Dia terus berkata yang membuatku mual dan ingin muntah di wajahnya, tapi sayang dengan keadaan selemah ini aku tak sanggup berdiri dan membungkam mulutnya serta mengatakan langsung saja katakan apa yang sebenarnya terjadi tak usah bertele-tele berputar-putar hingga aku benar-benar muak.
“ Aaaaaaaaaarrrrrrrrggggggghhhhhhhhhh, Aku muak aku muak dengan apa yang kau katakan sungguh muak.”
Aku merasa kekuatanku kembali yang membuatku bangkit dan menamparnya. Aku merasa tidak puas dengan semua jawabannya. Dia hanya mengatakan apa yang dia rasakan tanpa harus tau apa yang orang lain rasakan.
“ Katakan apa yang terjadi sehingga aku tidak mengingat semua ini? Katakan yang sejujurnya apa yang terjadi!" Aku memegang kerah bajunya dan seakan aku benar-benar mengoyak lehernya.
" Ini harus dibereskan, dan kuncinya semua ada padamu. Katakanlah, aku akan mendengarkan dengan baik. Aku akan menahan emosiku dan membiarkan dia pergi. Asal kau katakan yang sesungguhnya terjadi." Ucapku perlahan dan duduk di kursi.
“ Yang terjadi adalah aku mencintaimu dengan segenap hati dan aku harus membahagiakanmu. Aku telah mengikuti aturan dalam mencintai, bahwa cinta harus diperjuangkan dan tak boleh disia-siakan. Aku harus bertarung melawan rasa iba, melawan rasa malu dan melawan rasa sakit agar aku bisa mendapatkan cinta."
Kali ini aku tak punya tenaga untuk memaksanya. Aku tak punya tenaga lagi untuk berdebat dan mempertahankan apa yang ingin aku ketahui.
Aku pergi melangkahkan kaki dari rumah itu dan tak tau harus kemana. Aku merasa tak punya keluarga dan hidup sendiri. Aku merasa seperti orang yang sudah mati kemudian bangkit dan mencari kehidupan asalku. Setelah 2 KM aku berjalan baru aku ingat bahwa ada satu alamat yang bisa ku kunjungi dalam keadaan ini, teringat satu nama. Audy aku rasa akan menjadi tujuan yang tepat walaupun jaraknya lumayan jauh dari sini. Dalam langkah yang tersendat ku susuri setiap jalanan agar mendapatkan pencerahan untuk semua ini.
“ Assalamu’alaikum” sambil mengetok pintu aku ucapkan salam dan berharap yang ada di rumah adalah Audy bukan paman dan bibiku.
“ Wa’alaikumsalam, oh Non Laras ya? Ini beneran Non Laras?” Bi Inah yang membuka pintu, dan dia keheranan seperti yang bertahun-tahun tidak melihatku.
“ Iya Bi aku Laras, Audy nya ada Bi?” tanyaku.
“ Ooh Non Audy masih kerja Non di kantor, pulangnya sekitar jam lima, sebenernya sih jam empat tapi kadang diperjalanan macet jadi nyampe sini sekitar jam lima”.
Aku kaget, kenapa Audy bisa kerja di kantor. Bukankah dia sama denganku harusnya masih kelas 2 SMK? Dia sekolah di sekolah yang sama denganku hanya beda kelas. Tapi mengapa dia bisa kerja di kantor? Aaah
pikiranku mulai kacau lagi, mulai tidak mengerti dengan perputaran waktu yang ada di dunia ini.
“ Bi, memangnya Audy kerja dimana ya?” tanyaku pada bi Inah.
“ Di kantor deket perumahannya Non Laras yang sebelum lampu merah Non.” Aku bingung kenapa aku tidak tau dia kerja disana.
“ Bi, Audy lulus SMA engga ya Bi? apa kelulusannya dipercepat?” tanyaku masih penasaran, sebenarnya aku sungguh ingin mengatakan apa yang sebenarnya terjadi, tapi aku takut mempermalukan orang tuaku.
“ Ah non Laras ini, Non Audy lulus kuliah sekitar satu atau 2 tahun lalu lah” jelas Bi Inah. Aku tak mau bertanya lagi, aku sudah cukup bingung dengan pernyataan-pernyataan yang aku dengar.
" Masuk dulu Non, nunggu Non Audy nya di dalam sini" ajak Bi Inah
" Engga deh Bi, Aku mau nunggu di taman komplek aja ya. Siapa tau nanti ketemu Audy" jawabku, sungguh aku ingin badan ini beristirahat dan merebahkan diri di kasur. Tapi aku takut Bi Inah merasa aneh dan berpikir yang aneh -aneh.
“ Ya udah deh Bi, nanti aku balik lagi aja kalo Audy nya udah pulang.” Aku pamit karena aku masih bingung dengan apa yang terjadi dan aku tidak mau menambah kebingunganku yang lain.
Aku duduk termenung di ayunan sebuah taman, disini aku merasa lega tanpa beban-beban yang dari tadi ku pikul. sepuluh hari aku mengalami pergolakan batin yang cukup kuat bahkan menguras seluruh emosi dan tenagaku. Walau aku tak mendapatkan jawaban dari kebingunganku tapi setidaknya disini aku bisa berpikir dengan diiringi ketenangan.
Bersambung.........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Dessy Santi Lutfia Hasanah
kenapa mang Didi ga ngejar dan memperjuangkannya lagi?
2020-08-06
0