Robert

Aku menatap jendela kamarku bosan. Sedari tadi ada sosok berbaju jirah mengawasiku. Untung kalo ganteng, lah ini. Mukanya aja gak keliatan, ck!

“Hei,” aku memanggil sosok itu. Sosok itu diam tidak menyahut.

Eh, setan! Aku manggil kau, loh! Kurang ajar!

“Hei, kau yang sembunyi di belakang pohon sana. Aku minta tolong dong, sampaikan pada tuanmu, Si Robert, Robert itu supaya dateng berkunjung ke Faviliun ku. Disini sepi sekali loh. Aku bosan!” mengadu sedikit tidak masalah kan?

Lagipula sepertinya sosok itu suruhan Archduke yang kabarnya tukang selingkuh. Yah, walaupun tukang selingkuh, kalau ganteng mah, ya gak papa.

“E-eh.”

Ku lirik sosok itu sebentar. Gelagatnya aneh, tiba-tiba bergetar, tiba-tiba bergidik, kemudian tiba-tiba menunduk ketakutan. Hei, sosok itu memang plin-plan kah? Atau bagaimana? Kok aneh gitu.

“Anda bisa melihat saya?”

Pertanyaan gak wajar. Ya bisa lah! Orang kau manusia. Kaki masih menapak di tanah. Ya kalo menapak di udara, baru kau bisa bilang begitu!

“Tentu saja. Kau kan manusia.”

“Tapi saya sudah menggunakan mana, agar jejak saya tidak ketahuan.” Gumam sosok itu rendah. Aku menyerngit. Ini cowok apa gimana njir? Suara serak tapi kok kek suara anak ayam di film si kembar botak?

Kecil banget, woi.

“Ngomong apa sih? Kok pelan banget.”

“Ti-tidak ada. Saya permisi, Nona.” Pamit sosok itu sebelum menghilang. Aku menaikan bahu acuh. Yaudahlah yang penting dia udah kasih tau ke si Robert. Dan semoga aja besok si Robert, Robert itu datang. Hehe, lumayan kan. Asupan pagi hari.

Aku tersenyum, membayangkan esok. Ketika Robert datang dan menyambutku dengan senyuman super manis miliknya. Hah, rasanya malam ini aku sangat bahagia. Selamat tinggal, malam hari! Dan aku menunggumu pagi hari!

Aku menyeruput teh yang ada di depanku malas. Bukan ini yang aku mau. Aku maunya di depanku saat ini Robert, sang lelaki berselir banyak itu yang menyambut pagiku. Bukan si menyebalkan Fallden.

Flashback~

“Bangun, Lena!”

“Oi, bangun! Kau tidak ingin sarapan hah?”

“Ailena, bangun!”

“Woi, rambut keriting. Bangun!”

Sial. Pagi-pagi begini siapa sih yang datang mengganggu, hah?! Padahal aku lagi enak-enak mimpiin cogan tadi loh. Kan, kasihan mimpinya aku tinggalin.

“Apa sih?!” aku langsung duduk, dengan mata yang masih terpejam. Aku masih mengantuk, gays. Maklumin saja.

“Bangun, dasar kerbau!”

Ailena, sabar. Maid disini memang menyebalkan. Tidur saja harus pakai acara berdandan. Jadi mungkin ini salah satu dari mereka. Jadi, ayo tidur lagi.

“Astaga, Ailena!”

Brak!

Aku langsung bangun. Menatap ke sekitar tajam. Pandanganku beradu dengan Fallden yang saat ini sedang menertawai ku. Kesal? Sudah pasti. Tapi sepertinya kesal ku harus di tunda dulu. Karena jujur, InI SILAU woi?!

“Berhenti tertawa!” pekikku tidak Terima. Lantas, aku berdiri dan langsung melompat ke arah tubuh Fallden.

Fallden menangkapku, kupikir ini akan seperti drama Korea, dimana sang cowok akan menangkap sang wanita, tapi karena terinjak sesuatu terjatuh dan akhirnya saling menatap. Tapi sayangnya bukan.

Fallden justru bisa menangkapku. Bahkan saat ini ia menggendongku seperti bayi, yang harus di perlakukan dengan lembut agar tidak menangis. Hei, emang aku selucu itu ya?

“Tubuhmu ringan sekali. Aku jadi ragu kau seorang perempuan. Bagaimana bisa perempuan ringan sepertimu?”

Ekhem, sebelumnya maaf sekali Tuan Fallden terhormat. Tapi, bisakah kau tidak berbicara seperti itu langsung di depan orangnya. Karena itu, sangat menyakitkan.

“Kau mengataiku tidak berbentuk, heh?” ujarku kesal. Tangank merambat ke lehernya, kemudian mencubitnya. Tangan satunya lagi, aku gunakan untuk memainkan rambutnya. Rambut putih yang entah kenapa, sangat lembut. Hah, aku merasa insecure melihatnya.

“Ya.”

Terlalu jujur. Aku tidak menyesalkan itu, karena memang di novel Fallden adalah tokoh yang sangat jujur. Sangking jujurnya, aku sampai enek melihatnya.

Jujur sih boleh. Tapi jangan terlalu jujur juga. Terkadang berbohong itu diperlukan untuk menyelamatkan masa depan.

“Mau minum teh bersamaku?”

“Tapi aku belum mandi,”

“Mandi, ataupun tidak. Kau sama saia,”

Aku menatapnya bingung. “Cantik kan?”

Fallden menggeleng. “Sama saja, jelek.”

Kok jleb yah? Aku jadi teringat salah satu lagu yang pernah terkenal pada masaku dulu.

Hareudang, hareudang, hareudang.

Panas, panas, panas.

“Kau menghinaku, uban. Itu menyakitkan, asal kau tahu.” Gumamku. Tanganku mengelus dadanya lembut. Berpura-pura sakit hati mendengar apa yang diucapkannya.

Eh, tapi bentar deh. Ini kok ada yang mengganjal ya?

Bentar, bentar.

Satu ....

Dua ....

Tiga ....

Empat ....

Lima ....

Enam ....

Tunggu? Masih ada dua lagi? Hoah astaga!

“Sudah puas meraba tubuhku, adik nakal?”

Aku mendongak, menatap Fallden yang saat ini sedang menggigit bibirnya. Ngapain nih anak gigit bibir? Kek orang lagi nahan boker aja. Atau jangan-jangan, emang lagi nahan boker? Wah bahaya nih.

“Hei, kau kenapa, uban? Kau kebelet ya?” tanyaku. Fallden menggeleng. Semakin menggigit bibirnya.

“Sudahlah, ayo minum teh. Aku sudah haus.”

Begitulah singkat cerita, bagaimana kami bisa minum teh bersama dengan si uban.

“Nona,”

Aku berdehem. Menyisir rambutku yang berwarna aneh ini lembut. Wajarkah warna rambut seperti ini? Atau jangan-jangan Ailena yang asli menggunakan pewarna rambut? Soalnya warna rambutnya engga masuk akal menurutku.

Warna matanya juga sama. Bagaimana bisa di dunia ini warna mata bisa beragam. Ada warna merah, kuning, hijau, putih, dan kelabu. Sudah seperti pelangi saja.

“Archadu – ah maksud saya, Sir Robert datang untuk menemui anda.”

Seketika aku menghentikan sisiran di rambutku. Aku menoleh, menatap Luxi sebentar kemudian menganguk.

“Katakan, pada sir Robert. Aku akan segera datang.” Ujarku. Luxi menganguk hormat. Lalu menghilang. Meninggalkan aku yang saat ini sedang mencak-mencak, bahagia karena didatangi oleh pujaan hatiku.

“Hujan rasanya aku bahagia sekali!” Tiba-tiba aku merasa ada berbagai macam bunga mawar yang saat ini tengah mengelilingi ku. Efek jatuh cinta memang seperti ini ya?

“Akhirnya anda datang juga, Lady.”

Aku menganguk. Tersenyum ramah menyambut kedatangan Robert.

Sabar Ailena. Jangan malu-maluin, ok?

“Bolehkah saya meminta sesuatu, Lady?” Robert menatapku dalam. Aku berpura-pura berpikir kemudian menganguk.

“Boleh, apa?”

“Bisakah, Lady menemani saya mengelilingi Faviliun anda? Saya sangat tertarik dengan Faviliun anda, Lady.” Ujarnya hormat. Matanya menatapku hangat, dengan senyuman selebar matahari. Aku terdiam, aku masih mengingat, bagaimana cemburunya Fallden saat ada lelaki yang menatapku. Lelaki itu akan menjadi aneh, dan itu mengesalkan.

Tapi ....

Aku kembali menatap Robert. Mengheoa nafas, kemudian menganguk pasrah. Mana bisa aku menolak pesona cogan

“Terimakasih, My Lady.” Robert membungkuk. Meraih kedua tanganku kemudian mengecupnya sedikit lama. Aku tertegun, menatap kedua tanganku yang dikecup olehnya tidak percaya.

Ini beneran nyata?

Beneran? Woah, aku baper!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!