Sebulan ini kecemburuanku dengan mas Tyo sudah berkurang karena disibukkan dengan pekerjaan dan mengurus Shirey. Meskipun begitu, sikap dinginku masih belum bisa hilang. Hatiku seakan membeku sehingga sangat dingin padanya. Kata rindunya sudah tidak bisa menggetarkan hatiku.
Aku tidak boleh terus seperti ini semua akan berdampak buat Shirey. Besarnya ego yang kumiliki membuat Shirey berjarak dengan mas Tyo.
Tidak jarang mas Tyo menghubungiku saat aku sudah tertidur sehingga Shirey tidak bisa mendengarkan suara sang ayah lebih sering seperti dulu lagi.
"Assalamualaikum Mas," aku ingin memperbaiki hubungan ini, tidak mau melakukan kesalahan seperti yang ibu peringatkan.
"Wa'alaikumsalam Cinta," sahut mas Tyo selalu memanggiku dengan mesra.
"Sayang kapan pulang?" Berusaha kuucapkan kata itu agar bisa hangat seperti dulu lagi. Bagiku mungkin tidak berpengaruh, tapi bagi mas Tyo panggilan itu bisa membuatnya sangat bahagia.
"Sebulan lagi Mas pulang Sayang, Shirey mana?" Sebulan ini juga mas Tyo sudah sangat merindukan putriku, karena aku selalu kelelahan.
"Shirey lagi sama Ibu, aku kangen dipeluk," ucapku yang terus memancing diri sendiri agar bisa menghadirkan getaran di hati kembali.
"Sayang, nanti Mas peluk kalau pulang ya. Hana mau menemani Mas di sini," pintanya padaku, itu yang selalu diinginkannya namun tidak pernah aku turuti.
"Sayang, akukan baru bekerja gak bisa ke sana." Aku punya alasan baru agar tidak ikut dengannya selain gak diijinkan ibu.
"Cinta, kalau di sini mas bisa selalu peluk Hana." Aku tau mas Tyo butuh aku di sana, seperti aku yang juga membutuhkannya disini. Dua tahun sudah kami LDR.
"Mas, Ibu gak bisa pisah sama Shirey," aku masih mencari alasan agar tidak menyusulnya kesana.
"Ibu akan ngerti kalau ada ayah yang ingin selalu bersama istri dan putrinya."
Allah, karena keegoisanku selama ini aku memisahkan ayah yang sangat rindu pada putrinya.
"Bagaimana kerjaanku Mas, aku sudah tanda tangan kontrak." Tanyaku mulai meluruh, aku tidak boleh egois sekarang. Mas Tyo perlu aku dan Shirey, begitu juga sebaliknya.
"Mas bisa urus itu Sayang." Jawabnya dengan lantang, aku yakin di sana pasti mas Tyo sangat gembira.
"Tapi Mas..." mas Tyo memotong ucapanku, baiklah aku akan menurut dengan apa yang dikatakannya.
"Sayang, sebulan ini Mas sudah kehilangan Hana." Adunya dengan suara sendu yang tidak dibuat-buat, sebegitu rindunya 'kah dia. Aku sudah mengabaikannya beberapa waktu ini.
"Aku gak kemana-mana Mas, aku masih di sini. Aku masih istri Arityo Anggara." Jawabku tersenyum, bisa-bisanya aku menanggapi kegalauan mas Tyo seperti ini.
"Hati Mas rindu, tapi gak bisa menghubungimu karena Hana sibuk." Setiap perkataan mas Tyo malam ini langsung menyentuh ulu hatiku, apa yang sudah aku lakukan sehingga membuatnya jadi seperti ini. Ibu selalu mengingatkanku, tugas istri selalu berada di sisi suaminya.
"Ya sudah, Mas mau gimana sekarang aku ikut aja," kataku pasrah, tidak ingin menentangnya lagi jika itu terus kulakukan rumah tangga ini akan berantakan.
"Hana ke sini ya Sayang ikut mas."
"Iya Mas." Sahutku akhirnya, pada akhirnya seorang istri akan selalu mematuhi suaminya.
"Nanti Mas yang urus masalah kontrak kerja Hana dan tiket."
"Iya Mas," sahutku lemas. Setelah obrolan bersama mas Tyo berakhir aku mencari ibu yang sedang santai bersama ayah dan Shirey di ruang tengah.
"Ibu..!" Pekikku lalu menghambur kepelukan ibu, ayah yang duduk di samping itu sampai terbengong-bengong.
"Kenapa Han?" tanya ayah kebingungan.
"Yah, mas Tyo minta Hana besok nyusul ke sana." Ucapku lemas, lalu menatap ayah yang terlihat sangat senang.
"Bagus dong, Ayah malahan mau dari dulu begitu. Ibu aja yang terus melindungimu," kata ayah yang tidak terlalu banyak berkomentar tentang aku dan mas Tyo, hanya ibu yang selalu cerewet padaku.
"Iya gak apa kalau Hana mau tinggal di sana. Kerjaan gimana?" Ibu mengurai pelukanku.
"Mas Tyo yang urus Bu."
"Jangan bersikap kekanakan dan manja di sana ya?" Pesan ibu padaku, pesan yang aku sudah bosan mendengarnya.
"Iya Bu," jawabku menggendong Shirey ke kamar dan menidurkannya.
Aku mengemasi segala keperluan Shirey. Memasukkan barang-barang yang wajib dibawa ke dalam koper. Gadis kecilku sebentar lagi akan bertemu sang ayah pasti akan sangat bahagia, apalagi ayahnya.
Lalu bagaimana perasaanku? Entahlah, yang penting keluargaku selamat dan Shirey bahagia. Apalagi yang kuinginkan kalau bukan semua itu, walau harus mengorbankan hatiku sendiri.
Semoga kebekuan hatiku meleleh saat bersama mas Tyo nanti. Kesalahpahaman diantara mereka semoga segera terurai. Aku tidak bisa terus bersikap kekanakan seperti ini, ada hati yang harus kubahagiakan.
Aku selesai berkemas, Shirey tengah asik bermain boneka teddy bear kesayangannya. Tidak hanya itu, banyak mainan berhamburan di karpet. Aku tersenyum melihat tingkah lucunya yang sangat menggemaskan.
"Sayang mau ketemu Ayah?" Aku menggendong Shirey ke atas ranjang mengajaknya berguling-guling sambil menciumi seluruh tubuhnya dengan gemas. Shirey tertawa lucu.
"Anak bunda kenapa lucu banget." Kataku gemas, setiap hari aku sangat gemas pada tingkah putriku itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments