab 60: Surat darinya
61
Bab 61: Merindukannya
62
Bab 62: Menerima
63
Bab 63: Kembali
64
Bab 64: Hadiah dari ayang
65
Bab 65: Noah datang
66
Bab 66: Khawatir
67
Bab 67: Laki-laki Sholeh
68
Bab 68: Keluarga fenomenal
69
Bab 69: Gus emosi
70
Bab 70: Flashback
71
Bab 71: Panik
72
Bab 72: Hamil
73
Bab 73: Terkuak
74
Bab 74: Pertemuan keluarga
75
Bab 75: Nenek nitip
76
Bab 76: Reuni
77
Bab 77: Belanja
78
Bab 78: Kisah cinta Faradila
79
Bab 79: Ngidam bikin emosi
80
Bab 80: Mie ayam bakso
81
Bab 81: Love you utun
82
Bab 82: Pisah ranjang
83
Bab 83: Baju bayi
84
Bab 84: Jalan-jalan ngaco
85
Bab 85: Bunga dan coklat
86
Bab 86: Sakit
87
Bab 87: Persalinan
88
Bab 88: Rumah tangga
89
Bab 89: Aku hukum kamu
90
Bab 90: Si cantik
91
Bab 91: Sekolah
92
Bab 92: Oleh-oleh
93
Bab 93: Pesta pernikahan
94
Bab 94: Kembali ke Indonesia
95
Bab 95: Senyuman tipis
96
Bab 96: Tempat terakhir
97
Bab 97: Status mulia
98
Bab 98: Wafi Muzammil
99
The End

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!