Sisa siang itu berlalu dengan samar. Waktu berlalu dalam kebahagiaan dan terabadi dalam kenangan hingga malam datang. Pemotongan kue, makan malam yang cukup mewah, lalu berdansa di bawah gemerlapnya langit yang bertabur bintang dan dikelilingi anggrek, mawar, dan kacapiring putih di mana-mana, lengkap dengan pita-pita putih dan emas pucat -- di mana aku memeluk pengantinku -- seakan-akan menimang sebutir berlian tak ternilai dalam dekapanku.
"Aku bahagia," bisiknya di antara lantunan merdu You Are The Reason - Calum Scott. "Terima kasih, ini hadiah ulang tahun terindah di sepanjang hidupku. Pernikahan yang tidak akan pernah terlupakan. Aku mencintaimu."
Rasanya ingin menangis jika aku bukan lelaki yang harus pandai-pandai menahan diri. Sedikit ada rasa sesal kenapa dulu aku sempat melabuhkan hatiku pada Rhea. Baru kusadari, dia bahkan jarang sekali mengutarakan cinta kepadaku. Meski pernah, mungkin hanya untuk membohongiku.
"Aku mencintaimu," kataku dengan parau. "Terima kasih karena kamu sudah bersedia menjadi teman hidupku. Aku berjanji, kita akan bahagia dan menua bersama. Selamanya."
Suci tersenyum. Di saat yang bersamaan, aku teringat perkataan Mama Sania: kebahagiaan seorang istri hanya satu, dicintai oleh suaminya melebihi apa pun di dunia ini. Dan aku menjanjikan itu untuk wanita yang saat ini berada di dalam pelukanku. Janji dalam hati, janji kepada Tuhan.
Sungguh, kami terhanyut dalam perasaan damai yang kuat, bermandikan cahaya lampu-lampu hias keemasan yang tak henti mengerlip. Semua orang bahagia dan beberapa pasangan turut berdansa bersama. Roby dan Jessy. Haris dan Anne. Billy dan Indie pun turut serta, mereka sudah sepakat untuk berteman baik.
"Sayang?"
"Emm?" Dia mendongak.
"Aku...."
"Apa? Katakan saja."
"Apa aku boleh menciummu sekarang? Di depan semua orang?"
Nyaris terbelalak, pipi Suci langsung merona dengan senyum malu yang tertahan.
Dia tidak suka keromantisan di depan publik untuk pencitraan, dan aku juga tidak ingin melakukan itu untuk sebuah pencitraan. Aku hanya ingin adrenalinnya tertantang hingga menghasilkan emosi yang meluap dalam detak jantung yang berdetak lebih keras. Dia malu hingga kelopak matanya turut bergetar terpejam. Bahkan saat bibir kami bersentuhan, dia seakan tidak bisa bernapas dan kakinya gemetaran, lalu tertunduk malu ketika aku melepaskan bibirnya dari ciumanku yang hangat.
"Sudah malam," katanya sambil menahan senyum malu. "Aku lelah. Bisa kita istirahat?"
Aku menyunggingkan senyuman paham, dan langsung menyudahi dansa. Setelah berpamitan pada semua orang, kami langsung melangkah menuju pondok. Kugendong mempelai wanitaku sembari menaiki undakan tangga sementara ia memekik karena malu.
"Kamu yakin tidak ingin pergi ke hotel malam ini?" tanyaku sembari menendang pintu kamar pengantin kami dengan tumitku hingga tertutup.
Dia menggeleng. "Tidak. Aku ingin kita menghabiskan malam ini di sini. Tempat kita bertemu lagi. Tempat di mana aku pertama kali melihat wajah kekasihku."
"Wajahku yang tampan," kataku.
Suci tergelak. "Ya, memang tampan. Dan aku yakin kalau nanti kita punya anak laki-laki, wajahnya pasti akan setampan kamu."
"Anak?"
"Em."
"Mari kita buat, Sayang."
Kami sama-sama tertawa, seandainya bisa. Huh! Sayangnya dia belum bisa disentuh sampai dua minggu ke depan. Itu tidak baik bagi rahimnya yang masih terluka. Jadi ya sudahlah. Ala kadarnya saja. Kuluma* bibirnya dengan bibirku. Kami berciuman panas sampai terengah-engah, lalu dengan sangat perlahan aku menurunkan Suci dan membiarkan tubuhnya meluncur dengan intim di sepanjang tubuhku.
"Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang? Hmm? Ini malam yang indah, bukan?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Roroazzahra
next
2021-12-19
0
Nova Septiarini
Ahhh malam pertama kenapa harus puasa sih thor....😂😂😂😂
2021-12-04
0
Nietta Harry
2 minggu...kira2 Rangga kuat ga yaa??😁😁
2021-11-26
1