Pagi besoknya berlangit cerah dan berlimpah matahari, awal hari yang sempurna untuk pernikahanku dan Suci. Aku bahkan masih terngiang-ngiang manisnya suasana saat kami terbangun tadi pagi. Dia yang terbangun lebih dulu menghujaniku kecupan hangat, hingga aku terbangun dengan senyuman, dan segalanya terasa sempurna. Ada dia di sisiku, seseorang yang paling berarti, yang ada di saat aku memejamkan mata dan yang pertama kali kulihat di pagi aku membuka mata. Istriku, Suci. Permataku yang paling berharga.
"Pagi, Suamiku Sayang," sapanya dengan senyuman manis.
Sungguh, aku tidak ingin mengingat masa laluku, tapi tidak bisa kupungkiri, perlakuan hangat dan manis -- yang tulus seperti ini tidak kudapatkan di pagi pertamaku bersama Rhea. Benar kata Jessy, aku harus memperistri wanita -- bukan yang hanya kucintai, tapi harus yang juga mencintaiku. Dan pagi ini aku menyadari sepenuhnya, aku menemukan sosok itu di dalam diri Suci. Teman hidup yang hangat. Dia memberikanku pelukan mesra sebelum memaksaku bangun, katanya mulai sekarang aku harus terbiasa bangun lebih pagi. Itu lebih sehat.
Sebagian besar dari kami sudah bangun, menikmati sarapan ala inggris lengkap atas kebaikan hati Indie, dengan keterampilan meracik hidangan pagi harinya yang "legendaris." Pengalamannya bertahun-tahun sebagai anggota pramuka -- kata Suci. Dengan bantuan Suci, Anne, dan Jessy -- Roti, telur, buncis, mentega, dan sosis panggang disajikan dengan tampilan yang menggugah selera. Jujur, kuakui itu sandwich yang lezat. Siapa yang menyangka gadis kecil itu memiliki keahlian tersembunyi? Semua orang memuji kemampuannya itu.
Dan satu hal lagi yang kuingat pada pagi pertama kami yang indah itu, Indie menghampiri kami sewaktu aku olahraga angkat beban untuk menjaga massa otot-otot lenganku di depan sumur tua di belakang pondok, walaupun dengan alat yang sederhana, sebuah ember dan tali penggereknya. Tak disangka-sangka, dia menuturkan permintaan maaf kepada Suci atas semua sikap dan kejahilannya selama ini, terlebih kelakuannya malam itu yang mencekoki Suci dengan alkohol dan obat perangsan*. Dia mengakui tujuannya memang supaya Suci kehilangan kesuciannya, dan dia juga mengaku, "Aku tidak suka Mbak selalu jadi kebanggaan keluarga tunangannya Mbak."
"Mantan tunangan," selaku.
Suci terkikik.
"Iya, maaf. Maksudku mantan tunangan Mbak Suci," tandasnya. "Maafkan aku, ya, Mbak? Aku mohon?"
Suci mengangguk, dia meraih tangan Indie dan menggenggamnya erat. "Mbak sudah memaafkan semua kesalahanmu. Asal... kamu harus selalu seperti sekarang ini, jadi anak yang baik untuk Mama, ya? Janji?"
Momen melow pun terjadi, kedua kakak beradik itu berpelukan dengan mata mereka yang berkaca-kaca.
"Lagipula tidak apa-apa, kok," kata Suci. "Kalau tidak begitu, Mbak tidak tahu bagaimana cara Tuhan mempertemukan Mbak dan Mas Rangga, ya kan? Jadi itu Mbak anggap sebagai berkah."
Cieeeee... namaku disebut. Lagipula memang benar, kejahilan Indie juga merupakan berkah bagiku. Aku dan Suci bisa bertemu malam itu. Meski dengan cara yang salah. Tapi, toh aku dan Suci berjuang bersama untuk berubah, berusaha menjadi manusia yang lebih baik dan memperbaiki kehidupan kami. Menata ulang kehidupan kami yang sempat kacau balau akibat semua kesalahan-kesalahan yang telah terjadi."
"Mbak punya satu syarat lagi."
"Apa?" tanya Indie.
"Mbak mau kamu melanjutkan pendidikan. Kamu harus kuliah. Harus jadi orang sukses, minimal nantinya kamu punya pekerjaan yang baik."
Tetapi Indie tidak langsung menyahut, dia justru menggeleng. "Biayanya? Papa sudah tidak ada. Biar aku kerja dulu, Mbak. Nanti--"
"Ssst... Mbak mau kamu fokus kuliah."
"Mbak...."
"Mbak yang akan biayai semuanya."
"Iya, tapi--"
"Kamu tenang saja, Mbak sekarang sudah punya pekerjaan baru. Jadi sekretaris pribadinya Pak Bos," celotehnya seraya melirikku, lalu dia cekikikan lagi.
Sama, aku juga jadi cekikikan -- membayangkan dia duduk di depan meja kerjaku dengan anggun, itu akan membuatku semangat setiap waktu.
"Hei, kamu mau, kan?"
"Ya," sahut Indie. "Terima kasih, Mbak."
"Ya, Sayang," kata Suci. "Sudah, Mbak mau mandi dulu."
Indie mengangguk paham, kemudian berlalu meninggalkan kami berdua.
"Ehm...."
"Apa...?" tanyaku.
"Kamu jadi suami jangan cemburuan, ya. Masa depanku hanya kamu. The one and only." Lalu dia menciumku. "I love you, Mas."
Uuuh... manisnya istriku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
PM
the one and only ehmmmm co cuitt hihihi.....
2021-11-14
5
𝙦𝙞𝙡𝙡𝙖 𝙋𝙆𝙓𝘿 🗿
btw kenapa hrs cemburu?
2021-11-14
5