Aku mencari Rara di dapur. Tapi aku enggak melihat bayangannya sedikitpun.
"Mbok, lihat Rara enggak?" Tanyaku akhirnya pada mbok Darmi. Mbok Darmi adalah salah satu sesepuh para pelayan di sini. Beliau sudah ikut mengabdi di rumah ini sejak masih kecil dulu. Ya, bisa dibilang teman sepermainan nyonya super besar dulu, walaupun mereka berbeda kasta.
Keluarga mbok Darmi sudah bekerja di keluarga ini turun temurun, makanya walaupun kelas pembantu, mbok Darmi cukup disegani, karena sudah menjadi pembantu kepercayaan keluarga.
Sebagai bentuk rasa terima kasih keluarga tuan Darmawan pada mbok Darmi, anak-anak mbok Darmi disekolahkan sampai perguruan tinggi dan akhirnya mereka (anaknya mbok Darmi) diberi jabatan di perusahaan tuan Darmawan. Begitu, menurut cerita yang aku dengar...
Rara sendiri adalah cucu dari mbok Darmi. Saat ini dia sudah kuliah semester tiga di sebuah akademi keuangan. Karena kesibukannya kuliah, dia yang memang tinggal bersama mbok Darmi di rumah ini, hanya sesekali membantu pekerjaan rumah di sini. Kadang bantu masak, kadang bantu nyapu-nyapu rumah. Dan karena sifatnya cuma membantu, dia tidak mempunyai tanggung jawab khusus. Sama dengan aku ini....
Cuma bedanya, kalau Rara tidak diberi tanggung jawab pekerjaan rumah karena sibuk kuliah, lain dengan aku. Aku ini tidak diberi tanggung jawab khusus, karena aku memang orang baru yang "terpaksa" masuk ke rumah ini.
Aku belum punya tugas pokok yang pasti harus aku kerjakan setiap hari, karena saat aku datang, semua pekerjaan rumah sudah ada yang menangani sendiri-sendiri. Selama tiga bulan ini aku hanya diperbantukan di sana... diperbantukan di sini... pokoknya jadi seksi sibuklah. ☺
Em, kamu pasti bertanya kenapa ada kata "terpaksa" aku masuk ke rumah ini. Siapa yang maksa? Yang maksa aku tinggal di sini adalah keadaan. Gini ceritanya....
Lebih dari tiga bulan yang lalu (menurut cerita yang aku dengar), aku mengalami kecelakaan lalu-lintas yang parah, yang menyebabkan aku lupa akan apapun yang pernah terjadi dan aku alami seumur hidupku ini. Istilah kerennya aku kena amnesia.
Aku enggak tahu dimana rumahku, siapa keluargaku, apa pekerjaanku. Pokoknya aku lupa semuanya. Bisa kamu bayangkan bagaimana bingung dan frustasinya aku menghadapi kehidupan yang serba gelap seperti itu? Mau bertanya, tanya sama siapa?
Yang aku tahu, aku korban kecelakaan sebuah bis yang terperosok jatuh ke jurang. Dari sekian banyak korban cuma aku yang selamat. Walaupun aku mengalami luka-luka, tapi luka di tubuhku ini tidak terlalu parah. Ya, dibandingkan korban lainnya tentu saja.
Bis itu meledak, membakar habis semua bukti yang seharusnya bisa aku gunakan untuk melacak siapa jati diriku sebenarnya. Jangan tanya bagaimana bisa cuma aku sendiri yang selamat, aku sendiri tak tahu.
Beberapa hari, beberapa minggu setelah kecelakaan itu, aku rasanya frustasi sekali. Ingin mengingat siapa aku dan dari mana asalku, malah membuat kepalaku sakit bukan kepalang. Belum lagi rasa sedih dan kesepian yang amat sangat, rasanya seperti memeras hati ini. Sakit sekali. Beberapa lama aku hidup bagai layangan putus. Tidak berdaya tidak bisa melawan kemana arah angin membawaku. Sepi sendiri di tengah luasnya angkasa. Hingga akhirnya aku bertemu dengan Rara...
Kami bertemu di rumah sakit tempat aku dirawat usai kecelakaan. Waktu itu Aku yang sedang termenung sendiri, bingung memikirkan apa yang harus aku lakukan untuk melanjutkan hidup ini, tiba-tiba tanpa sengaja tertabrak oleh Rara yang sedang terburu-buru hendak ke toilet.
"Maaf.... maaf... " Katanya sambil lalu, karena setelah mengatakan itu, dia langsung ngibrit masuk ke toilet. Waktu itu aku cuma terpaku melihatnya berlalu begitu saja setelah menabrak ku. Tapi... ya sudahlah, mau gimana lagi? Masa iya aku harus mengejarnya masuk ke toilet juga.
Beberapa lama aku masih duduk di dekat toilet itu sambil memegang tangkai sapu. Oh iya, lupa kasih tahu. Sebagai ganti biaya perawatanku di rumah sakit, dan biaya makan aku selama tinggal di sana, aku bekerja sebagai OB sukarela.
Ya, disebut sukarelalah, karena aku tidak bisa menuntut gaji yang seharusnya atas hasil kerjaku. Aku bukan karyawan, dan tidak bisa melamar sebagai karyawan di sana. Pikirku, asal aku punya tempat untuk bernaung serta makanan yang cukup okelah. Jangan berpikir untuk senang-senang atau menabung. Asal hari ini bisa bertahan hidup tanpa mengemis aku sudah bersyukur sekali.
Saat aku sedang termenung itu, tiba-tiba terdengar suara yang menyapaku...
"Mbak, maaf ya yang tadi... "
Aku menoleh setengah terkejut. Rupanya perempuan yang tadi menabrak ku sudah keluar dari toilet. Aku mencoba tersenyum.
"Oh, enggak apa-apa kok. Mbak e kebelet ya?" Tanyaku iseng.
"He eh... " Jawabnya sambil tertawa kecil. "Hei, namaku Rara... nama mbak siapa?" Katanya lagi sambil mengulurkan tangan mengajak berkenalan.
"Aku.... " Aku bingung reflek otakku berputar mencoba mengingat siapa aku. Tapi yang ada malah kepalaku sakit bukan main.
"Loh?! Mbak kenapa?" Tanya Rara saat melihat aku mengernyit kesakitan. Tanpa bisa aku tahan, meluncur lah cerita dari mulutku ini. Tentang kecelakaan yang telah menimpaku dan akibatnya. Aku lihat perempuan yang bernama Rara itu mendengarkan ceritaku penuh perhatian.
Saat itu aku baru bisa bercerita dan menangis. Selama ini, walaupun rasanya sedih sekali, aku mencoba tabah dan tegar. Tak ku izinkan air mata ini jatuh. Karena dengan jatuhnya air mata, akan terasa semakin nelangsa aku. Tapi, saat ada seseorang yang bertanya, ada apa denganku? Dan dia begitu penuh perhatian mendengarkan ceritaku. Pertahanan ku hancur. Aku bercerita sambil berurai air mata.
Rara mendengarkan ceritaku dan mencoba memahami penderitaanku tanpa banyak menyela. Dia juga bahkan memberikan bahunya untuk ku peluk dan ku basahi dengan air mata.
"Yang sabar ya mbak... semua ini ujian dari Allah. Dan Allah tidak akan menguji umatNya melebihi batas kemampuannya." Hibur Rara sambil membelai punggungku.
Aku mengangguk meski masih sambil terisak. Ya, aku tahu itu. Aku pernah mendengar tentang hal itu (entah kapan dan dimana), tapi saat menjalankan ujian itu rasanya seperti berat sekali. Terkadang aku berpikir apakah akan lebih baik jadinya jika aku ikut mati bersama korban yang lain? Tapi... kalau kamu mati? Apa yang bisa kamu lakukan lagi?
Rara berusaha menghiburku dengan balik bercerita tentang dirinya. Dia cerita tentang kekonyolan nya yang naksir anak majikan tempat neneknya bekerja.
"... Bayangin mbak. Waktu aku sedang membersihkan kamarnya, tau-tau dia keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk melilit di pinggang. Ampun! Rasanya panas dingin aku melihatnya waktu itu... " Cerita Rara yang sukses membuat aku tertawa membayangkan kejadian itu.
Entah kenapa, hanya dalam waktu yang singkat, kami merasa dekat. Berbagai cerita mengalir dari mulut kami tanpa canggung. Hingga HP nya tiba-tiba berbunyi. Seseorang menelponnya menyuruhnya segera pulang.
"Mbak, aku pulang dulu. Aku tadi pamit cuma sebentar ke sini, cuma mau ambil resep obat untuk nenekku. Sekarang aku harus pulang." Katanya
Ah, sayang sekali dia harus pulang. Aku seperti merasa akan kehilangan teman yang baru saja aku miliki.
"Oh iya, terima kasih sudah mau mendengar ceritaku... " Kataku sendu. Eh, dianya malah tersenyum.
"Jangan sedih mbak. kalau ada waktu, besok aku ke sini lagi menemuimu... " Katanya. Aku tersenyum lagi, tapi sekarang dengan sedikit harapan. Aku senang mendengarnya akan kembali menemuiku.
"Ya, kemarilah. Aku pasti masih di sini... " Jawabku lugas.
Beberapa hari kemudian, aku seperti memiliki sedikit semangat. Kalau aku bangun tidur di pagi hari, aku berharap Rara akan datang berkunjung. Tapi beberapa hari pula aku kecewa. Sampai sore menjelang, Rara tidak juga datang seperti harapan ku. Aku mulai berpikir, aku ini cuma seseorang yang tidak sengaja bertemu dengannya. Kenapa juga aku seperti berharap?
Ya, derita hati yang kesepian. aku hanya ingin punya keluarga. Aku sepi sendiri. Hingga seminggu kemudian, Rara ternyata benar-benar menepati janjinya. Bukan cuma itu. Rara juga ternyata sudah menceritakan kisah ku pada majikannya, dan meminta izin untuk membawaku bekerja di rumah majikannya itu.
Aku senang, majikannya merasa simpati akan kisah ku, dan mengizinkan aku bekerja di rumah mereka, walaupun sebenarnya mereka juga khawatir karena mereka sama sekali tidak tahu apa-apa tentang aku.
Kenapa aku senang dengan tawaran kerja sebagai pembantu di sana? Karena kalau bekerja di rumah (Walaupun hanya sebagian ART) aku akan bertemu orang yang sama yang bisa aku anggap keluargaku setiap hari. Bukan seperti di rumah sakit ini, orang datang silih berganti. Membuat aku harus selalu berbesar hati untuk ditinggalkan. Hari itu juga, Rara membawaku ke rumah majikannya. ke rumah ini.
Di sini aku dipertemukan dengan sekian banyak orang yang tinggal dalam satu rumah besar, lengkap dengan posisinya masing-masing. Di sini juga aku menerima nama baru yang telah dipilihkan oleh nyonya super besar untukku. "NURUL"
Itu namaku sekarang. Nyonya memberiku nama itu, dengan harapan, aku akan menemukan cahaya dalam hidupku, serta menjadi cahaya bagi kehidupan orang lain.
Aamiin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus semangat
2023-04-05
0
selir jansen༻
apakah nantinya Nurul akan ingat siapa dirinya yah
2023-03-16
0
Rama Fitria Sari
sudah mampir ya thor
harap mampir kembali di novel ku
"Kau aku dan kenangan kita" dan "sebening kasih"
2022-06-11
0