Aku melangkah kembali ke kamar pojok, yang ada di dekat kolam ikan itu. Kamar tuan Bagas tentu.
Kamar tuanku yang baru ini berada hampir di luar bangunan utama rumah ini. Bisa disebut paviliun, tapi tidak terpisah secara langsung. Hanya bagian terasnya memang sudah berada di area outdoor bangunan utama.
Begitu aku melewati pintu keluar bangunan utama, aku melihat orang yang aku maksud sedang duduk di kursi roda nya di tepi kolam. Di tangannya terdapat baskom kecil tempat makanan ikan, mungkin dia baru saja memberi makan makhluk air itu, tapi kuperhatikan, tatapan matanya terlihat jauh. Entah apa yang ada dalam pandangannya sekarang.
Ehem.
Aku berusaha menarik perhatiannya tanpa membuatnya terkejut.
"Tuan... " Panggil ku hati-hati. Tetap saja, tuan Bagas nampak sedikit tersentak mendengar suara ku. Dia menggerakkan kepalanya sedikit ke atas.
"Ada apa?" Tanyanya tanpa menoleh. Nada suaranya terdengar sedikit gusar. Aku jadi takut mendengarnya.
"Maaf tuan, saya diperintah nyonya untuk menghadap tuan... " Jawabku. Kulihat dia menggerakkan kursi rodanya memutar menghadap ke arah ku. Sesaat dia menatapku lekat, menerima tatapan itu aku langsung menunduk.
"Siapa namamu?"
"Nurul... "
"Baiklah Nurul... Ayo masuk, akan aku tunjukkan tugas rutin yang harus kau lakukan setiap hari... " Perintah tuan Bagas. Aku mengangguk.
"Maaf tuan, boleh saya... " Ucapku menggantung sambil menunjuk ke arah kursi rodanya. Maksudku, aku meminta izin untuk mendorong kursi itu masuk. Dia mengangguk, aku lalu mendekat dan meraih handle kursi itu. Aku mendorong tuanku masuk ke kamarnya.
...* * *...
Tuan Bagas memberitahu detail tugas yang harus aku lakukan setiap hari. Mulai dari menyiapkan perlengkapan mandi, lalu pakaiannya, sarapannya, serta perlengkapan kerjanya. Eh, ternyata, tuan Bagas walaupun katanya sedang sakit, tapi dia tetap bekerja (sebenarnya dia sakit apa sih?). Kalau kamu jadi aku berani enggak kamu tanyakan hal itu pada tuan Bagas langsung? Kalau aku... enggak!
Aku mana berani tanya "Tuan sebenarnya anda sakit apa sih?" Orang mau menatap wajahnya saja aku cuma berani mencuri-curi. Kalau pas kebetulan pandangan kami bertemu, aku pasti bakalan langsung menunduk dengan jantung yang berdebar cepat seperti orang yang baru lari maraton... 🤦♀️ Tapi bukan berarti aku tidak mencari tahu. Tentu saja aku akan bertanya dan mencari tahu tentang tuanku ini. Pada siapa lagi aku bisa bebas bertanya kalau bukan pada.... Rara... 😆
Malam hari, sepulang Rara dari kampus, dan setelah aku selesaikan semua tugasku, aku pergi ke kamarnya. Seperti biasa, kami bercerita kesana kemari tanpa ada ujung pangkalnya. Hingga kemudian aku cerita kalau aku sudah punya pekerjaan tetap untuk mengurus tuan Bagas.
"Ra... tuan Bagas itu orangnya galak enggak sih?" Tanyaku memulai misi pengumpulan data.
"Aku kurang tahu, Nur. Aku kenal tuan Bagas waktu aku masih kecil. Seingatku, sejak aku masuk sekolah, Tuan Bagas sudah tidak tinggal di rumah ini lagi. Dia hanya datang sesekali ke mari. Tapi sepertinya dia baik kok." Jawab Rara.
"Terus, sebenarnya dia sakit apa? sampai harus pakai kursi roda?"
"Nah... kalau itu, menurut cerita nenek, lebih dari satu tahun yang lalu, dia kecelakaan. Berdasarkan pemeriksaan dokter, sebenarnya secara fisik dia sudah sehat. Hanya saja karena ada otot syarafnya yang terjepit, jadi dia kehilangan kontrol pada kakinya." Jawab Rara.
"Kasihan... apa sakitnya itu tidak bisa disembuhkan?" Tanyaku penuh iba. Ya, kasihan kan. Orang yang sudah terbiasa aktif melakukan berbagai hal, tiba-tiba harus terikat di kursi roda.
"Kemungkinan bisa... " Jawab Rara.
"Lalu, kenapa tidak diupayakan?" Potongku penasaran. "Kalau yang aku lihat di film-film ... orang kaya, kalau ingin sembuh, keluarganya sampai membawa pasien berobat ke luar negeri, ke Singapura... ke Jerman... " Sambung ku sambil mengingat adegan-adegan di film yang sering aku tonton bersama Rara.
"Masalahnya... tuan Bagas sudah tidak ingin sembuh..." Jawab Rara membuatku terdiam seketika.
Tidak ingin sembuh? kenapa? Di mana-mana orang sakit itu ingin sembuh. Ini kok malah enggak mau sembuh, terus mau sakit terus gitu? Apa enaknya sakit?
"Kenapa?" Akhirnya keluar juga pertanyaan itu dari mulutku.
"Entahlah, sepertinya tuan Bagas malah tidak mau hidup juga rasanya... " Jawab Rara dengan nada iba bercampur kesal.
"Kenapa?" Aku bertanya lagi. Kali ini aku benar-benar penasaran dibuatnya. Ada ya, orang yang tidak ingin hidup? Rara menghela nafas.
"Begini ceritanya..." Ujar Rara sambil membenarkan posisi duduknya senyaman mungkin. Dia duduk bersila diatas kasur, tangannya meraih sebuah bantal yang dia taruh di pangkuannya.
"...Menurut cerita yang aku tahu, Tuan Bagas dulu punya kekasih, mereka sudah berpacaran lama bahkan sudah bertunangan.
Entah apa yang terjadi dengan hubungan mereka, tahu-tahu aku dengar mereka putus. Lalu, tersiar kabar kalau tunangan tuan Bagas itu katanya selingkuh dengan sahabat tuan Bagas sendiri... " Kata Rara sambil kembali menghela nafas panjang, tanpa sadar aku ikutan menghela nafas panjang.
"Lalu...?" Tanyaku sambil menatap wajah Rara.
Rara yang semula bercerita sambil mempermainkan bantal yang ada di pangkuannya tiba-tiba menatapku.
"Penasaran ya...?" Tanyanya sambil menyeringai jahil. Helehh! Bikin senewen banget. Udah tahu penasaran, masih tanya lagi. Aku yang semula sudah mulai terhanyut dengan cerita Rara jadi ambyar rasanya.
"Rara...!" Seru ku kesal. Eh, dia malah tertawa kesenengan melihat aku kesal karena penasaran. Akhirnya aku cuma merengut membiarkan dia tertawa sepuasnya. Habis kalau aku desak dia untuk cerita, dia malah akan lebih meledek aku.
"Udah ah, aku mau tidur aja... " Kataku saat dia tidak juga berhenti tertawa. Aku bangkit dari duduk ku di kursi belajarnya,
"Eh, jangan ngambek beneran... " Katanya buru-buru sambil meraih tanganku saat aku sudah mulai melangkah untuk pergi.
"Ih, aku enggak ngambek ya... Cuma sia-sia saja aku disini ngedengerin ketawa kamu yang enggak merdu banget... " Jawabku asal. Eh, dia malah ketawa tambah kencang mendengar jawaban ku. Aku sudah mau melangkah lagi tapi Rara tidak melepaskan cekalannya di tanganku.
"Ya... iya... aku ceritain deh..." Kata Rara kemudian sambil menarik ku untuk duduk di kasur di sampingnya.
Sambil setengah merengut (masih pura-pura kesal) 🤭 aku duduk di kasur menyamping menghadap ke Rara. Aku tidak bicara apa-apa, tapi aku pasang ekspresi wajah yang menunjukkan, kalau aku siap pergi kalau Rara masih terus tertawa. Rara menutup mulutnya dengan sebelah tangan, lalu dia menarik nafas berusaha meredakan tawanya.
"Gini... gini... Cerita sebenarnya aku kurang paham... aku pernah tanya ke nenek soal ini, tapi nenek bilang, cukup tahu yang kamu perlu tahu, selebihnya abaikan atau pura-pura saja tidak tahu...
Yang aku tahu, sebelum kecelakaan itu, tuan Bagas mau menyusul tunangannya yang katanya mau pergi ke luar negeri dengan selingkuhannya. Tuan Bagas ngebut ngejar penerbangan yang mau membawa tunangannya itu. Cuaca sedang jelek. Hujan sangat deras membuat jarak pandang sangat terbatas. Dasar sial, bukannya sampai ke bandara, tuan Bagas malah sampai ke unit gawat darurat karena mobilnya menabrak pembatas jalan.
Tuan Bagas mengalami luka yang cukup parah, dia sempat koma beberapa minggu. Untungnya setelah melalui perawatan yang intensif, dia dinyatakan sembuh, hanya saja, untuk kakinya, dia harus melakukan beberapa fisioterapi.
Sayang sekali, setelah mengetahui dia tidak bisa mengejar tunangannya, tuan Bagas patah semangat. Dia malah sempat menyiksa diri tidak mau minum obat. Dia juga tidak mau melakukan fisioterapi itu. Intinya, dia sudah tidak mempunyai semangat hidup lagi.... Sampai beberapa bulan lalu...
...*** bersambung ***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus sabar
2023-04-05
0
pensi
tugas rutin Nurul
2022-03-11
0
🎤K_Fris🎧
up up up karya keren mu thor semangat
2022-03-11
0