Berbincang di Sosial Media.

"Cinta adalah penyakit yang tidak ada kebaikan dan balasannya."

~Ali bin Abi Thalib ~

Setiba di apartment, Alina mencari keberadaan Wanda, terlihat sahabatnya itu ketiduran di depan laptopnya yang masih menyala. Alina tak ingin membangunkan Wanda, dia berlalu ke kamar pula untuk beristirahat.

Saat membuka ransel, tiba-tiba ingatannya terbayang oleh wajah Foland yang tersenyum. Merasa itu bukan ketidakwajaran lagi, Alina membuyarkan segala pikiran buruknya itu.

"Mulai deh, lemah imannya," gerutu Alina pada Qqdirinya sendiri.

Alina pikir, ia baru saja menyandang status janda, selayaknya ia lebih menjaga marwahnya sebagai seorang janda sekaligus muslimah. Jangan hanya karena pesona pria Italia itu membuat keimanannya goyah sehingga menumbuhkan benih-benih ketertarikannya.

Tidak lama berselang, ada pesan Foland yang menyusup ke telepon genggamnya. Pria itu tampaknya ingin bertanya-tanya lagi tentang kehidupan Islam.

(POV BAHASA INGGRIS)

"Kamu sudah sampai ? Aku masih menunggu mu,"

Isi pesan Foland. Alina hanya membacanya tapi tak berniat membalas pesan itu.

Ting!

"Kamu istirahat saja dulu, jika sudah punya waktu luang, aku akan lebih banyak menanyakan tentang Islam kepada mu,"

Tulis pesan Foland lagi. Tampaknya pria itu sangat berhati-hati dalam membentuk kedekatan dengan Alina. Dia paham, memperlakukan perempuan berhijab yang sepantasnya. Foland sangat menghargai perempuan muslimah yang berhijab seperti Alina, bahan dia berniat mencari pendamping hidup yang juga mengenakan hijab.

"Maaf, Foland. Aku tidak bisa balas chat kamu, aku tidak mau konsentrasi ku buyar hanya karena kamu," lirih Alina yang juga berusaha mengenyahkan segala rasa penasaran terhadap Foland.

Ting!

Ketiga kalinya telepon genggam Alina berdering, Alina mengira pesan itu dari Foland lagi, ternyata bukan. Pesan itu dari salah satu teman kerjanya di World Pen yang sebagai pelayanan pelanggan redaksi. Temannya itu mengatakan bahwa ada seorang pria yang menanyakan keberadaan Alina sekaligus meminta letak keberadaannya bertugas.

"Aufar ..itu pasti dia, kenapa dia belum bisa menerima kenyataan?" gumam Alina kesal.

Alina yakin menghadapi sikap Aufar yang terus-menerus mengejarnya menjadi tugas terberat dalam merangkai masa depan sendiri. Dia tahu kepribadian Aufar yang begitu kukuh jika menginginkan sesuatu, termasuk ingin memiliki kembali Alina.

Alina merasa tak ingin tinggal diam, dia harus bertindak memperingatkan Aufar agar tak mengganggunya lagi. Alina membuka blokir nomor kontak mantan suaminya itu lalu menelponnya.

Aufar yang saat itu sedang mengerjakan tugas kantor, mata berbinar melihat panggilan Alina yang terpampang di layar ponselnya.

"Assalamualaikum, sayang .. akhirnya kamu membuka blok juga," ujar Aufar penuh kebahagiaan.

"Apa kau masih punya malu?" tanya Alina yang sudah lelah menghadapi sikap Aufar yang demikian.

"Sayang, sampai kapanpun aku akan perjuangkan kita, dan anak kita, aku tidak akan menyerah," sahut Aufar yang sudah kebal dengan penolakan Alina.

Alina tertawa mengejeknya lalu berkata, "Aku kasihan dengan Rin, tentu dia tersiksa batin oleh tingkah laku suaminya yang memang tidak puas hanya satu istri, jadi tolong cari wanita lain saja untuk kau kejar, jangan ganggu aku kalau kamu masih punya malu."

Alina mengakhiri panggilannya tanpa mendengar balasan kata Aufar. Dia termasuk perempuan yang jarang berkata kasar, tapi karena kelakuan Aufar yang acap kali mengusiknya sehingga Alina tak mampu mengendalikan rasa kesalnya.

Tidak lama berselang, ada pesan suara dari Foland.

(POV Bahasa Inggris)

"Maaf jika menganggu, apakah aku bisa menanyakan tentang Islam padamu sekarang juga?"

Alina yang tadinya mengabaikan tercetus hatinya untuk melayani obrolan Foland. Dia pun mengirim pesan suara dengan mengatakan "Ya" kepada Foland.

"Apakah menurut mu hubungan antara pria itu akan bertahan lama jika di dasari cinta? Mengapa Islam melarang kita untuk pacaran? Apakah pernikahan bisa bertahan jika kita belum saling mengenal sebelum menikah?"

Isi pesan suara Foland mengukir senyuman kecil di wajah Alina. Dia sudah percaya bahwa Foland sangat-sangat ingin mengetahui kebaikan dibalik hal-hal di haramkan Islam. Alina pun membalas pesan suara itu lagi dengan menjelaskan berbagai kalimat yang mudah di pahami.

"Islam melarang pacaran karena kebaikan seseorang itu sendiri. Allah, Tuhan kami sangat menjaga kesucian para hamba-nya, dengan pacaran ada banyak aktivitas yang merugikan didalamnya, terutama kaum perempuan. Ada berapa banyak perempuan yang merugi karena melepaskan harga dirinya hanya atas dasar cinta pada pasangannya, mencintai seseorang itu untuk memenuhi kebaikannya, bukan malah memperburuknya.

Jika kamu bingung dengan pernikahan yang tak bisa bertahan lama karena tidak pacaran, berarti kamu menganggap orang-orang yang pacaran sebelum menikah bisa langgeng sampai tua. Cinta itu fluktuatif, hati manusia bisa berubah-ubah, di pernikahan ada banyak godaan, mengandalkan cinta tak dapat menjamin kebahagiaan seseorang, tak dapat menjamin kita bisa selamanya bersama, karena cinta bisa propoganda, seseorang bisa mencintai dua orang sekaligus, tetapi jika pernikahan di dasari ibadah, kita takut dengan Tuhan, takut melanggar segala aturan pernikahan, maka kita akan memilih menetap dalam pernikahan suci itu karena takut akan Allah, bukan hanya takut kehilangan pasangan.

Sebelum kamu ingin mengenal lebih jauh hambanya, kenali dulu Tuhan, sebelum kamu mencintai makhluknya, kenali dulu cinta Tuhanmu, jauh lebih besar dari apapun."

Foland mengusap dadanya sendiri mendengarkan penjelasan Alina. Tubuhnya gemetaran dengan kalimat-kalimat Alina yang memang benar, itu jawaban yang ia cari selama ini. Hubungannya dengan Kesia yang ia jalani bertahun-tahun lamanya hanyalah aspek memuaskan nafsu birahinya, dan itu merugikan dirinya, terlebih lagi Kesia.

Dia pun tahu, tak ada rasa cinta terhadap Kesia. Segala yang ia kerjakan dengan Kesia hanya kebutuhan saling menguntungkan satu sama lain. Keduanya hanya menggunakan simbiosis mutualisme.

Foland merasa minder dengan kecerdasan Alina, ia malah tak dapat membalas pesan suara itu lagi. Foland merasa sudah terlalu buruk untuk mendekati Alina, perempuan itu pantas mendapatkan sosok yang terbaik, pikirnya.

Alina pun tahu, saat itu Foland sedang memikirkan segala yang telah dilaluinya,

" Jika kamu membenarkannya, berarti kamu sudah menemukan titik hidayah itu," gumam Alina.

***

Rin terkapar di sofa, dia sudah terlalu mabuk karena menghabiskan tiga botol minuman sekaligus. Anggi yang bersamanya berusaha membopong sahabatnya itu keluar dari klub. Tubuh Rin terasa berat karena kandungannya sudah lima bulan. Alhasil Anggi meminta para keamanan untuk membantunya membopong Rin masuk kedalam mobil.

"Alina sialan!" Rin mengumpat dari alam bawah sadarnya.

"Udah, ah. Jangan teriak melulu, ntar lagi kebencian Lo bakalan terbayar," sergah Anggi.

Anggi tak membawa Rin ke rumah Aufar, dia takut jika Aufar mengamuk melihat tingkah laku istrinya yamg sedang hamil itu. Sementara ponsel Rin tak henti berdering, Aufar tak henti meneleponnya karena sejak siang Rin tak ada di rumah. Berkali-kali panggilan Aufar diabaikan oleh Anggi, sampai pada akhirnya Anggi merasa harus meredam kekhawatiran suami sahabatnya itu.

"Kamu dimana sekarang?" tanya Aufar yang mengira itu Rin.

"Aku bukan Rin, aku Anggi, Far."

"Loh, kok kamu yang angkat, Rin mana? Ini udah tengah malem tapi belum pulang, mana pergi tanpa izin lagi," protes Aufar. Dia merasa tak di hargai oleh Rin karena istrinya itu pergi tanpa meminta izin darinya.

"Rin, udah tidur, Far. Kami minta maaf, soalnya dia gak mau kali ganggu Lo kerja," jelas Anggi berbohong.

"Sekarang ada dimana? Saya mau jemput istri saya, dia harus pulang."

Anggi pasrah, ini sudah resiko Rin karena pergi tanpa meminta izin suaminya, Anggi pun mengirimkan alamat rumahnya kepada Aufar.

we 3eKarena rumah Anggi tidak terlalu jauh dari rumah Aufar, pria itu pun sudah tiba dengan wajah yang bertekuk.

"Rin mana?" tanya Aufar

Anggi mengarahkan nya ke ruang tamu. Betapa terkejutnya Aufar itu melihat keadaan istrinya yang tak berdaya karena mabuk, seluruh tubuh Rin berbau alkohol.

"Rin!" Aufar mengecam tindakan Rin. Saat itu Rin sedang mengandung, dilakukan Rin dapat membahayakan janinnya.

Aufar mengepal tangannya, dia menoleh ke arah Anggi yang takut kena imbas oleh kemarahan Aufar.

"Urus dia malam ini, aku bisa membunuh dia karena kelakuannya jika membawanya ke rumah," kata Aufar berusaha mengontrol emosinya yang ingin ia luapkan ke Rin.

Aufar pergi dari rumah Anggi tanpa membawa istrinya, dia dipenuhi rasa kecewa karena Rin tak merubah sifatnya meninggalkan kehidupan malam.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!