Mang Didi membawaku pulang dari Rumah Sakit, setelah 10 hari aku disana. Aku dirawat karena depresi ku parah, sambil menggendong bayi, Mang Didi memberhentikan sebuah taksi yang lewat di hadapan kami. Di perjalanan aku hanya terdiam habis sudah pertanyaan-pertanyaan yang ingin ku tanyakan pada Mang Didi walaupun aku bingung mengapa taxi ini tidak menuju rumahku tapi belok ke tempat yang lain.
Tiba di sebuah rumah aku disambut seorang anak kecil berumur sekitar 5 tahun dan dia
memanggilku bunda "Bundaaaaa, Shakira kangen" sambil memelukku. Aku syok dan tak bisa berkata apa-apa, mematung beberapa saat dan kemudian tersadar kembali.
Aku mendorong anak itu dan berlari masuk ke sebuah kamar dan ini lebih menyakitkan, aku merasa seperti petir benar-benar menyambar seluruh tubuhku. Aku melihat foto-foto pernikahanku dan yang menjadi suamiku adalah Mang Didi.
Kamar ini sangat menyeramkan bagiku, bukan karena horor atau ada penampakan tapi karena aku tak tau apa yang terjadi di kamar ini sehingga foto- foto ini terpampang nyata dan dibingkai dengan indahnya. Ah ku bisa gila.
Ku lihat foto yang lain aku tersenyum bahagia dalam foto itu. Aku memegang tangan Mang Didi terus menerus dan terus melemparkan senyuman. Hatiku menerka-nerka, apa aku dipaksa menikah dengan Mang Didi? tapi kalau aku dipaksa mengapa aku tersenyum bahagia di setiap bagian foto-foto itu?
Ku lihat ada papa yang sedang menjabat tangan Mang Didi, dan itulah satu-satunya foto keluarga yang kulihat. Karena tak satupun ku lihat foto mama atau saudara yang lain. Padahal mama dan papa punya keluarga besar yang akan memenuhi setiap bingkai foto sebuah pernikahan.
" Aku bisa gila, aku bisa gila, aku bisa gilaaaaaaa" aku menjerit dan Mang Didi masuk menenangkan.
" Apa maksud semua ini Mang?"
" Apa maksudnya?"
" Kenapa banyak foto-foto kita disini?"
" Kenapa Mang?"
" Jawab Mang!! jawab!!
" Kenapa kamu dari kemarin diam terus tolong jawab Mang." Aku memberondong pertanyaan padanya, suaraku yang dari tadi meninggi kini berubah jadi bisikan dan tak sanggup lagi aku mengucapkan kata-kata lagi.
Mang Didi menarik nafas panjang dan pergi dari kamar. Meninggalkanku sendiri di kamar dengan lamunan-lamunan yang tak bisa ku kelola dengan baik. Aku merasa harus melakukan sesuatu agar aku tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku berlari ke dapur dan mengambil pisau, Aku benar-benar buntu dan sepertinya aku memang akan benar-benar nekad memotong urat nadiku jika tak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
" Kalau Mang Didi tidak menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi aku akan memotong urat nadiku sendiri aku akan mati dan rasa penasaranku akan jadi hantu yang mengahantuimu setiap detik."
Mang Didi kaget juga anak kecil yang dari tadi duduk di kursi langsung berlari memelukku dan berkata,
" Jangan Bundaaa, nanti Shakhira sama siapa kalau Bunda tidak ada". Aku mendorong anak itu dan bertanya padanya.
" Kamu siapa? mengapa kamu selalu memanggilku bunda? kenapaaa? jawab anak kecil jawab!"
Anak kecil itu menangis dan berkata:
" Aku anak Bunda, bukankah bunda selalu menceritakan dongeng putri duyung setiap malam?"
Aku tak kuat menahan tubuhku sendiri, 10 hari yang lalu aku melahirkan seorang bayi dan sekarang ada anak kecil yang mengaku itu anakku? aku benar-benar ingin memotong urat nadiku dan pergi dari semua mimpi buruk ini.
Tapi mang Didi mengambil kesempatan mengambil pisau itu disaat aku terdiam lesu dan pikiranku berputar-putar dengan semua pertanyaan yang ada di dalamnya.
"Baiklah akan ku ceritakan semuanya, tapi tolong kamu tenang dulu dan redakan emosi mu" ucap Mang Didi dengan genangan air mata di sudut matanya.
Aku tak mampu berucap, tubuhku lemah bersandar pada tembok ruang tamu yang lusuh. Tak mampu ku tatap wajah itu, Aku berharap ada berita baik dari setiap kata yang akan ia ucapkan. Aku beharap akan ada berita
bahagia yang akan ia sampaikan dalam menjelaskan apa yang terjadi. Walaupun hanya setitik, walaupun itu hanya demi kebahagiaan orang tuaku bukan kebahagiaanku. Aku masih menganggap ini mimpi.
Aku akan terbangun dan kemudian bersiap ke sekolah, diantar olehnya bertemu dengan Yuka yang kalem, Haina yang centil, Memer yang tomboy dan Anggita yang selalu ramah. Aku akan bertemu dengan Denis dan makan di kantin bersama. Setelah ini aku akan bangun, aku kan melupakan semua mimpi ini. Mungkin saja mimpi ini terjadi karena kebiasaanku yang lupa membaca doa ketika hendak tidur. Padahal Mama selalu mengingatkanku agar aku membaca doa mau tidur sebelum aku memejamkan mata.
Laras salah ma, dan Laras minta maaf. Mulai sekarang Laras janji, Laras ga akan melupakan semua perintah mama, termasuk selalu berdoa sebelum tidur.......
Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
🌸Momy Kece🌸
cumungut up!
2020-06-01
0