"Sejauh mana kakimu melangkah, takdir akan membawamu pada yang telah di tetapkan. Jangan mencari cinta, karena cinta tahu kemana arahnya berlabuh."
Alina saat itu telah bersiap-siap menuju ke tempat tujuan pertama kepenulisannya. Bersama Wanda, dia menaiki bis umum menuju Piazza Navona. Wajah berseri-seri menyeringai keduanya, karena mereka tahu, hal positif di dapatkan berawal dari diri sendiri. Memberi senyuman pada diri sendiri dan orang di sekitar, cara merapikan hati yang duka.
"Setelah sampai di sana, lanjutkan tugasmu ya," ucap Wanda.
"Iya, Da. Jangan khawatir, aku bisa kok menangani diriku sendiri," sahut Alina.
Tidak lama kemudian, bis itu memberhentikan mereka di halte yang tak jauh dari Piazza Navona. Alina segera turun, meninggalkan Wanda yang menyemangatinya dari atas bis.
"Kamu pasti bisa," teriak Wanda tanpa sadar. Membuat para penumpang lainnya mengarahkan semua pandangan kepadanya.
Alina hanya menggelengkan kepala, dia mulai menelusuri jejak-jejak sejarah di Piazza Novano. Bangunan yang mencatat sejarah Romawi kuno di akhir abad-15. Membawa kita mengenali Tuhan dengan melihat proses waktu yang telah berlalu. Betapa luasnya bumi Allah, ketika hati hanya diam pada satu titik yang membuatnya lelah, maka dengan membuka mata di sejarah di Piazza Novano adalah cara terbaik kita merenungkan semuanya.
Alina tiba di Fountain of the Four Rovers, kameranya mulai menangkap setiap momen di tempat itu. Tangannya pun tak henti menuliskan hal apa saja yang tertangkap oleh sorotan matanya. Buku catatan kecil itu telah di penuhi untaian kalimat tentang sejarah Kota Roma.
Fountain of the Four Rovers di bangun 1648 hingga 1651, suatu keajaiban waktu yang bersejarah hingga di bad-21 ini. Alina memotret empat patung putih yang terbuat dari marmer, patung yang setinggi lima meter itu adalah simbol air kehidupan yang mewakili empat sungai terkenal di dunia : Sungai Nil, Gangga, Danube, dan Rio de La Plata.
Saat itu musim dingin, namun suasana di tempat itu cukup ramai. Liburan musim ini membuat salah satu monumen sejarah Romawi itu menjadi salah satu destinasi wisata para turis lokal dan mancanegara.
Namun tiba-tiba sekumpulan pria bergaris wajah tegas menabraknya dari arah belakang. Alina terjatuh, kamera ,dan buku catatannya pun turut pula terjatuh menemaninya.
"Are you okay?" tanya pria itu pada Alina.
"It's okay," sahut Alina seraya memungut barang-barangnya kembali.
Pria memiliki bola mata biru itu mengulurkan tangan kanannya untuk membantu Alina berdiri. Karena merasa tak perlu, sehingga Alina malah mengabaikannya.
*Terjemahan bahasa Inggris*
"Maaf, tadi tidak sengaja," ucap pria itu lagi.
Dia menatap Alina dengan seksama. Ah, wajah itu tidak asing baginya, tetapi dia sulit mengingat dimana ia bertemu dengan wanita muslim itu.
"Iya, saya yang salah, tadi berjalan mundur." Alina masih tak mau melihat wajah pria itu, dia hanya menyibukkan diri membenahi kameranya.
"Kamu dari Indonesia atau Malaysia?" tanya pria itu.
Alina baru menatap dengan jelas, dia hanya menjawab lewat anggukan. Menatap wajah pria rupawan itu buat dia kurang percaya diri, Alina segera membuang pandangan .
"Sepertinya kamu tidak asing," ucap pria itu berusaha mengingat wajah yang familiar di hadapannya.
"Benarkah?" tanya Alina.
"Iya, sepertinya kita pernah saling bertemu, tapi dimana, aku juga lupa," ucap Foland berusaha mengingat-ingat.
"Mungkin salah orang, ada banyak perempuan muslim mengisi kota ini," sahut Alina.
Pria itu mengangguk, di balik belahan kemeja terbuka, sekilas Alina melihat tato di dada bidang pria berahang kukuh itu. Tanggapan buruk mulai menerpa pikiran Alina, namun segera ia enyahkan sebab tak berhak menilai buruk seseorang dengan cepat.
"Kamera kamu masih bisa di gunakan?" tanya pria itu lagi.
"Saya cek dulu," Alina mengecek kameranya. Syukur, tak ada kerusakan pada salah satu senjata travelingnya.
Pria itu mengulurkan tangan kanannya, "Namaku, Foland."
Alina terhenyak. Dia kembali memandangi secara seksama, ingatan Alina tersingkap oleh pria yang mengejarnya di media sosial. Ya, tidak salah lagi, pria itu Foland. Salah satu anggota army di Negara Itali. Pria yang tak henti mengatakan ingin hijrah lewat pesan-pesan singkatnya. Ah, secepat itukah Allah mempertemukan dua sosok hambanya? kata hati Alina bersua.
Bergetar, itulah yang menyeruak di dada Alina. Pria itu tak henti memandanginya seakan-akan mengingat sesuatu.
"Kalau begitu, saya pamit." Alina pamit dari pria bertubuh tinggi itu.
Tak ada kata pelepasan, pria itu malah termangu di kebingungannya. Sulit berkata untuk mencegat Alina lebih lama.
"Apakah dia, Alina ..?" Foland bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
Lelah menerka-nerka, pria itu kembali bergabung pada rombongan keluarganya yang semakin jauh. Alina sejenak membalikkan badan, dia melihat langkah Foland menjauh pula darinya. Tercetus di benaknya, pria seperti itukah yang ingin mendapatkan hidayah, semua pesan-pesan di kirimkan padanya sellau saja membuat hatinya tergerak untuk membantu Foland.
"Ya Allah, semoga dia meyakinkan diri," Gunma Alina melihat Foland yang sempat terhenti karena melihat Alina pula.
Foland yang sedang bertugas mengawasi para keponakannya, sudah tak memfokuskan lagi pikirannya pada pertanyaan yang terlontar padanya. Raut wajah Alina tak henti menggangu di pelupuk matanya.
"Kenapa harus ku lepaskan, seharusnya ku manfaatkan waktu tadi," gumam Foland menyesal.
Sejam berkeliling di Piazza Novano, Alina duduk di bangku yang tak jauh dari air mancur La Fountana Del Moro, meski lelah Alina tetap menuliskan hal-hal yang bisa menjadi materi tulisannya.
Namun tergerak hatinya untuk membuka ponsel, dia melihat kembali pesan-pesan Foland. Dia merasa agak sombong memperlakukan Foland demikian, mengacuhkan kalimat pria yang ia rasa cukup sopan itu.
'Ya, tak ada salahnya.mebantu Foland mencari jati dirinya,' lirih hati Alina.
Dia membuka blokir itu kembali, memberi peluang Foland untuk berinteraksi lagi dengannya. Bukankah suatu pahala bila memberi seseorang sedikit saran dalam upaya mencari kebaikan, pikir Alina.
Air mancur La Fontana Del Moro menjadi saksi pertama pertemuan dua sejoli itu. Dua hati hamba yang sedang dalma kekosongan. Mencari makna kehidupan lewat sisi ujian yang begitu dahsyat mengguncang batin.
'Ada seutas kata yang belum tersampaikan, ada banyak kisah yang masih tertunda, kisah itu belum usai, hanya saja cinta yang pergi secara diam-diam hanyalah persinggahan semata, seperti sejarah yang akan di kenang, namun harus terlewati seiring berjalannya waktu.' Catatan kecil Alina di buku merah mudanya.
"Alina, Allah tahu kapan kamu berduka dan kapan kamu bahagia," ucapnya pada dirinya sendiri.
Energi luar biasa kembali menyergap tubuh Alina langkahnya kian gesit menjelajah seluruh area Piazza Novano. Iringan hati yang penuh semangat mewarnai harinya saat itu, meski cuaca masih agak mendung di Roma.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
Heryanti Syamsu
pertemuan pertama,,,
2021-11-23
0
🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠
ah mereka akhrnya ketemu utk pertama kalinya
slalu pegang prinsip jgn lihat buku dr covernya sblm membacanya Al 🤗👍
smoga lewat dirimu lah hidayah menyapa folland...
semangat up nya ka AQ suka ceritanya👍💪🤗
2021-11-22
1
Pangeran Matahari
semangaaat kk...
salam dari menikahi istri amanah kakak
2021-11-22
0