Sebulan ini hubunganku dengan mas Tyo mulai merenggang, kami jarang berkomunikasi. Begitu mungkin lebih baik, biar hanya diri sendiri yang memendam luka ini. Tidak ada tempat yang nyaman untukku bisa mengadukan segala resah.
Aku menyisir menaburi pipi Shirey dengan bedak bayi. Pipi bulat itu selalu menggemaskan. Derap langkah kaki ibu memasuki kamar, mendekatimu yang sedang duduk di karpet bersama Shirey.
"Hana masih marah sama Tyo?" Tanya ibu padaku, meskipun tidak bercerita beliau sellau tau apa yang kusembunyikan hanya dari melihat raut wajahku.
Hanya diam yang bisa kulakukan saat ini, apalagi ibu menatap tajam seperti itu. Aku tidak ingin ribut sama ibu, jadi lebih baik diam.
"Hana ingat ya, jangan pernah mengadu sama Ibu kalau dia terlanjur direbut perempuan lain karena sikapmu yang seperti ini. Istri itu harusnya berada di sisi suami." Ibu menceramahiku, sudah sering aku dengar kalimat itu. Serba salahkan, aku tinggal salah nanti kalau aku ikut mas Tyo nanti dibilang hanya merepotkan suamimu.
"Ibu kenapa selalu membelanya dan tidak peduli dengan perasaanku?" kataku pelan membela diri.
"Karena anak ibu selalu manja dan egois," sarkas ibu. Hatiku berdesir, padahal semua perempuan pasti memiliki sifat manja dan egoiskan. Salah lagi!
Terpaksa aku menelpon mas Tyo, mendengar apa yang ibu katakan. Belum sempat aku mengucapkan salam dia sudah berkata manja padaku.
"Sayang kangen.."
"Maafin aku Mas," ibu masih mengawasiku, sekarang harus jaga sikap biar terlihat lembut di depan ibu.
"Sayang Mas boleh pulang?"
"Iya," jawabku singkat. Mana mungkin aku tidak mengijinkan suami sendiri pulang.
Mungkin ibu sudah tau kalau mas Tyo akan pulang, beliau hanya ingin mengujiku. Mereka dari dulu memang sudah selalu sekongkol dibelakangku. Tidak ada yang benar-benar membelaku.
Aku melajukan mobil menuju bandara. Suamiku sudah dalam perjalan pulang, dia ternyata pulang hari ini. Mas Tyo langsung menghambur kepelukan saat melihatku di bandara.
"Mas banyak orang di sini," kataku yang menarik badan menjauh darinya dan berjalan menuju parkiran.
"Kenapa sampai lama begini marahnya, Cinta cemburu karena apa?" Mas Tyo mengikuti dibelakang, aku abaikan ocehannya. "Maaf," kataku singkat, diriku sendiri saja tidak tau apa yang terjadi sehingga hati jadi dingin seperti ini.
"Sayang, kita nonton dulu yaa atau jalan-jalan," pintanya padaku.
"Kasian Shirey di rumah," padahal biar ditinggalkan pun ibu gak masalah asal aku jalan sama mas Tyo aja.
"Mas kangen banget lho, tapi kenapa datang masih dicuekin juga. Hana beneran mau Mas sama perempuan lain?" Tidak ada kata lagi yang dapat aku ucapkan mendengar perkataan mas Tyo.
"Kasih mas waktu satu bulan ya Sayang untuk kerja disana. Setelah itu Mas akan mendampingi Cinta di sini." Ungkapnya, mas Tyo mengendarai mobil keluar parkiran bandara.
"Untuk apa?" Aku belum paham maksud mas Tyo.
"Mas gak mau kamu hilang kepercayaan seperti ini."
Aku tidak tau harus apa lagi ketika mendengar pernyataannya itu. Sangat keterlaluankah sikapku selama ini padanya.
"Maafin aku Mas," hanya itu yang bisa ku lakukan saat ini ditengah kebimbangan yang memenuhi relung hatiku. Kepercayaanku rasanya sudah menguap sejak muncul satu nama yang terngiang dalam kepala, Nadia.
"Sayang, ada apa sebenarnya?"
"Aku tidak tau Mas apa yang sedang terjadi dengan diriku sendiri, aku rindu, cemburu, lelah semua jadi satu." Kataku jujur, mengang sekarang aku tidak tau bagaimana hatiku saat ini. Perasaan mana yang lebih dominan aku juga tidak mengerti. Aku asing pada diri sendiri sekarang.
"Temani Mas makan di luar ya sayang." Mas Tyo ingin meluangkan waktunya untukku menghilangkan segala lelah. Aku tau dia sangat rindu padaku, sama. Aku juga sangat merindukan suamiku, hanya saja sekarang ada hantu pikiran yang sedang mengacau susunan saraf di otakku.
"Iya mas," ucapku menyetujui permintaannya.
"Gitu dong sayang." Mas Tyo masih menatap lembut padaku yang diam dan hanya menjawab seadanya kalau diajak bicara.
"Kenapa diam sayang?"
"Mas hatiku terasa dingin dan tidak tau penyebabnya apa. Aku bingung dengan diriku sendiri." Aku juga tidak ingin terus seperti ini.
"Sayang, malam ini mau temani Mas ya. Biar Shirey tinggal sama ibu."
"Mau kemana mas?"
"Belum tau liat nanti aja."
Mas Tyo hanya ingin meluangkan waktu berdua denganku untuk mengembalikan perasaanku yang dingin ini. Mungkin dia tau penyebabnya apa.
"Sayang, setiap rumah tangga pasti memiliki masalah. Mungkin Hana hanya terlalu lelah dengan Shirey dan terlalu rindu dengan Mas makanya jadi seperti ini."
Apa yang diucapkan mas Tyo memang benar, dia selalu berpikir dengan matang tidak sepertiku yang kekanak-kanakan.
***
Karena tidak memungkinkan liburan berdua, mas Tyo memilih menginap di hotel malam ini agar aku bisa melepaskan lelah. Dia memberikan waktu untukku yang lelah menjaga Shirey sendirian.
Perempuan mana yang tidak akan luluh jika diperhatikannya seperti ini. Namun tidak denganku sekarang. Hatiku terasa membeku ketika mendengar kata cinta darinya.
"Harusnya Mas selalu ada di sini mendampingi Hana membesarkan Shirey," ucapnya dengan lembut. Aku tau dia sedang lelah karena perjalanan tadi sore. Tapi malamnya harus menemaniku.
"Aku tidak bisa jauh dari mas Tyo, aku ingin bisa dipeluk setiap hari," ucapku pelan.
"Iya Sayang, Mas usahakan ya buat Hana."
"Tapi kalau Mas berhenti kerja karenaku, Ibu akan marah lagi. Ibu lebih sayang sama Mas dari pada aku." Ada kecemburuan dihatiku karena ibu lebih peduli dengan mas Tyo.
"Bukan begitu Cinta, Ibu hanya ingin yang terbaik buat anaknya."
Mas Tyo memberikan pengertian untukku, karena itulah ibu selalu menyayanginya. Dia selalu berpikir sebelum bertindak, tidak mudah terbawa emosi sepertiku.
Kami menikmati keindahan malam dari balkon hotel. Aku melupakan diri sebagai ibu, kami seperti anak muda yang sedang pacaran. Mas Tyo begitu pengertian, apa yang sedang merasuki pikiranku sehingga terlalu cemburu dengannya.
"Cinta tidak bisa terus seperti ini, itu akan berdampak buat Shirey. Besok mau jalan-jalan ke pantai Sayang?" Aku menggeleng lemah.
"Gak Mas, kasian Mas cape belum sempat istirahat, nanti aja."
"Apa Hana masih benci liat Mas sekarang?" Kata-kata mas Tyo membuatku tersentak. Apakah aku memperlakukannya sangat berlebihan sampai dia pikir aku membencinya. Mana mungkin aku membenci suami yang sangat aku cintai.
"Ya gak lah Mas, aku tidak pernah benci sama Mas." Aku menyandarkan kepala ke dada bidang mas Tyo, dia membalas dengan memberikan dekapan hangat. Dekapan yang saat ini tidak bisa membuatku tenang lagi. Kenapa hatiku jadi seperti ini. Kenapa diriku begitu egois sampai menyiksa batin suamiku sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments