Gombal

“Duduk tegak, Ailena! Jangan seperti hewan yang tidak bisa di atur!”

“Kepalamu jangan menunduk, Ailena! Tegak, dan berkharisma. Kau harus seperti itu!”

“Ailena!”

“Ailena!”

Hoah, aku bosan sekali mendengar omelan Duchess yang sedari tadi terus saja mengomentari segala hal yang kulakukan. Hadeh, bayangin aja, ya kali mau minum juga harus tegak, terus minumnya pelan-pelan. Aku udah kehausan loh, masa harus begitu?

Belum lagi ini perutku udah keroncongan dari tadi. Belum di kasih asupan sedikitpun. Selain teh yang rasanya pahit-pahit ketir ini. Astaga, sabar, Ailena.

“Ibu, sudahlah. Ailena kan masih kecil, jadi wajar saja.” Fallden datang, dan duduk di sebelahku.

Aku menghela nafas, kemudian tersenyum bahagia menatapnya. Bagus Fallden! Hehe ....

“Dia masih kecil?” tanya Duchess. Seketika aku kembali diam, dengan posisi amat tegak. Aku takut, coy. Kabarnya Duchess adalah seorang ksatria wanita yang amat menjunjung tinggi kecantikan dan juga ketrampilan. Yah, tidak aneh sih sebenarnya. Karena dia wanita, jadi harus menjunjung tinggi hal itu. Tapi, aku. Aku ini bukan wanita tulen loh. Aku ini setengah lelaki. Yang kalau kesel bakal nendang orang lain.

Fallden menganguk, mengambil gelas yang berisi teh milikku, kemudian meminumnya. Tehnya pasti langsung manis! Aku bersorak girang dalam hati. Melihat teh ku yang di minum oleh Fallden.

“FALLDEN!”

Aku menunduk takut, melirik Fallden yang malah terlihat seperti menahan senyum. Kemudian tertawa. Anehnya Duchess juga tertawa. Em, ini sebenarnya ada apa? Aku siapa? Tiba-tiba aku amnesia woi.

“Sayang.” Seluruh perhatian langsung berpindah pada sosok lelaki berbaju zirah yang saat iki tengah merentangkan tangannya, meminta di peluk. Tapi oleh siapa?

Seketika aku menoleh, menatap Duchess yang sedang tersenyum bahagia. Duchess bangkit kemudian memeluk tubuh pria itu erat. Kakinya bahkan sampai menempel di pinggang pria itu. Hiks, apa tidak berat?

“Kau lama sekali!”

Aku mengedipkan mataku berulang kali. Siap, sepertinya aku terkena mantra jahat.

Boleh pingsan sekarang gak? Rasanya aku gak tahan lihat ke uwuan di depanku ini. Terlebih lagi, kenapa pria itu tidak takut memeluk Duchess? Hei, Duke galak loh. Kata pelayan disini, waktu Fallden memeluk Duchess. Duke sampai uring-uringan dan tidak mau makan sebelum Duchess yang memberikan makan.

Kok udah kaya guguk ya?

“Ayah, apa kabar?”

Ok, aku blank. Jangan bilang, itu Duke? Hiks, jika iya. Seharusnya aku memberikan hormat kan? Iya kan? IYA KAN?!

“Beri hormat, kepada tuan Duke.” Aku menunduk, menatap lantai-lantai takut. Sial, pasti leherku akan putus saat ini juga.

“Seperti yang kau lihat. Dan, ya.” Aku mendongak, menatap Duke bingung. Duke hanya diam, kemudian membawa Duchess pergi dari hadapan kami. Kemudian ke ruangan sebelah, yang jaraknya sama sekali tidak jauh dari kami.

“Sayang, aku lapar sekali loh.”

“Hm, hm, hm.”

“Sayang! Aku ngambek nih!”

Seketika aku pengen boker njir. Suer, suara Duke yang dibuat manis-manis gitu bukannya buat keliatan mesra malah bikin jijik. Terlebih lagi, ini Duke loh?! Ini orang yang dikabarkan memiliki kekuatan, iblis. Dan setauku, iblis tidak punya perasaan.

Kok bisa begini sih woe?!

“Abaikan saja mereka. Jangan kau dengarkan. Kasihan telingamu yang kecil itu.”

Aku menoleh menatap Fallden yang saat ini memainkan ujung rambutku. Sambil sesekali menciumnya.

Euh, entah kenapa aku merinding melihat perlakuan Fallden yang terlihat sangat aneh ini kepadaku. Padahal baru tadi malam loh dia ngata-ngatain aku. Sekarang kok udah kaya kucing gini, sama aku? Wah, gak beres nih.

Tanganku terulur mengusap keningnya. Tidak panas, lah kok, “Kau tidak sakit, kan Fallden?” tanyaku khawatir. Fallden menggeleng, menatap mataku dalam.

Sejak kapan manik mata Fallden terlihat mempesona seperti ini woi? Aku sampai ingin mencolok mata Fallden kemudian mengambil kedua bola matanya. Ok, abaikan saja kalimat yang terakhir. Karena aku tidak sekejam itu.

“Jangan tatap aku, Fallden.”

“Matamu membuatku ingin membunuhmu, dan itu membuatku frustrasi.” Gumamku jujur. Setidaknya agar Fallden menghentikan tatapannya. Itu saja.

“Kau frustasi?”

Aku menganguk.

“Kau ingin membunuhku?”

Aku menganguk, lagi.

“Kau ingin mengambil bola mataku?”

Aku menganguk. Hei, capek loh. Ngangguk terus!

“Kau menyukaiku?”

Aku menganguk.

“Kalau begitu, kau boleh membunuhku.”

Aku mengang—EH?! Yang bener saja woi?!

Sontak aku langsung berdiri, menatap Fallden tajam. Duh, rambutku ternyata ada yang tercabut.

“Jangan asal berdiri seperti itu, Ai. Lihat, rambutmu sampai tercabut seperti ini.” Fallden meraih tubuhku, kemudian mengusap kepalaku lembut. Yang entah kenapa, membuat rasa sakit yang tadinya ada, sekarang hilang entah kemana.

Tiba-tiba Fallden menarik tanganku, dan mengarahkannya ke kepalanya sendiri. Dan, kejadian tak terduga pun terjadi.

FALLDEN MENARIK RAMBUTNYA MENGGUNAKAN TANGANKU SENDIRI WOI?! YA TUHAN, TOLONG AKU. AKU TIDAK INGIN MENINGGAL DAHULU. HUHUHU, BISA BAHAYA KALAU DUKE TAU AKU MENARIK RAMBUT ANAK KESAYANGANNYA.

“Fa-Falden.”

Nafasku terasa sangat sesak sekarang. Kulihat di ujung sana, Duke berdiri diikuti dengan Duchess yang juga berdiri. Mereka berjalan ke mari. Hiks, Fallden jahat. Kau membuat kematianku semakin cepat!

Aku kutuk kau! Semoga kau tergila-gila padaku! Kemudian membenci sang tokoh utama wanita itu! Agar kau sakit hati! Hue, Mama. Bagaimana ini?!

“Fallden?”

“Ailena?”

Glup. Aku menelan salivaku kemudian menatap Duke dan Duchess ketakutan. Pandangan mereka tajam. Setajam belati yang baru di alas. Seketika aku merasa menjadi tikus yang akan disantap oleh Sekumpulan kucing liat di sini.

Oh, Tuhan. Aku takut, hiks.

Duke mengarahkannya tangannya ke arahku. Aku sontak memejamkan mataku, takut jika Duke mencekik leherku.

“Hebat. Baru kali ini ada orang yang bisa menarik helai rambut, Fallden.”

“Menarik. Dan asal kau tau, aku pernah menjambak anak ini. Yah, agar istriku mengabaikannya, tapi sayangnya tidak bisa. Kau tau? Rambutnya seperti tidak ingin di lepas. Aku sampai ingin memotongnya menggunakan pedang waktu itu.”

Ok, aku ilfeel. Aku segera menatap Duke tidak percaya. Di belakang sana, Duchess tersenyum lirih. Menghela nafas kemudian mengusap kepalaku pelan.

“Hah, aku tidak percaya, anak angkat ku ternyata obat dari kutukan penyihir itu. Huh, aku sangat bersyukur untuk itu.”

Di kutuk? Heh maksudnya apa? Di novel, Fallden sama sekali tidak terkena kutukan apapun. Melainkan tokoh utama pria lah yang terkena kutukan. Lah, ini kok udah hancur begini?

Jadi ingatanku selama di dunia asli, sia-sia dong? Kalau ternyata lembar-lembar ceritanya sudah berubah. Hadeh.

“Ayah, biadap.” Gumam Fallden. Seketika kami menoleh, menatap Fallden yang menatap Duke cemburu plus kesal. Kemudian menarikku menjauh dari tubuh Duke. Matanya menatap tajam Duke, seperti ingin membunuhnya. Kemudian menatap Duchess dengan pandangan penuh arti.

Duchess menganguk, kemudian melambaikan tangannya.

“Jangan lupa pakai pengaman, Fallden. Kami tidak ingin memiliki cucu, sebelum Ailena merayakan ---“

Kyaaa! Apa yang mereka katakan? Ini memalukan woi?!

Aku langsung menatap Fallden yang saat ini tengah tersenyum smirk menatapku. Tangannya, memeluk pinggangku posesif. Tanpa aba-aba, kemudian menggendongku.

Aku terkejut, lalu mengalungkan tanganku ke lehernya. Sial, kenapa jadi panas begini?!

“Kau lucu.”

Aku menunduk, dalam gendongan Fallden. Aku menaruh kepalaku pada dadanya. Kejar, namun lembut. Detak jantungnya berirama kencang sekali. Aku sampai ingin tertawa mendengarnya.

“Jantungmu berdetak cepat sekali.” Kekeh ku. Fallden terdiam kemudian tersenyum.

“Jantungku hanya tidak wajar, denganmu.”

Seketika rasanya aku ingin blushing. Kata-kata Fallden entah kenapa terasa amat manis di telingaku. Tidak, bukan hanya di telingaku saja. Tapi di hatiku juga. Kata-katanya sudah seperti penggombal handal.

“Gombal!” Aku tersenyum malu-malu dalam pelukannya.

“Apa itu gombal?”

Sial, padahal aku tadi lagi senang-senangnya loh. Dasar Fallden, tidak bisa romantis!

“Pembual.” Jawabku ketus. Fallden terkekeh, mengecup hidungku, kemudian menatap ke depan tajam.

“Aku tidak berbual. Faktanya memang seperti itu. Aku keturunan iblis, dan tidak memiliki detak jantung.”

“Hanya denganmu aku bisa merasakan memiliki jantung.”

Ok, seketika aku ingin terbang ke langit saat ini.

“Heh.” Aku menatapnya ‘tak percaya. Tapi dia hanya diam, sembari mengecup kepalaku saja.

He-hei! Kau, kau, kau, KAU BUAT AKU BAPER, HUWA!

Aku menjerit kegirangan dalam hati. Memeluk tubuh kekar Fallden kemudian menghirup bau tanah basah yang sangat menyengat dari tubuhnya.

Aku tidak tau kalau dia suka wewangian seperti ini. Tapi, entah kenapa aku merasa sangat tenang menghirupnya. Rasanya semua bebanku hilang di bawa angin, sampai rasanya aku ingin tidur disini. Aku mengantuk.

“Tidurlah. Kita masih jauh, lagi.”

Bagai tersihir. Aku menganguk dalam pelukannya. Rasa aman ini membuatku tak ingin melepas Fallden. Yah, semoga saja aku dan Fallden tidak terkena penyakit kelainan. Semoga saja.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!