Setelah melakukan lamaran secara privat, Kawa memutuskan untuk melakukan lamaran secara resmi dengan kekasihnya yang sudah dia pacari selama 2 tahun terakhir. Lagi-lagi dia hanya ingin diam-diam saja tanpa ada media yang meliput.
“Aku tidak mau terlalu lama, kita tunangan saja” ungkapnya datar, bahkan jauh dari kata romantis.
“Hah? Maksud kamu kita tunangan dan menikah?” Tanya gadis cantik dengan rambut curly itu, matanya berbinar, dia bahagia mendengar ucapan Kawa. Kawa mengangguk sambil memberikan cincin berlian di hadapan Nadin, iya nama gadis cantik itu adalah Nadin.
Nadin menutup keduabibirnya dengan jari tangan kanannya, matanya berkaca-kaca, Kawa melamarnya hari ini.
“Menikahlah denganku” pinta Kawa.
Tak menunggu lama, Nadin mengangguk. “I say yes” jawabnya. Kawa melepaskan cincin dari tempatnya dan memasangkan di jari manis kekasihnya.
Bukan tempat yang romantis, hanya berada di dekat apartemen Nadin tinggal. Seperti halnya Saga, Kawa pun menuruni sifat Saga yang datar, bahkan jauh dari romantis. Nadin tidak peduli, dia menerima laki-laki itu.
Mereka saling mengenal di kampus yang sama, meskipun beda jurusan. Kawa merasa diterima oleh Nadin apa
adanya, sejak mengenal gadis itu dia tidak memproklamirkan diri sebagai Kawa si anak pewaris Arjuna Group, dia memproklamirkan diri sebagai Kawa laki-laki biasa.
“Mungkin aku menjadi gadis yang paling bahagia sekarang” ujar Nadin masih dengan mata yang berkaca-kaca. Mendengar ucapan tulus dari bibir Nadin, membuat seulas senyum mengembang dari bibir Kawa. Meskipun hanya diterangi lampu temaram, terlihat jelas kebahagiaan terpancar di matanya.
“Terima kasih sudah mau menemaku selama ini” ujar Kawa. Lalu perlahan dia menarik tubuh Nadin dan memeluknya erat, Nadin membalas dengan mengusap punggung Kawa.
“Terima kasih sudah sabar selama ini” ucap Nadin.
Kawa melepaskan pelukannya, dia menatap lekat mata indah Nadin, gadis dengan tinggi badan yang hampir menyamainya itu.
“Setelah ini aku akan atur semuanya, tentang pertemuan keluarga kita” ucap Kawa mantap. Nadin mengangguk
mengiyakan, pertanda tidak ada penolakan, kapanpun dia siap dipersunting olehlelaki yang ada di hadapannya.
“Sudah malam, masuklah” ujar Kawa. “Kali ini aku tak ingin mengantarmu hingga ke dalam” gelaknya. Biasanya
dia mengantar Nadin hingga di depan pintu apartemen.
“Siap pak” Nadin membalas Kawa. “Aku ke atas ditemani ini” Nadin mengangkat jari manisnya, menunjukkan cincin yang baru saja tersemat.
Kawa sengaja mempersilahkan Nadin menempati apartemen miliknya, dia tahu Nadin jauh dari kedua orang tuanya, tidak ingin melihat gadisnya kerepotan tentang tempat tinggal, maka dia meminta Nadin tinggal di sana saja.
Perlahan Nadin tahu jika Kawa bukan laki-laki sembarangan, tidak mungkin jika Kawa hanya laki-laki biasa, Kawa dengan mudahnya membiarkan dia bergelimang fasilitas, baik apartemen maupun mobil.
Kawa melemparkan senyum dan melambaikan tangannya, melepas Nadin meninggalkannya. Hingga gadis itu
akhirnya menghilang dari pandangannya, Kawa mengambil kunci mobil yang ada di saku celananya dan segera memasuki mobilnya. Hari sudah larut, dia segera meninggalkan area tersebut menuju rumahnya.
***
“Apaaaaa?” seru Biru,adik semata wayang Kawa saat mendengar cerita Kawa. Di sana ada Saga, Ganis serta Oma Rima.
Ganis spontan mengelus pundak putrinya yang tengah duduk di sampingnya itu, Biru memeluk bantalan sofa berwarna krem itu, kakinya duduk bersila di atas sofa.
“Aku sudah yakin, Bunda….Pa…Oma” Kawa meyakinkan.
“Abang yakin dengan dia?” seloroh Biru lagi, dia seolah menjadi individu yang paling menentang hubungan Kawa dan Nadin.
“Sssstttt” Ganis kembali memperingatkan Biru.
“Tapi Bun….entah ya….Biru nggak yakin sama si siapa itu, Nadin” ujarnya. Kawa menatap adiknya, dari awal
dia menjadi orang yang paling tidak setuju dengan hubungannya dengan Nadin, entah apa alasannya.
“Kapan?” Tanya Saga pada Kawa. Kawa melihat ke arah Papanya.
“Secepatnya Pa” jawab Kawa.
“Biar Bundamu yang atur”
“Papa setuju?” Tanya Biru. Matanya melihat Papa dan Kawa bergantian. Dia berharap, sangat berharap, di antara Bunda, Papa, dan Omanya ada yang tidak menyetujui hubungan abangnya itu.
“Biar Oma bantu” imbuh Oma Rima.
“What?” Biru melotot, bahkan Oma Rima pun sudah setuju dengan hubungan abangnya dan Nadin.
“Ok…ok…maaf” Biru menyadari dia hanya sendirian, dan tak didengarkan, akhirnya dia harus menghargai keputusan abangnya. “Abang jangan lupain aku kalau sudah menikah nanti, ok bang?” dia merengut dan menatap Kawa.
Kawa menatap adiknya gemas, apakah itu adalah alasan yang membuat selama ini Biru menentang hubungannya dengan Nadin?.
“Besok Bunda atur bagaimana baiknya”
“Terima kasih Bunda, Papa, dan Oma”
“Aku enggak?” Tanya Biru buru-buru menyalak sambil menunjuk dirinya.
“Iya…terima kasih bawel” jawab Kawa.
“Isssshhh abang” gerutunya.
Ganis dan Oma Rima menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah polah Kawa dan Biru.
***
Hanya berselang 2 minggu, persiapan sudah beres, tidak menggunakan fasilitas hotel, acara yang rencana akan digelar di villa keluarga pun hampir siap. Acara yang akan digelar secara tertutup, tanpa adanya media dan hanya mengundang keluarga terdekat.
“Abang benar-benar yakin kah?” Tanya Biru sambil duduk bersila di atas tempat tidur Kawa, sedangkan abangnya sedang duduk di sebuah kursi menghadap laptopnya sambil mengedit foto. Dia tidak melihat lawan bicara.
“Kenapa memang?” Tanya Kawa pada Biru, pandangannya masih fokus pada kerjaan yang ada di depannya. “Kamu cemburu?” ujarnya.
“Issh abang, mana ada adik cemburu sama abangnya?”
“Lalu?”
“Abang masih muda…ehm…..” Biru menghitung dengan jemarinya.”23 Tahun, yakin mau nikah?” Biru menurunkan
jarinya. Kawa masih asyik dengan layar laptopnya.
“Umur bukan patokan” kali ini Kawa menjawab, dia memutar kursinya menghadap gadis yang sedang duduk bersila itu.
“Iya sih, tapi entah kenapa ya bang, rasanya aneh”
“Itu hanya kekhawatiranmu saja, percayalah, semua akan baik-baik saja” Kawa mencoba menenangkan adiknya.
“Iya bang” Biru mengangguk.
“Apa kabar Mario?” Kawa bertanya tentang cowok yang beberapa kali membuat adiknya patah hati itu.
“Apaan sih bang…Mario? Siapa dia?” Biru pura-pura tidak mengenalnya, lalu dia tergelak.
“Kamu undang gih ke acara abang” Kawa menggoda Biru.
“Eh beneran ya…nanti beneran Biru undang loh dia” Biru tak kalah semangat menggoda abangnya.
Mereka tertawa terkekeh berdua hingga larut malam.
***
Berkali-kali Kawa menekan nomor ponsel Nadin, tidak biasanya, tidak ada jawaban dari Nadin.
Kawa akan mengajaknya untuk meninjau lokasi acara yang akan berlangsung 2 hari lagi. Sudah hampir 30 menit, namun tidak berhasil menelpon Nadin. Kawa memutuskan untuk menjemput Nadin hingga apartemen, dia sudah berada di lantai 17, di mana apartemennya berada. Selain Nadin yang memegang kunci, dia juga memegang kunci apartemennya sendiri. Kawa masih mencoba mengetuk pintu apartemen tersebut, satu hingga 3 kali, tidak ada jawaban, begitu juga bel yang ada di pintu. Akhirnya Kawa mengeluarkan sebuah kunci yang dia bawa, perlahan dia membuka pintu apartemen.
“Kawa…!!! Aku bisa jelaskan” ucap Nadin gugup, Kawa mematung dengan apa yang dilihatnya, di depan kedua matanya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
𝐀⃝🥀👙𝐄𝐥𝐥𝖘𝖍𝖆𝖓 E𝆯⃟🚀
Etdah nadin,, udah di kasih enak mlah ngelunjak kamu 😒
Hadeuh.. 😪😪😪
2021-11-13
0