Seorang wanita baru saja keluar dari sebuah ruangan tempat nya bekerja. Berjalan perlahan dengan menjinjing tas di salah satu tangannya. Wanita itu sesekali tersenyum serta menganggukkan kepala saat menjumpai mahasiswa yang menyapa.
"Sore Bu ...," sapa seorang mahasiswa.
"Sore," balasnya.
Sosok wanita cantik yang begitu sempurna. Ia adalah Nadin Alia syahir. Salah satu dosen super cantik yang juga menjadi idola para dosen pria juga mahasiswa di kampus tempatnya mengajar. Sudah 2 tahun ini ia telah menjadi dosen di salah satu Universitas swasta favorit di Jakarta.
Nadin adalah sosok wanita yang cukup mandiri dari segala kesempurnaan yang dimiliki. Bahkan setelah kedua orang tuanya tinggal di Jepang 1 tahun yang lalu. Ia hanya tinggal bersama dengan sang adik.
Sebenarnya kedua orang tua Nadin memaksa agar ia ikut pindah ke Jepang, akan tetapi Nadin tidak mau karena ia sudah merasa nyaman dengan pekerjaannya, begitu pula dengan adiknya yang teguh untuk ikut tinggal bersama di Jakarta dengan alasan untuk menjaga dan menemani kakaknya.
Saat langkah telah habis menyusuri koridor kampus. Nadin berbelok arah untuk menuju parkiran mobil khusus. Tidak lama setelah itu Nadin menghentikan langkahnya. Sebuah mobil mewah berwarna hitam memenuhi sorot mata. Segera Nadin merogoh sesuatu dari dalam tas.
Beep ... Beep ...
Suara berasal dari mobil mengudara yang diikuti oleh lampu mobil yang berkedip. Nadin pun masuk ke dalam. Bukannya segera menyalakan mobil dan pergi dari Kampus, wanita cantik dengan dandanan sederhana itu tampak sibuk membuka tasnya sekali lagi dan mencari sesuatu di dalam sana. Setelah mendapatkan apa yang sedang dicari, wanita berambut panjang itu segera melakukan apa yang ingin dia lakukan. Menghubungi seseorang melalui ponsel yang baru saja diambilnya.
"Halo ... Randy kamu jadi pulang bareng Kakak, tidak?" tanya Nadin setelah mendengar suara seseorang dari seberang sana.
Nadin melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah pukul 4 sore, batinnya.
"Gak jadi Kak. Aku ada janji sama temen mau maen bentar," jawab Randi yang membuat Nadin menghela napas.
Ada harap yang ingin dijadikan nyata. Pada awalnya, Nadin berharap jika acara berbelanja sore ini ada yang menemaninya. Kali ini keberuntungan sedang tidak memihak padanya.
Sebenarnya wanita itu tidak perlu repot-repot untuk mengurusi urusan rumah apalagi berbelanja kebutuhan sehari-hari. Hanya saja ia tadi pagi sudah terlanjur berjanji pada bi Marni untuk menggantikan berbelanja sebab wanita tua itu sedang tidak enak badan.
"Baiklah kalau begitu. Jangan pulang terlalu malam, ya!" tutur Nadin.
"Iya ... Kakakku Sayang," balas Randy sembari menyuguhkan tawa renyah.
"Hem ... hati-hati!" balas Nadin yang juga ikut melebarkan bibir juga menggeleng kecil mendapati sikap adiknya.
Setelah Nadin mengakhiri panggilannya. Dengan segera ia mulai menyalakan mesin mobil dan membawa benda beroda empat itu melesat menuju Mall terdekat.
***
Langit kemerahan sudah tak nampak lagi. Nadin sudah puas mengajak kedua kakinya berkeliling dengan sesekali membuka buku catatan keperluan rumah.
Entah berapa banyak uang yang sudah wanita cantik itu habiskan. Hal itu terbukti dari banyaknya barang belanjaan yang kini sedang dibawanya. Nadin melangkah menuju mobil sedikit tergesa sebab kedua tangannya sudah mulai kram. Tidak menyangka jika hasil beberapa jam dihabiskan untuk memilih barang di dalam gedung bertingkat akan menjadikan dirinya benar-benar kelelahan.
Raut wajahnya tampak lelah namun, itu tak membuatnya mengeluh. Pasalnya ia sendiri yang menawarkan diri untuk berbelanja menggantikan bi Marni. Setelah perjalanan dilalui cukup berat, akhirnya ia sampai juga di depan mobil miliknya. Tidak ingin menunda waktu, Nadin buru-buru memasukkan barang belanjaannya ke dalam bagasi mobil.
"Huuuft ... capeknya," gumam Nadin sambil merenggangkan kedua tangannya.
Baru saja Nadin menutup pintu bagasi dan ingin segera masuk ke dalam mobil. Namun, langkahnya tertahan kala ia tak sengaja melihat sosok wanita dari kejauhan. Wanita itu berjalan tertatih sembari memegangi perutnya, ya ... perutnya yang buncit.
Nadin masih setia menatap sosok wanita tersebut. Ia sedang meyakinkan dirinya akan keadaan wanita tersebut. Merasa ada sesuatu yang tidak beres, segera Nadin berlari kecil menuju di mana sosok perempuan yang tadi dilihatnya berada. Dengan jantung yang masih bekerja sedikit cepat, ia mencoba untuk mencari tahu meski dapat dipastikan jika keadaan wanita hamil itu sedang tidak baik.
"Mbak ... Mbak tidak apa-apa?" tanya Nadin panik.
Wanita yang sedang membungkukkan sedikit tubuhnya itu menoleh ke samping, menatap sosok wanita tidak lain ialah Nadin yang berdiri di sampingnya. Nadin pun sama halnya. Cukup tertegun sejenak menatap wajah cantik dari wanita asing yang bukan darah keturunan orang Indonesia.
Masih dalam keadaan yang sama dengan wajah yang menahan sakit, wanita itu menjawab pertanyaan Nadin.
"Sepertinya saya mau melahirkan. Tolong bawa saya ke rumah sakit!" jawabnya terbata.
Nadin mematung menatap wanita itu. Peluh bercucuran membasahi kening wanita hamil, membuat Nadin merasakan jantungnya semakin berdegup kencang. Ia bingung dan juga takut. Belum pernah dirinya melihat dan menangani kejadian semacam ini sebelumnya. Sejenak Nadin memutar lehernya ke segala arah. Berharap ada orang lain yang dapat membantunya dalam menangani wanita tersebut.
"Ba-baiklah! Mari saya bantu." Nadin menuntun wanita hamil sambil kembali berujar, "Mobil saya ada di sana." Ia menujuk satu titik tempat di mana mobilnya berada.
"Apa Mbak hanya sendiri, di mana keluarga Mbak?" tanya Nadin kemudian untuk memastikan keadaan.
"Iya, saya hanya sendiri." balasnya singkat.
Hanya sekilas menatap wajah cantik yang tampak kacau. Sebenarnya, Nadin merasa aneh terhadap wanita hamil itu. Namun, melihatnya sedang menahan sakit ia tidak akan sanggup mengacuhkannya.
***
Nadin mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit terdekat. Sesekali Nadin melirik ke samping. Masih menyimpan segudang keanehan pada wanita hamil yang sedang ditolongnya. Bagaimana tidak, di mana suami dan keluarganya, kenapa membiarkan wanita yang tengah hamil untuk jalan- jalan sendiri. Apa mereka tidak khawatir?
Pikiran Nadin sedang bekerja. Berbagai pertanyaan telah berkumpul di kepalanya. Namun, bibir seakan kelu hanya untuk bertanya. Ia tidak bisa berpikir dengan baik karena keadaan. Sebab wanita itu terus merintih dan menangis, bahkan juga menjerit, membuat Nadin semakin panik dan tak menghiraukan rasa penasarannya.
"Sabar ya, Mbak. Sebentar lagi kita sampai."
Nadin berbicara sambil mengusap bahu wanita tersebut. Mencoba untuk menenangkan keadaan.
"Sakit sekali ... eeeeuuuhhhhh ... hhuuuuuhhh ... hhhuuuuuhhh ... hhhuuhhh." Terus saja mengatur napasnya untuk menahan sakit. Kedua tangannya mencengkram apa saja yang bisa digenggam.
Setelah 20 menit perjalanan, pada akhirnya mobil yang dikendarai oleh Nadin telah sampai di salah satu rumah sakit terdekat. Nadin segera turun dari mobil, berlari kecil mengitari mobil guna membantu wanita hamil itu keluar dari mobilnya.
Tidak disangka jika kedatangannya sudah disambut baik oleh dua orang perawat yang keluar dari pintu UGD.
"Kenapa ini, Bu?" tanya salah satu perawat.
"Tolong Mbak ini! Sepertinya dia akan melahirkan," jawab Nadin sekenanya.
Salah satu perawat dengan sigap berlari mengambil brankar dorong. Dua orang perawat kini datang membawa benda tersebut. Nadin ikut membantu wanita tersebut naik ke atas sana.
"Ibu ini sudah mengalami pecah ketuban," ucap salah satu perawat pada dua perawat lain.
"Iya ... kalau gitu biar saya panggilkan dokter Rena," ucap perawat yang lain sembari berjalan cepat mengambil arah berlawanan.
Nadin menatap pada kaki wanita yang ada di atas brankar dorong. Dengan rintihan yang mengusik telinga, kini ia baru menyadari jika ada cairan kental yang mengalir dari pangkal paha wanita tersebut.
***
Nadin kini terlihat sedang duduk sambil bersandar di sandaran kursi tunggu. Terdengar embusan napas frustrasi. Beberapa jam yang lalu ia habiskan waktu untuk merasakan ketegangan. Mulai dari keputusan dokter yang mengharuskan wanita hamil itu operasi, di sisi lain tidak ada anggota keluarga yang bisa dihubungi dan satu sisi lagi wanita hamil tidak menjawab pertanyaan Nadin mengenai keluarga dari wanita hamil tersebut.
"Bagaimana bisa wanita itu keluyuran malam-malam? Apalagi dengan keadaan mengandung dan tidak membawa apa pun. Bagaimana keluarganya jika tahu keadaannya?" Nadin terus bermonolog dengan perasaan kacau.
"Apa mungkin ia kabur dari rumah? Ataukah korban pencurian?" Nadin menggeleng, "astaga, tidak. Jangan berpikir macam-macam, Nadin. Berdoa saja semoga operasinya lancar. Saat ini kaulah yang bertanggung jawab atas wanita itu."
Nadin terpaksa harus mewakili kewajiban keluarga dari wanita hamil tadi untuk mengurusi segala sesuatu mencakup biaya administrasi hingga sebagai penanggung jawab.
Kembali ia mengembuskan napas. Mencoba untuk tenang di tempat duduk. Mungkin semua rasa penasarannya bisa ia tanyakan besok.
Semoga saja wanita itu dan bayinya selamat dan sehat. Aku akan menunggunya hingga dia melahirkan, batinnya.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
༄༅⃟𝐐Dwi Kartikasari🐢
lanjut
2021-12-20
0
Violet Agfa
visual cwO eee ggaK cCok kak
2021-04-28
0
Rahmawaty❣️
visualnya cocookk ahhhh😍😍
nadin cantikkkk bangettt..
2021-03-19
0