Rizal berdiri dan mengancingkan kembali jasnya. Ia sejenak menghirup udara untuk menetralkan hatinya..
Terima kasih kepada nona Sheila yang telah menyampaikan presentasinya di hadapan kita semua. Saya menyukai konsep yang di jabarkan nona Sheila dan saya menyetujui rancangan desain dan tahap-tahap pengerjaan iklan yang ditawarkan. Perusahaan kami akan segera merealisasikan desain itu menjadi sebuah iklan yang mudah-mudahan akan membuat produk baru yang akan di luncurkan perusahaan TR jeans akan sukses di pasar nasional dan internasional seperti yang sudah direncanakan. Untuk selanjutnya pertemuan hari ini akan kita akhiri dengan makan siang bersama sekaligus sebagai penanda di mulainya kerjasama perusahaan kita, dan untuk pertemuan berikutnya saya berharap akan bertemu langsung dengan pimpinan TR jeans. Beliau sudah menghubungi saya secara pribadi dan meminta maaf atas ketidakhadiran beliau hari ini karena masih dalam suasana berkabung. Silahkan di nikmati hidangan hari ini, ucap Rizal mengakhiri ucapannya dan kembali duduk.
Ramon memberi kode kepada pelayan agar menyiapkan hidangan makan siang untuk mereka, karena pertemuan hari ini memang di lakukan di private room sebuah restoran terkenal di kota ini.
Setelah pelayan selesai menghidangkan seluruh menu, mereka segera menyantap hidangan itu dengan hikmat. Hanya keheningan yang mengiringi acara makan siang sebagai akhir pertemuan kerjasama mereka hari ini. Setelah semua selesai dengan makanannya mereka pun membubarkan diri.
Sheila dan Emilia berjalan beriringan keluar dari restoran itu, sementara itu Rizal dan rombongan sudah lebih dulu beranjak dari tempat itu. Emilia yang sudah sejak tadi menahan dirinya untuk bertanya kepada Sheila akhirnya membuka mulutnya.. "Shel, ada apa dengan elo hari ini, sepertinya elo nggak nyaman selama pertemuan tadi?". Sheila tertegun mendengar perkataan teman sekaligus rekan kerjanya itu. Sheila mengira Emilia tidak menyadari perubahan dirinya selama meeting tadi. Tapi Sheila tidak ingin berkata apa-apa atau menjelaskan apapun pada Emilia pada saat ini. Ia terlalu shock dan pertemuan hari ini. "Emm, gak ada apa-apa kok Mil, biasa aja. Gue cuma merasa kurang fit hari ini, kepala gue mendadak pusing. Mungkin efek gue begadang semalam karena mempersiapkan presentasi hari ini, elaknya". "Ooh, gue kira ada sesuatu yang membuat lo gak nyaman". "It's oke gue sudah lebih baik kok sekarang" jawabnya, "gue ke toilet sebentar ya, lu tunggu di depan", ujarnya seraya berbelok ke arah toilet restoran itu.
Sebenarnya Sheila hanya beralasan kepada Emilia agar temannya yang cerewet dan suka kepo itu tidak bertanya yang macam-macam lagi padanya. Sheila hanya mencuci tangannya dan bercermin memperhatikan wajahnya di dekat wastafel yang ada di sana. Setelah berhasil menenangkan dirinya sejenak Sheila berjalan melangkah keluar dari toilet.
Ehm...ehm...suara itu berhasil menghentikan langkah Sheila. Ia mengedarkan pandangan menuju arah suara itu tapi tiba-tiba ia kehilangan kemampuan untuk melangkahkan kakinya kembali ketika melihat Rizal sudah berdiri dengan gagahnya bersandar pada dinding sebuah ruangan yang membatas antara toilet dan beberapa ruanganan lain di restoran tersebut. Rizal memajukan langkahnya sehingga sekarang ia sudah berdiri dengan tegap di hadapan Sheila. Pria itu menatap Sheila dengan tatapan yang sulit di artikan, sementara Sheila hanya menunduk tak berani menatap pria tersebut, lebih tepatnya tidak ingin melihatnya.
"Sebegitu bencinya kah dirimu sehingga kau tidak mau untuk sekedar melihatku", ucap pria itu. Sheila tidak bergeming, ia tak berniat menjawab perkataan pria itu, berharap laki-laki itu hanya bayangan yang tidak nyata dihadapannya sekarang. Ia memilih mengabaikan ucapan pria itu dan berusaha meneruskan langkahnya. Tetapi baru satu langkah ia berjalan pria itu sudah menahan pergelangan tangannya. Sentuhan membuat Sheila membulatkan matanya. "Lepaskan tanganmu dariku", jawabnya tegas. "Aku lepaskan asal kau mau berbicara denganku" jawabnya. "Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan di antara kita", jawab Sheila dingin, "Aku tidak bicara dengan orang asing", Ia mencoba untuk melepaskan tangannya dari Rizal. Pria itu berujar lirih, "Maafkan aku, maaf, bahkan dengan berlutut di hadapanmu pun mungkin tidak akan membuatmu untuk memaafkan kesalahanku tapi sungguh aku memohon maaf dengan tulus padamu". Sejenak Sheila tertegun, pria angkuh ini meminta maaf padanya, tidak mungkin itu hanya triknya, kesadaran Sheila kembali. "Sungguh selama beberapa tahun belakangan ini aku tidak hidup dengan baik. Aku sangat merasa bersalah padamu dan keluargamu, tapi saat itu posisiku sangat sulit. Kau tau, aku dipaksa oleh papa...aku..., cukup Tuan Rizal yang terhormat, aku tidak punya urusan lagi denganmu..Sheila menghentakkan tangannya dengan keras sehingga tangan itu terlepas dan ia segera beranjak dari tempat itu..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
🇵 🇦 🇳 🇩 🇦🐼
tulisan nyatu gtu pov nya ga jelas
2022-04-13
0
Jumadin Adin
masih misteri
2022-04-07
1
YuWie
sampe bab ini menarik u dibaca lanjut...walo msh misteri. ada apakaha seila dan rizal
2022-04-02
3