Jakarta. Dua minggu kemudian....
Setelah semua urusan kami di kampung selesai, kami langsung pulang ke ibukota. Dengan dokumen-dokumen pernikahan yang sudah selesai diurus, makam orang tua Suci yang sudah dipindahkan ke Jakarta, dan berkas-berkas kepemilikan tanah peninggalan orang tuanya yang sudah dibalik nama, kami meninggalkan kampung halamannya itu dengan perasaan lega. Tidak ada beban bagi Suci untuk kembali ke Jakarta bersamaku, sehingga kami melakukan perjalanan dengan perasaan bahagia. Terlebih selama di dalam pesawat, kami bisa duduk berdampingan dengan mesra, berbagi sandaran bahu untuk satu sama lain.
"Kamu sehat, Sayang? Tidak akan muntah di pangkuanku?"
Uuuh... dia tersenyum mesra. "Ledekan yang manis," katanya.
Tentu saja manis, itu cerita yang mengawali kisah kami. Bagian yang tidak bisa terlepas dari manisnya cerita cinta di antara kami.
Dan hari itu, sesampainya kami di rumah, Bibi Merry, Mbok Sari dan Anne sudah menantikan kepulangan kami. Kami disambut bak seorang anak dan menantu. Sebelum ke kamar, Suci ingin melihat-lihat area dapur dahulu -- tempat favoritnya selama dia tinggal di rumahku waktu itu. Padahal aku kepingin langsung menggendongnya menaiki tangga menuju kamar utama, tapi ya sudahlah. Aku naik duluan dan langsung menuju kamar yang aku tidak tahu kalau kamar itu sudah dihias bak kamar pengantin baru.
Ya ampun... jantungku berdetak hebat serasa pertama kali menjadi seorang pengantin. Sungguh luar biasa perhatian orang-orang di rumahku terhadap kami.
"Wow!" decak Suci saat ia memasuki kamar. Dia menatap ruang kamar dan keseluruhan dekorasi itu dengan kagum. "Kamu yang menyiapkan semua ini? Indah sekali."
Aku menggeleng. "Bukan. Aku juga tidak tahu kalau kita akan mendapatkan surprise seperti ini." Lalu aku memeluknya. "Cantik, ya? Romantis."
"Mmm-hmm...."
"Bagaimana kalau...?"
"Sebentar... aku mau lihat mawar-mawarku dulu...," katanya.
Hmm... dia ini. Kok kamu nggak ngerti, sih, Sayang...?
Hah! Biarlah, yang penting dia senang, dan saking senangnya dia seakan ingin menciumi mawarnya satu-persatu. "Mereka cantik," gumamnya. "Pemandangan di sini juga sangat cantik. Rindang. Apalagi pemandangan langit senjanya, sangat waw! Aku senang, akhirnya aku bisa melihat keindahan tempat ini. Jauh di luar imajinasiku selama ini. Ini luar biasa cantik."
"Lebih cantik dirimu."
"Ah, kamu...."
"Aku serius, lebih cantik kamu daripada semua bunga itu. Bahkan dari langit senja itu."
Dia tersenyum, cantik sekali. "Kamu merayu aku? Hmm?"
"Iya," sahutku seraya menatap lekat padanya. "Masuk, yuk? Menyempurnakan senja."
Haha. Suci terkikik. "Bahasamu keren, ya. Sangat romantis...."
"Mmm-hmm... jadi...?" Aku mengulurkan tangan dan dia segera menyambutnya. "Aku menginginkanmu," bisikku, mengangkat tangannya dan menariknya ke mulut, lalu menyapukan bibirku ke denyut nadi di pergelangan tangannya.
Kupelajari raut istri kecilku itu dari balik bulu matanya. Desa* napasnya berubah makin cepat menjadi engahan pendek. Kulihat dia merasa cemas, juga terpesona, seolah itu sentuhanku yang pertama. Tapi tak dapat dipungkiri, ini pertama kali baginya setelah ia bisa melihat, ia menyaksikan sendiri bagaimana sikap romantisku, bagaimana aku menyentuhnya, bukan sekadar merasakannya dengan matanya yang terpejam. Dengan sengaja, aku menarik dan menggigiti sebagian kecil tangan Suci dengan sangat lembut. Aku menatap terpesona saat sepasang mata Suci nyaris terpejam dan cuping hidungnya yang halus mengembang.
Ya Tuhan, betapa aku menginginkannya. Senja yang indah itu pun siap dimulai. Bersamanya... pemilik hatiku....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
PM
lanjuuutt dong thorr.....ku hadiahi vote ya heheh....
2021-11-15
3
Juliana Shadi
Mau dilanjut malam pngantinnya?
2021-11-15
4
Hariyanti
eeeeee..... di gantung.. magel dah🤣
2021-11-15
1