Waktu menunjukkan pukul 10.20 WIB perkuliahan pertama telah usai. Karena ada tugas yang menumpuk, aku memutuskan untuk ke perpustakaan mencari sumber dari data makalahku. Tapi niat itu aku urungkan ketika melihat Kak Wisnu yang telah menungguku di luar pintu perpustakaan.
“Aku tahu kau akan ke sini, jadi aku menunggumu.” Ia berjalan menghampiriku.
Aku hanya tersenyum mendengar kata-katanya. “Ada apa Kak? Ada yang bisa aku bantu?” tanyaku kemudian berjalan mendekatinya.
“Iya, bisa temani aku sebentar di kantin?” ujarnya dengan tatapan matanya penuh harap. “ada yang ingin aku katakan,” lanjutnya.
“Em… maaf Kak, aku ada janji dengan Kayla.” Aku tak berani menatap matanya.
“Bohong, aku ke sini tadi atas saran dari Kayla. Dia bilang tidak bisa ke perpustakaan hari ini karena ada urusan mendadak.”
“Oh… maaf Kak… tapi…,” aku belum sempat menjawabnya, Kak Wisnu sudah menarikku menuju ke arah kantin. Aku melihat beberapa… oh bukan, banyak pasang mata melihat kami. Aku sungguh tidak dalam suasana yang menyenangkan. Genggaman tangan Kak Wisnu di pergelangan tanganku sungguh erat bahkan sedikit sakit aku rasakan.
“Kak… cukup Kak…! Sudah…! Banyak yang melihat kita,” aku setengah berbisik.
Namun tampaknya ia tidak memedulikan keadaan sekitar. Kami sampai ke meja kantin, setelah memesan minuman yang sebenarnya aku sedang tidak ingin minum apa pun. Kak Wisnu memulai pertanyaannya.
“Ricka, jawab aku, kenapa kau akhir-akhir ini menghindariku?” Ia menatapku lekat-lekat. Aku juga menatapnya, sungguh jantungku biasa saja, tidak ada yang berdetak tak berirama seperti ketika Andra melihatku.
“Aku tidak menghindarimu, Kak,” jawabku perlahan.
“Terus kenapa setiap aku ajak jalan kau selalu menolak? Apa kau sudah punya pacar?”
“Tidak Kak, aku memang sedang tidak ingin jalan dengan siapa pun.”
Samar-samar aku mendengar banyak orang berbisik-bisik entah apa yang mereka bisikkan.
“Apa aku salah bila menyukaimu?” Kata-kata yang sangat tidak ingin aku dengar akhirnya terlontar dari bibirnya.
Aku tercekat, bisik-bisik dari orang-orang yang melihat kami terdengar semakin jelas.
“What?? Mimpi apa dia semalam bisa ditembak Wisnu yang super keren itu?” suara dari seorang mahasiswi berbadan kurus. “Mungkin dia pakai susuk penarik perhatian pria,” sahut teman lain yang berada di sampingnya. Dan masih banyak bisik-bisik yang sangat mengganggu telingaku.
“Maaf Kak, sepertinya momennya sedang tidak tepat.” Aku beranjak dari kursiku.
“Kurang tepat? Sebenarnya apa yang kau inginkan? Kemarin saat aku menemuimu di taman kota, kau selalu mengalihkan pembicaraan. Ketika aku akan menyatakan perasaanku, kau selalu memotong perkataanku. Jika kau tidak menyukaiku, katakan saja. Jangan menghindariku dengan semua perasaan ini yang sangat menyiksaku!”
“Iya, jika aku mengatakannya apa Kakak tidak merasa sakit? Itu yang aku lakukan, karena aku tidak sanggup melihat orang di sekitarku sakit karena aku. Jadi maafkan aku.” Aku berjalan meninggalkannya.
Dia mengejarku. Menarik tanganku sehingga aku terpaksa menoleh ke belakang. “Tolong, katakan saja, aku yakin aku akan baik-baik saja.” Matanya seakan memohon kepadaku.
“Aku hanya ingin berteman saja denganmu, Kak!” Biarpun perlahan tapi aku yakin dia sangat mendengarkan apa yang aku katakan. Ia melepaskan genggaman tangannya.
Kami berdua membisu. Perasaan ini yang sangat aku benci. Selama ini aku selalu menyakiti laki-laki yang menyatakan perasaannya kepadaku. Itulah alasanku selalu memotong perkataan mereka, ketika aku mendapat sinyal mereka akan menyatakan perasaannya. Karena aku takut setelah ini mereka akan menjauhiku, tidak ada lagi pertemanan. Beginilah akhirnya.
“Makasih Rick, aku tahu yang kau maksud.”
“Ini kah yang Kakak inginkan dari aku? Kakak ingin aku memperjelas jawabanku yang bahkan Kakak sebenarnya sudah tahu? Apa Kakak sama seperti laki-laki lain? Setelah mengetahui jawabanku mereka akan begitu saja meninggalkan aku? Aku sungguh tidak menginginkan ini, Kak, aku sungguh tidak berharap pertemanan kita menjadi hancur karena perasaan ini!” Aku menatap matanya tajam.
“Aku beda Rick, aku akan selalu menjadi temanmu. Maaf, tapi untuk saat ini ijinkan aku menjauhimu demi menata kembali perasaanku padamu!” Ia berbalik arah kemudian pergi menjauhiku. Lengkap sudah sekarang. Kak Seno yang beberapa waktu lalu juga sakit hati karenaku, sekarang setiap melihatku dia selalu membuang muka. Bukan hanya mereka yang sakit hati. Aku pun juga merasakannya.
Aku menghela napas panjang, menahan setitik air mata yang hampir tumpah di kedua kelopaknya. Mataku terasa panas. Aku berjalan menjauh dari kebisingan yang telah terjadi sesaat lalu. Sekarang aku benar-benar merasa sendiri. Aku merasa ingin hidup sendiri saja. Jauh dari teman-teman pria yang aku takut menyakitinya.
Aku berjalan menyusuri gang sempit menuju kamar kosku. Dan ternyata anak-anak kos pun mendengar kejadian yang baru saja aku alami. Mungkin sama seperti beberapa waktu lalu, ketika kabar penolakanku pada Kak Seno. Mungkin ini akan menggemparkan seluruh kampus nantinya. Tidak hanya di kalangan mahasiswa, tapi pasti dosen juga akan heboh dengan berita ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Veny 22
Semangat
2020-06-10
0
Sinta Uma Al Haris
elipsis pake spasi ya😘 lanjuut
2020-04-15
0
Yosiana Irma
Hadirrr....
mampir juga di ceritaku #Ternyata kamulah takdirku
2020-04-11
1