Sistem Katalis
Di sebuah ruangan yang penuh dengan buku yang tertata rapi pada tiap-tiap rak, seorang pria yang nampak berusia 30-an sedang duduk di kursi administrasi, melayani seorang kakek misterius.
Kakek itu membawa tongkat yang terbuat dari kayu dan sebuah buku kecil serta cincin hitam yang saat ini tengah disodorkan pada pria yang sedang duduk itu.
“Untukku?” tanya pria itu sambil hendak mengambil cincin hitam yang disodorkan kakek itu.
Kakek itu mengangguk untuk meyakinkan keraguan pria itu. Setelah pria itu mengambilnya, kakek itu pun berkata, “Maaf” dengan singkat tanpa apa-apa lagi dan berlalu pergi.
Pria itu hanya mengangkat sebelah alisnya melihat tingkah aneh kakek itu, namun dia segera mengalihkan perhatian pada cincin hitam yang kini sedang dia pegang. Ketertarikan di matanya terpancar saat melihat pola-pola unik yang terukir pada sepanjang garis lingkaran cincin hitam itu yang belum pernah dilihatnya. Bagaimanapun, dia adalah salah satu dari orang – orang yang dijuluki “Jenius”. Tentunya, hal itu bukanlah sekedar julukan. Mereka nyata memiliki kelebihan yang abnormal.
Pria ini, Veroa Fliff sebenarnya adalah Pangeran Ketiga dari Kerajaan Sylvania yang diketahui telah cacat seumur hidup setelah kecelakaan saat upacara kedewasaan. Saat ini, dirinya terjebak di atas kursi administrasi selama belasan tahun dan telah jauh dia menjelajahi dunia lewat buku yang dibacanya.
Melihat suatu hal yang baru, tentunya dia menjadi bersemangat untuk mencari tahu dan memecahkan misteri itu.
Berhari-hari, dia lewati dengan membaca buku yang sekiranya bersangkutan dengan pola formasi. Bahkan, dia dengan nekat membuka ruang rahasia yang berisi buku – buku langka dan merupakan tempat terlarang bagi siapapun untuk masuk tanpa seizin dari Raja Rein, Raja Kerajaan Sylvania dan merupakan kakak tertua dari saudara - saudara Veroa.
Ini tentang hukum bagi siapapun yang masuk tanpa mendapat izin dari raja, hukumannya adalah hukuman penggal kepala yang dipertontonkan di depan khalayak ramai. Hukum ini baru saja dibuat oleh raja yang baru naik takhta, Raja Rein.
Saat Veroa sedang membaca suatu buku misterius yang memiliki keselarasan dengan cincin hitam yang sedang dikenakannya, sebuah suara langkah kaki terdengar. Itu adalah penjaga yang baru saja mendapat giliran jaga. Mengetahui hal itu, Veroa yang sangat penasaran dengan kelanjutan isi buku itu memutuskan untuk tetap membaca sampai akhir. Dalam hatinya, dia berkata “Setidaknya, aku akan mati tanpa rasa penasaran”.
Keesokan harinya, di depan alun-alun kota, ramai orang – orang berkumpul sambil berbincang-bincang, menunggu tersangka yang akan dihukum, karena telah melanggar larangan yang telah dibuat Raja Rein.
...
Di sebuah ruang kamar, saat ini seorang pemuda berusia 15 tahun sedang didandani oleh seorang pelayan. Dia adalah Veroa Fliff, anak ketiga dari Raja Danmark dan Ratu Roya. Sebagai seorang pangeran, pakaian yang dikenakan pun berkualitas dan megah tentunya. Setelah selesai, dia keluar untuk menemui ayah, ibu beserta saudara – saudaranya yang akan mengantar dan menyaksikan upacara kedewasaannya.
Di depan istana, saudara – saudaranya telah menunggu lebih awal. Mereka sangat antusias menyambut Veroa yang dianggap jenius, karena telah terlihat jelas dari segi tutur katanya, keuletannya dalam belajar dan kecepatannya dalam memahami sesuatu.
Hanya saja, ada satu orang yang sedang memakai topeng, menyembunyikan ekspresi aslinya yang sebenarnya sedang menahan kekesalan. Dia adalah Rein, kakak tertua Veroa sekaligus sebagai putra mahkota dari Kerajaan Sylvania.
Sebagai putra mahkota, dia merasa posisinya terancam untuk diambil alih oleh Veroa. Semua itu, dia perhatikan dari segala perhatian yang didapat oleh Veroa begitu intens daripada terhadapnya. Setiap hari, dia selalu merasa takut ambisinya akan diambil oleh tangan adiknya sendiri.
Itu terjadi pada saat Veroa kecil berlatih pedang dan panahan. Performa yang ditampilkannya sungguh membuat ayahnya bangga. Tak sengaja, Rein mendengar perbincangan antara sepasang suami istri di malam hari pada saat dia melewati pintu kamar orang tuanya. Yang keduanya perbincangkan adalah tentang perandaian bahwa Veroa menjadi penerus takhtanya, Kerajaan Sylvania akan memasuki era keemasan. Hal itu membuatnya merasa terkejut dan segera pergi menuju kamarnya dengan wajah yang geram. Salahnya lagi, dia tak mendengarkan perkataan yang dilontarkan ayahnya selanjutnya.
“Tapi, tidak baik bila mengambil hak anak pertama kita, Rein. Dialah penerus takhta yang paling sah. Takdir mungkin tak mengizinkannya untuk mengemban tugas seorang pemimpin. Bisa jadi, Veroa memiliki jiwa yang bebas. Kita sepatutnya bersyukur dengan apa yang telah kita dapati saat ini.” itulah perkataan yang dikeluarkan dari mulut sang suami terhadap istri tercintanya yang nantinya menjadikan mimpi buruk bagi Veroa di masa mendatang.
Di kamar, setiap malam hari, Rein selalu memikirkan rencana terbaik untuk menyingkirkan adiknya. Bagaimanapun, dia tetaplah seorang kakak, dari lubuk hari terdalamnya masih terdapat rasa sayang. Hanya saja, ambisinya terlalu besar untuk membiarkan rasa sayang itu muncul. Dengan begitu, solusi terbaiknya adalah, dia berencana untuk menyingkirkan adiknya dengan tanpa membuatnya sengsara atau menderita. Kematian instan!
Tapi, dia tak pernah melihat waktu yang tepat untuk melancarkan rencananya itu. Dia juga merasa tak kuasa melakukannya seorang diri. Maka, dengan berbagai pertimbangan, akhirnya dia memutuskan untuk bersabar dan menunggu upacara kedewasaan adiknya. Karena, selama ini, Veroa tak pernah keluar dari istana. Dia selalu berlatih dengan konsisten di tempat latihan pribadinya yang terkadang didampingi ayahnya. Selain itu, waktu luangnya dipakai untuk menimba ilmu di perpustakaan kerajaan yang masih berada di dalam benteng istana. Dengan penjagaan yang sangat ketat di setiap waktu, tentunya hal inilah yang menghalangi rencana Rein selama ini.
Setelah mendengar upacara kedewasaan, dia segera pergi untuk menghubungi pusat layanan Organisasi Ninja dengan tujuan untuk memberikan tugas pembunuhan bersyarat, yakni sistem kematian instan. Setelah memberikan penjelasan rinci tentang misi yang diberikannya, dia segera kembali ke
istana.
Akhirnya, inilah waktu yang ditunggu-tunggu tiba. Upacara kedewasaan Veroa yang dinantikan olehnya. Bukan untuk menyambut antusias Sang Jenius, melainkan untuk menghapuskan penghalang ambisinya di masa depan.
Perjalanan menuju bangunan yang khusus untuk upacara kedewasaan, Katedral, Veroa bersama keluarganya menggunakan kereta kuda yang sangat mewah. Veroa sendiri tengah tertidur, bersandar pada pundak kakak keduanya, Dizz Perquis. Namun, itu tak lama, karena dia segera terbangun dengan wajah terkejut yang segera berubah ekspresinya menjadi kebingungan.
“Ada apa, Nak? Mimpi burukkah?” tanya ayahnya memastikan, Veroa semakin bingung dengan keadaan dan sekelilingnya. Dalam batinnya, banyak pertanyaan yang tak tertampung dalam otak. Semua hal yang berada dalam mimpinya terasa seperti nyata. Perasaan saat kepalanya dipenggal di depan khalayak ramai masih terasa menempel di leher. Apalagi, yang membuatnya sakit hati pada saat itu adalah kakaknya sendirilah yang memberikan perintah hukuman mati, hanya karena dia memasuki area terlarang.
Tapi, dia segera menanggapi pertanyaan ayahnya dengan anggukan kepala tanpa bersuara. Dirinya segera menyelami mimpi aneh itu sambil melihat pemandangan luar dari dalam kereta.
Dalam mimpinya, dia telah dewasa dengan hidup yang menyedihkan sebagai manusia yang mendapat julukan “Jenius”. Semua itu berawal dari jalan yang kakak pertamanya ambil, yaitu dengan cara yang kurang tepat untuk memenuhi ambisinya. Dia telah mengetahui orang yang menjadi dalang dibalik kecelakaan yang membuat dirinya cacat, dia yang membunuh ayahnya tanpa diketahui oleh siapapun, dia pula yang mencuci otak penduduk kerajaan dengan menanamkan sugesti kuat agar para penduduk pro terhadap segala keputusannya.
Tiba –tiba, di depan pandangannya muncul sebuah layar yang sedikit transparan. Dalam layar itu tercantum beberapa paragraf huruf yang dia kenali. Dikatakan bahwa layar yang kini berada di depannya itu adalah perwujudan sistem katalis yang telah terintegrasi dengan jiwanya.
Dia membaca dalam diam, berusaha untuk tidak menarik perhatian orang – orang disekitarnya dengan cara berpura-pura untuk tetap memandangi pemandangan di luar kereta. Setelah membaca sampai akhir seluruh paragrafnya, mimpi itu ternyata adalah perwujudan serpihan jiwanya dari masa depan yang telah hancur. Tentang sistem ini, masih belum diketahui dari mana asalnya. Yang pasti, dia takkan mengulangi masa depan yang sama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Reza
semangat
2022-02-13
0