"Apa katamu? Umi gak mau, umi gak mau kamu ngelakuin itu, itu sama aja kamu nyakitin hati umi" ujar umi dengan suara yang parau
Ammar hanya mampu menundukkan kepalanya, meski ia terlahir di lingkungan agamis dan pesantren namun bagi keluarga nya pantang untuk melakukan poligami
"Abi gak habis pikir kamu berpikiran sempit seperti ini, kalau kamu mau cari pahala lebih lakukan hal lain, shalat sunnah, dzikir, baca Al-Qur'an, bersedekah, menyebarkan ilmu, masih banyak mar sunnah lainnya, kenapa harus menikah lagi? Kamu bisa menyakiti hati istri-istri kamu mar, abi gak mau nanti diantara mereka merasa terdzolimi, kamu gak akan pernah bisa seadil Rasulullah ataupun para sahabatnya" bentak abinya
"Ammar minta maaf umi, abi" ujar Ammar yang masih setia menghadap ke bawah
"Abi umi, Ita yang menginginkan bang Ammar untuk poligami" akhirnya Ita mengeluarkan suaranya setelah beberapa lama ia diam membisu
"Kenapa? Apa Ammar menyakiti kamu nak? Apa Ammar memaksa kamu?" tanya umi
Ita menggeleng "Ita..... belum bisa jadi istri yang baik buat bang Ammar" ujar Ita dengan lelehan air matanya
"Ita, tak ada seorang wanita yang mau dipoligami, bagaimana bisa kamu setegar ini?" tanya umi lagi, ia tak dapat membayangkan kehidupan Ita kelak di saat Ammar memadunya
"Ita yang salah umi, Ita tidak mencintai bang Ammar hiks, Ita masih sangat mencintai mas Candra hiks, Ita gak bisa lupain mas Candra umi hiks, Ita masih mengharapkan kehadiran mas Candra hiks, Ita yakin mas Candra masih hidup umi hiks hiks" Ita menangis sesegukan di pelukan ibu mertuanya
"Jadi.... Apa kamu yakin dengan keputusan mu ini nak?" tanya abi
Ita mengangguk "Seperti yang umi dan abi tahu bahwa Ita tak pernah membiarkan bang Ammar memberikan nafkah batin, Ita merasa bersalah umi abi" ujar Ita lagi
"Lantas apa orang tua kamu tahu?" tanya abi lagi
"Sudah abi, semalam Ita sudah memberitahukan pada bapak dan ibu" ujarnya sembari menghapus air mata
"Mar urus rumah tangga kamu dengan benar, abi sudah angkat tangan, jika kamu menginginkan memiliki lebih dari dua istri maka kamu harus berbuat adil seadil-adilnya" abi mempertegas perkataannya
"Dan selalu ingat minta pertolongan sama Allah agar kamu terhindar dari mendzolimi orang" nasehat abinya
***
Seminggu berlalu
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh" Zofa mengucapkan salam dengan gaya-gaya ustadz di tv pada umumnya
"Waalaikumsalam" jawab sang ayah dengan tatapan tajam
"Eh ada tamu, hehehehe maaf yah bun gak keliatan, kirain punya mobil baru di depan eh tau taunya punya tamu" ujar Zofa yang cengar-cengir sendiri, namun buru-buru ia memingkemkan mulutnya karena tatapan bunda dan ayahnya kian menajam
"Kalau gitu Zofa ke dalam ya, permisi para om dan para tante" ujar Zofa yang hendak melangkahkan kaki seribunya namun
"Tunggu... duduk sini" perintah sang ayah, ia menggeser duduknya menepuk-nepuk tempat kosong diantara dirinya dan istrinya
"Aduh gawat nih, apa mereka tamu penting" batin Zofa meronta, dengan langkah gemetaran ia duduk di antara kedua orang tuanya
Setelah mendudukkan dirinya ia menghadap ke arah tamu sembari tersenyum dan mengangguk-angguk kecil sebagai sapaan
"Kamu di lamar" satu kata yang keluar dari mulut ayahnya membuat ia terlonjak kaget
"Apa" Zofa berteriak dan berdiri dengan spontan
"Duduk" ujar ayahnya tegas
Zofa duduk kembali ia menatap ke arah tamu "Siapa mereka" batin Zofa bingung, hatinya deg deg an masak ia ada seorang pria yang hendak melamarnya perasaan untuk saat ini ia tak dekat dengan pria manapun kecuali satu sahabatnya, apa salah satu para mantannya dulu yang hendak melamarnya, namun sepertinya tidak karena Zofa sama sekali tak mengenal siapa mereka yang ada dihadapannya ini
"Kamu sudah berani melakukan hal yang tidak senonoh" suara ayahnya terdengar cukup marah bercampur dengan kekecewaan
"Jadi ayah sudah tahu?" batin Zofa meringis, tubuhnya gemetaran, perasaan tidak ada yang tahu selain dirinya dan Iki sahabatnya karena ia tadi pagi menceritakan hal itu pada Iki
"Ampun ayah, maafin Zofa, Zofa kemarin malam hanya latihan menirukan suara nenek lampir bukan bermaksud menakuti ayah, ampun ayah maafin Zofa sampai membuat ayah jatuh terjungkal-jungkal saking takutnya sama suara nenek lampir" ujar Zofa yang kini telah duduk di bawah sembari memeluk kedua kaki ayahnya
Ayahnya tertegun, ia merasakan campur aduk, antar marah, kesal dan malu bercampur jadi es campur
"Bangun Zofa" pinta bundanya sembari menepuk pelan pundak Zofa
"Bangun kamu jangan malu-maluin ayah" bisik ayahnya sembari menggerakkan giginya
Zofa menurut ia bangun dan duduk kembali, pandangannya mengarah ke depan "Aduh mati aku lupa kalau ada tamu" batinnya
Beberapa tamu nampak menahan senyuman akibat tingkah konyol Zofa
"Heem bukan itu yang ayah maksud" ujar sang ayah sembari berdehem
"Terus apa yah?" tanya Zofa hati-hati
"Kamu mengingat mereka kan" pandangan ayahnya menghadap pada para tamu
Zofa menggeleng namun beberapa menit kemudian "Kalian......" abi dan umi Ammar tersenyum nampaknya Zofa mengingat mereka, begitupula ayah dan ibu Zofa tersenyum namun bukan senyum biasa melainkan kesinisan dan kekecutan
"Siapa ya" lanjut Zofa yang membuat semua orang melongos pasrah
Zofa sama sekali belum mengingatnya, pasalnya banyak orang baru yang harus otaknya simpan, rekan-rekan teman kantornya, murid-muridnya belum lagi para wali murid yang belakangan ini selalu menghantuinya untuk mengetahui perkembangan anak-anaknya
"Dia Ammar, orang yang hendak membantu kamu pada saat ban motor kamu kempes, namun kamu malah memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan" ujar sang ayah
Zofa memutar otaknya sebentar hingga ia benar-benar mengingat kejadian itu "Oh dia" hanya kata oh yang keluar dari mulutnya
Ayahnya terkejut bagaimana mungkin putrinya ini tidak takut sama sekali, ataupun sekedar merasa bersalah
"Cuma oh doang?" tanya bundanya yang ikut bingung, punya anak gini amat batinnya
"Iya bun, terus aku harus apa orang aku gak melakukan kesalahan" ujar Zofa santai karena memang ia tidak bersalah
"Tapi tindakan kamu sudah membuat orang lain salah paham dan gak percaya dengan apa yang kalian ucapkan, bahkan istri dari korban juga tak mempercayainya dan meminta kamu untuk bertanggung jawab" terang bunda Zofa kesal
"Tunggu dulu bun, dia korban, terus aku ini apa tersangka gitu" ujar Zofa tak terima sembari menunjuk Ammar kemudian menunjuk dirinya sendiri
"Ya buktinya kamu yang naik ke pangkuannya"
"Astaghfirullah bun, itu gak sengaja, kakiku kesemutan" Zofa membela dirinya
"Apa tidak bisa masalah ini diselesaikan dengan ucapan maaf?" tanya Ayah seakan-akan memohon pada keluarga Ammar
"Ayah kita gak salah" ujar Zofa lirih
"Saya tidak mau anak saya menjadi istri kedua, saya juga yakin bapak dari istri kamu tidak mau putrinya di madu" lanjut sang ayah yang membuat Zofa tercengang, jadi pria ini yang hendak melamarnya
Ammar memijat pelipisnya "Ya Allah kenapa jadi serumit ini" batinnya berteriak frustasi
Ita menggenggam tangan Ammar hingga Ammar menoleh ke arahnya "Bang" panggilan itu seakan-akan menuntut agar suaminya tidak menyerah dan tetap mau memenuhi permintaannya
"Saya akan berusaha berlaku adil seadil-adilnya"
***
Mohon dukungannya ya, Jan lupa like dan comment sebanyak-banyaknya, beri vote juga, semoga Rizki kalian di limpahkan oleh Allah, syukron ala qiroati, terimakasih telah membaca, thanks you for reading, see you next episode 👋
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Rhiena Aprilia Hanggara
diulang lagi gak bosen"..
2022-01-22
0
Bebek puyuh
🤣
2021-11-26
0
Rena Agustina
awal marraaahh lelaki minta pertanggung jawaban nikah sama perempuan aduh Thor lain dari yg lain
2021-11-25
3