Mentari bersinar semakin cerah, menandakan pagi yang semakin siang Monika bergegas menuju ke parkiran dirumahnya untuk mengambil sepeda motor yang akan ia naiki untuk pergi ke kampusnya. Sebelum berangkat Monika memakai masker penutup hidung agar ia tidak menghirup secara langsung udara yang telah bercampur dengan polusi, dan ia juga memakai sarung tangan untuk melindungi kulit putihnya dari paparan sinar matahari. Monika segera memakai helm lalu menghidupkan motornya. Monika mengendarai motornya dengan cepat, berharap dia tidak akan terlambat masuk kelas untuk kuliah pagi pada hari ini. Jarak rumah Monika memang tidak begitu jauh, mungkin sekitar tiga puluh menit jika jalanan tidak macet. Biasanya jika hari semakin siang jalan utama akan mengalami kemacetan karena begitu banyak kendaraan yang melewatinya. Tak heran jika itu terjadi, karena jalan itu memang merupakan jalan utama dikotanya tempat ia tinggal.
Setelah mengendarai setengah dari perjalanan menuju kampusnya terlihat antrian panjang yang menghadang dirinya. Mobil dan motor berderet memenuhi jalanan tanpa ada celah yang bisa untuk dilewatinya.
Shiiittt.. kenapa harus macet disini,aku bakalan terlambat. Gumam Monika yang masih berada diatas motornya menunggu kendaraan didepannya sedikit demi sedikit berjalan merayap.
Terik matahari terasa semakin hangat menyinari tubuhnya, sesekali ia melihat jam yang ia kenakan dipergelangan tangan kirinya. Waktu menunjukkan pukul 07.45 WIB itu tandanya kurang 15 menit lagi kelas pagi akan segera dimulai.
Aku harus putar balik lewat jalan pintas, jika aku hanya menunggu disini sudah dapat dipastikan aku tidak akan bisa mengikuti kelas pagi. Gumam Monika sambil melihat kendaraan dibelakangnya.
Tak pikir panjang Monika memutar arah motornya berbalik kebelakang untuk menuju jalan pintas.
Dari jalan utama menuju ke jalan pintas memakan waktu sekitar sepuluh menit, berharap ia bisa sampai kampus tepat waktu sebelum kuliah pagi dimulai. Menyusuri jalanan dipagi hari dengan perasaan sedikit cemas membuat jantung Monika berdetak lebih kencang. Tepat sepuluh menit Monika mengendarai motornya menuju jalan pintas akhirnya ia sampai dijalanan yang sunyi, jauh dari keramaian dan tak ada kemacetan disana. Kanan kiri jalanan terdapat pepohonan yang membuatnya rindang dan terasa sejuk bagi siapa saja yang melewatinya.
Jalan Merdeka, nama jalan pintas ini adalah Jalan Merdeka. Entah bagaimana awal mulanya nama jalan ini dibuat untuk menamainya, mungkin karena sunyi dan tak banyak kendaraan yang melewatinya hingga orang-orang yang melintasinya merasa merdeka, bisa mengendarai kendaraan dengan bebas tanpa adanya kemacetan. Memang ukuran jalan Merdeka ini tak selebar jalan utama, tapi sangat efektif digunakan sebagai jalan pintas karena bisa menghubungkan kebeberapa jalur wilayah.
Monika melajukan motornya dengan sedikit kencang, dari kejauhan terlihat beberapa orang berkerumun tepat diujung perempatan jalan yang mengarah kearah kampusnya. Sebelum Monika sampai diujung perempatan jalan, beberapa kali Monika berpapasan dengan pengendara lain yang seolah memberikan kode dengan cara menunjukkan jari telunjuknya kebawah yang merupakan tanda atau sinyal bahwa ada sesuatu yang sedang terjadi di depan sana.
Monika terus mengendarai motornya hingga mendekati kerumunan itu, sekitar jarak seratus meter terlihat ada mobil patroli dan beberapa polisi disana.
Ada polisi disana, mungkin telah terjadi kecelakaan disana sehingga polisi datang. Kata Monika dalam hati menerka-nerka.
Saat jarak semakin dekat tiba-tiba ada seorang polisi yang melambaikan tangannya memberi tanda agar motor yang dikendarainya berhenti.
“Selamat pagi maaf mengganggu perjalanan Anda, bisa tunjukkan surat-suratnya?” kata polisi itu seraya menghentikan motor yang dikendarai Monika.
Ooh.. ternyata penertiban lalu lintas bukan kecelakaan. Gumam Monika dalam hati saat dimintai surat-surat kendaraan bermotor.
“Maaf nona bisakah Anda tunjukkan surat-surat kendaraan Anda?” Polisi itu mengulang kembali pertanyaannya.
“Eh iya maaf pak tunggu sebentar.” Jawab Monika sambil membuka tas yang ia bawa.
Monika membuka tasnya dan mencari dompetnya, biasanya ia menyimpan semua surat-surat kendaraan dan juga Surat Izin Mengemudi (SIM) di dalam dompetnya.
Aduuh.. dompetku dimana, kenapa tidak ada didalam tas apa mungkin jatuh? Gumam Monika sembari terus mencari dompet dalam tasnya.
“Bagaimana Nona, bisa tolong tunjukkan surat-suratnya?” Polisi itu kembali bertanya sambil menyodorkan tangannya meminta surat-surat kendaraan.
“Maaf pak polisi sepertinya dompet saya terjatuh, saya cari-cari tidak ada didalam tas saya.” Jawab Monika yang terus membolak-balik isi tasnya.
Eh tapi kalau jatuh, jatuh dimana bukannya dari tadi aku tidak membuka tas dalam perjalanan? Gumam Monika dalam hati sambil mencoba mengingat-ingat.
“Baiklah kalau begitu mari ikut saya ke pos sana.” Jawab polisi itu sambil mengarahkan tangannya ke pos yang berada sekitar sepuluh meter dari tempat mereka berdiri.
“Tapi pak saya sedang buru-buru, pagi ini saya ada kuliah pagi mulai jam 08.00 kalau saya harus kesana dulu saya bisa telat.” Jawab Monika sedikit menolak himbauan dari polisi itu.
“Maaf nona ini prosedur, Anda telah melanggar ketertiban berkendara jadi Anda harus kami tilang.” Jawab polisi itu sambil memberi sedikit penjelasan.
“Pak saya mohon.. besok-besok saya akan lebih teliti lagi sebelum berkendara. Tolong jangan ditilang ya pak.” Ucap Monika pada polisi itu sambil mengatupkan kedua telapak tangannya memohon agar ia tidak ditilang.
“Silahkan ikut saya ke pos.” Jawab polisi itu dengan singkat.
Cih menyebalkan sekali polisi ini, sama sekali tidak mau mendengar penjelasanku. Awas saja nanti! Ucap Monika dalam hati sembari berjalan menuju pos penertiban.
“Silahkan duduk, saya akan membuatkan surat penilangan kendaraan Anda.” Ucap polisi itu pada Monika sambil membuka buku catatan penilangan.
Saat polisi itu akan membuatkan surat penilangan tiba-tiba mata Monika tertuju pada nama yang melekat di seragam milik polisi itu, dibacanya dengan jelas dan diingat-ingat dengan perasaan marah karena polisi itu sama sekali tidak mau mendengar penjelasannya.
Evan E.P.P !!! Oh jadi nama polisi ini Evan, menyebalkan sekali dia jangan sampai aku ketemu lagi sama polisi yang sombong satu ini. Gumam Monika menggerutu dalam hati.
“Apa yang Anda pikirkan nona, jika tidak ingin bertemu denganku lagi lain kali patuhilah peraturan berkendaraan.” Ucap Evan yang berkata sambil menulis tanpa menatap Monika.
What!! Selain menyebalkan dia juga bisa membaca apa yang aku pikirkan, ah tidak mungkin. Gumam Monika dalam hati sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Siapa nama Anda nona?” tanya Evan pada Monika sambil mencatatnya diatas surat penilangan.
“Monika” jawab Monika singkat.
“Nama lengkap?” tanya Evan kembali.
“Monika Anastasha Putri Prayoga” jawab Monika sambil melihat jam ditangan kirinya.
“Pekerjaan dan alamat?” tanya Evan kembali sambil melihat Monika.
“Mahasiswa, perumahan Victory blok C no 52.” Jawab Monika dengan raut wajah sedikit kesal.
“Baiklah, ini surat tilangnya minggu depan Anda diharap datang ke pengadilan negeri sesuai dengan waktu yang sudah tertulis didalamnya, jangan sampai terlambat.” Ucap Evan sambil memberikan selembar surat penilangan.
“Baiklah pak polisi yang saya hormati, terimakasih telah membuat saya terlambat datang ke kampus, saya permisi!” Jawab Monika sedikit kesal sambil mengambil surat tilang yang diberikan Evan dan sesegera mungkin ia berjalan menuju motornya lalu mengendarainya dengan cepat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Alimahpd
Mampir juga di Cerita Inneke
💪💪💪💪
2020-07-08
0
es dawet
semangaattt
2020-06-25
0
.
suka ceritanya 😊
2020-06-23
0