"Kau pikir kau bisa bersembunyi dariku Laurin?"
Lelaki tampan nan gagah itu menggeleng sembari berkacak pinggang. Ia sedang marah dengan adiknya yang telah kabur dari rumah bahkan tanpa membawa apa pun.
"Kakak tidak akan mungkin membiarkan kamu pergi. Lalu bagaimana bisa kamu kabur hingga melahirkan."
Lelaki itu mengusap wajahnya kasar. Ia merasa bersalah juga sangat menyesal. Apalagi kini ia tahu jika keponakannya dibawa pergi oleh seseorang yang tidak dikenal. Keadaan tidak memihak padanya ketika dua orang suruhannya kembali ke rumah sakit untuk menjemput bayi Laurin sudah dibawa pergi. Beruntungnya lagi, Nadin tidak menuliskan alamat lengkap di mana ia tinggal.
Laurin kembali terisak.
"Kakak kan, yang bilang akan membawa bayiku ke panti asuhan. Laurin pikir itu akan benar-benar Kakak lakukan."
"Bodoh!" bentak lelaki di depannya.
Ruangan mewah dan megah itu hanya dipenuhi oleh suara isak tangis Laurin. Satu minggu ia melarikan diri dan sekarang semuanya menjadi sia-sia saat mengetahui kebenarannya.
"Kakak mana mungkin tega melakukannya, Laurin. Kau adalah harta paling berharga untukku setelah mama dan papa." Ia mendesah kasar. "Maaf, waktu itu aku hanya terbawa emosi," lanjutnya menyesal.
Laurin mengusap wajahnya. Masih setia memeluk guling di atas tempat tidurnya.
"Temukan putriku, Kak! Temukan dia! Aku yakin kau bisa menemukan tempat tinggal Nadin," pinta Laurin dengan penuh harap.
Kembali ia meneteskan air mata. Tidak sanggup saat mengingat putrinya yang terus menangis ketika berada di rumah sakit. Kini ia membayangkan bagaimana keadaan bayi mungil itu ditangan seorang wanita asing yang bahkan belum pernah memiliki anak.
Pikiran Laurin mulai dipenuhi oleh kecemasan dan kekhawatiran. Hal-hal buruk akan keadaan baby Laura mulai bergantian bertegur sapa.
"Kak Zayn, temukan putriku!" lirih Laurin yang disusul oleh suara isak tangis.
Ya ... lelaki tampan bak seorang pangeran itu tampak iba melihat kondisi adiknya. Selain rasa bersalah yang cukup besar, ia pun juga merasa tidak tega melihat keadaan adiknya yang terpuruk akibat ulahnya.
Zayn menghela napas berat. Ia harus menebus kesalahannya. Perlahan melangkah menghampiri dan duduk di sisi ranjang. Ia tak sanggup mendengar tangisan itu untuk kedua kalinya setelah kepergian kedua orang tuanya. Cukup erat ia melingkarkan tangan merengkuh tubuh adiknya sembari mengusap punggung perlahan.
"Tenanglah! Kamu baru saja melahirkan. Biar Kakak yang akan mencari dan membawa Laura kembali," bisik Zayn.
***
Ketika di suatu tempat sedang merasakan kecemasan dan kekhawatiran, di tempat lain di sebuah rumah mewah terdengar suara tawa yang menghidupkan seisi rumah.
Sosok bayi mungil berada dalam dekapan bi Marni sedang menjadi sebuah tontonan bagi seluruh anggota keluarga. Nadin, Randy, bi Siti, dan pak Joko. Mereka semua tampak begitu senang dengan adanya penghuni baru di rumah tersebut.
Mereka sedang duduk melingkar di ruang keluarga dengan bi Marni. Ada bi Siti dan pak Joko yang duduk di bawah. Sedangkan Nadin dan Randy duduk di samping bi Marni.
"Masya Allah ... ini beneran keturunan bule. Cantik pisan ...," ujar bu Siti.
"Iya, cantik sekali. Tapi Non, apakah temennya Non Nadin tidak akan mencari bayinya?
Nadin menggeleng saja sambil sesekali mencium pipi bulat baby Laura.
"Kak, sudahlah! Dia merasa risih dengan ciuman Kakak," ucap Randy menggoda.
Bi Marni dan yang lain hanya bisa menahan tawa. Pasalnya Nadin tampak begitu gemas dengan bayi tersebut.
"Ah ... aku gemas sekali melihatnya." Nadin menanggapi sembari mengusap pipi bulat kemerahan milik baby Laura.
Nadin tampak sedang berpikir sesuatu hal. Ia sedang gelisah juga merasa tidak tenang selama dua hari ini. Tidak ada sedikit saja informasi yang dapat ia gunakan untuk menghubungi Laurin untuk memberikan kabar mengenai baby Laura.
"Ah ... kalau membicarakan mengenai ibunya. Aku sendiri juga bingung, Pak Joko. Dia tidak meninggalkan informasi apa pun saat meninggalkan ruangan. Hanya berpesan pada perawatnya jika bayi ini hanya boleh aku yang membawanya pulang," jelas Nadin. Ia tampak begitu dalam menatap sosok bayi mungil di sampingnya.
"Aku berharap dia bisa menemukan tempat tinggalku. Kasihan baby Laura jika terlalu lama berjauhan dengan ibunya."
Cukup tenang suasana malam itu. Ke empat penghuni rumah turut mengiba setelah kemarin mendengar cerita Nadin saat bayi itu baru sampai di rumah.
"Lalu, bagaimana jika ibu sama bapak datang kemari, Non? Apakah mereka tidak akan berpikir macam-macam?" tanya bi Siti.
Nadin hanya tersenyum dan menggeleng.
"Astaga Bi, ibu sama ayah tidak akan mungkin menuduh Kakakku macam-macam. Aku akan selalu menjaganya," sahut Randy dengan nada tidak suka.
"Ah ... Den Randy. Kan, Bibi cuman nanya."
Nadin terkekeh pelan.
"Sudahlah! Kalian tidak perlu khawatir. Untuk beberapa bulan ke depan mereka tidak akan datang berkunjung. Sebab ibu sedang fokus untuk bercocok tanam."
Mendengar penuturan dari sang kakak, sontak Randy tertawa bahkan terbahak. Ia masing mengingat bagaimana susahnya seorang pengusaha yang memilih beralih profesi menjadi seorang petani.
"Astagaa ... kakak, sungguh aku ingin sekali pulang ke sana suatu hari nanti."
Nadin menggeleng.
"Kau ini, seharusnya kamu itu bangga. Di masa tua mereka menghabiskan waktu untuk melakukan hal positif daripada untuk menghamburkan uang," tutur Nadin menanggapi perkataan sang adik yang meremehkan kegiatan kedua orang tuanya yang tinggal di jepang.
"Iya Kak, aku hanya bercanda. Tapi memang, jika disuruh memilih tinggal di sana dan di sini, aku lebih suka di sini," ucap Randy jujur.
"Suatu saat kita juga akan tinggal di sana, Ran meski usaha ayah berada di sini," tutur Nadin.
Randy terdiam. Memang benar apa yang dikatakan oleh kakaknya. Meski ibunya berdarah Indonesia bahkan ayahnya juga memiliki usaha perhotelan di sini. Tetap suatu saat nanti mereka akan pulang ke Jepang. Tepatnya di Yamagata pulau Honshu.
Kehidupan kedua orang tuanya cukup jauh berbeda semenjak tinggal di sana. Tidak ada kemewahan yang biasanya dilakukan oleh sang ibu. Hanya ada celemek dan juga sarung tangan untuk mengisi waktu dan menjadi keseharian mereka.
"Bibi jadi kangen sama pak Hiro dan bu Ajeng," ujar Siti.
"Saja juga," imbuh pak Joko.
Nadin hanya tersenyum. Pasalnya ia tahu bagaimana kedua orang tuanya itu bersikap selama ini. Hingga membuat para pekerja di rumahnya layak untuk dijadikan keluarga. Kini sudah satu tahun lamanya pasangan paruh baya itu meninggalkan kediaman rumah mewahnya yang berada di ibukota Jakarta. Memilih untuk tinggal di kampung halaman Hiro dibesarkan setelah kepergian sang ayah kala itu.
"Non, sebaiknya baby Laura kita tidurkan saja. Ini juga sudah malam," tutur bi Marni membuyarkan lamunan mereka semua.
Nadin pun mengangguk. "Ah ... baiklah, Bi."
Beranjak wanita cantik itu. Mengambil alih baby Laura dengan sangat hati-hati. Segera Nadin melangkah menuju kamar baby Laura yang berada di samping kamarnya. Ia sungguh merasa sangat bahagia atas kehadiran bayi tersebut. Ada hiburan baru yang membuatnya lebih bersemangat ketika pulang dari kampus.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
༄༅⃟𝐐Dwi Kartikasari🐢
kok q sudah ngelike ya ..apa q udah baca sebelum nya
🙈🙈🙈
2021-12-20
1
Vera😘uziezi❤️💋
❤️❤️❤️❤️❤️😘❤️❤️
2021-01-08
3
maura shi
pasti ada salahfhm saat kejadian kecelakaan ramon&ortunya dulu
aah semoga misterinya dpt terpecahkn
2020-12-10
2