Mencari Daddy Bag. 4
Oleh Sept
Rate 18 +
Mereka saling menatap, kilasan malam kelam kembali terasa diputar di depan keduanya. Bagaimana Alung menyeret tubuh Kanina menuju bawah pohon di antara semak.
Kanina beringsut, kakinya mundur. Ada banyak ketakutan di mata gadis yang sudah tidak gadis tersebut. Ia mengingat wajah pelaku jahanam itu. Melihat secara langsung, membuat Kanina diserang panik dan rasa trauma yang kentara.
Begitu juga dengan Alung, pria itu sama terkejutnya dengan Kanina. Gadis yang ia cari-cari selama ini nyatanya ada di depan mata. Namun, sepertinya kesalahan Alung tak termaafkan. Terlihat dari sorot mata Kanina saat menatapnya. Dipenuhi rasa jijik dan benci yang dalam.
"Lung ... ayo!" seru Kakak perempuan Alung yang kala itu sambil bicara di telpon.
Alung tak berkutik, ia hanya mampu menyaksikan Kanina berbalik dan pergi meninggalkan dirinya dengan masuk ke dalam. Ingin menyusul, tapi tidak ada jalan. Mereka di pisahkan etalase kaca besar yang terbentang di antara keduanya.
"Ayo Alung! Nanti kita terlambat!" sentak Meichan. Mereka akan memberi kejutan buat sang mama. Dan Meichan tidak mau terjebak macet.
"Lung!" pekik kakak perempuannya karena Alung malah menoleh kanan-kiri mencari access jalan.
Sementara itu, Dita nampak kaget karena Kanina terlihat ketakutan di sudut ruangan.
"Hey, kamu kenapa? Jangan bercanda!" Dita pikir Kanina sedang mencandai dirinya.
"Udah kamu kasih kan pesanan mbak di depan?" tanya Dita yang ridak menyadari kondisi Kanina kala itu.
"Nin ... kamu kenapa?"
Melihat tubuh temannya yang gemetar dan wajahnya panik, Dita langsung berlari memeriksa ke luar. Tidak ada orang, costumer yang tadi sudah tidak ada. Di luar sama sekali tidak ada orang, mobil merah yang semula parkir di depan toko juga tidak ada. Dita kembali masuk ke dalam.
"Kamu lihat apa?" Dita memegangi kedua pundak Kanina. Temannya hanya diam ketakutan, membuat Dita menerka-nerka. Jangan-jangan Kanina melihat pria keji itu.
"Apa dia ke sini?" tebak Dita dengan hati-hati.
Mendengar pertanyaan Dita, bibir Kanina bergetar. Gadis itu lalu menangis, ia terisak sambil memeluk lututnya.
"Ya Tuhan, Kanina."
Tidak tega melihat kondisi Kanina yang menyisahkan rasa trauma. Dita memeluk Kanina, mencoba menguatkan temannya itu.
"Tidak apa-apa, kamu di sini aman. Tidak apa-apa." Dita menepuk punggung Kanina, mencoba menguatkan gadis yang sudah ternoda tersebut.
***
Esok harinya, Kanina langsung mengundurkan diri. Ia memilih untuk pulang ke kampung halaman. Pagi-pagi buta Dita sudah mengantar gadis itu ke stasiun.
Dengan berat hati, Dita melepas kepergian sahabat baiknya itu. Mungkin ini yang terbaik. Meninggalkan ibu kota yang sangat kejam bagi seorang gadis sederhana seperti Kanina. Meninggalkan tempat yang akan mengingatkan Kanina dengan petaka yang sudah menimpanya itu.
Suarabaya, Jawa Timur.
Stasiun Gubeng, Beberapa menit yang lalu kereta baru saja tiba. Kanina berjalan menyusuri peron menuju pintu keluar. Langkah kakinya terlihat ragu saat akan pulang kampung halaman. Kanina malu, malu karena pulang dengan membawa aib. Meskipun tidak ada yang tahu, tetap saja ia merasa sudah sangat kotor.
Kanina menoleh, di sampingnya ada kaca gelap besar yang memantulkan bayangan tubuhnya. Ia memejamkan mata sesaat, sebelum kembali melangkah. Wanita muda itu menguatkan hati lebih dulu, sebentar lagi ia akan berjumpa dengan ibunya. Kanina harus pura-pura bahwa semua baik-baik saja.
***
"Terima kasih, Mas," ucap Kanina saat mengambil tas yang diulurkan driver ojek online.
"Sama-sama, Mbak."
Bremmm
Motor matic itu pun meninggalkan Kanina di ujung jalan. Sebuah gang sempit sudah menunggu untuk Kanina lewati. Ia menghela napas dalam-dalam, kemudian kembali melangkah. Memasuki gang sempit yang padat penduduk tersebut.
Bau amis dari saluran air yang macet di kanan kiri, membuat Kanina sedikit menahan napas. Inilah tempat tinggal Kanina, tempat di mana ia dilahirkan dan dibesarkan.
"Nina!" panggil seorang wanita muda yang sedang mengendong bocah.
Itu adalah Fitri, teman sekolah Kanina waktu kecil. Kanina sedikit terkejut, ketika temannya itu memanggil namanya dengan suara lantang. Ia hanya melempar senyum dan kembali berjalan menuju rumahnya.
"Baru pulang?" teriak Fitri kembali, padahal anak yang ia gendong sedang rewel. Tapi, ia masih saja ingin mencegah langkah Kanina yang baru lewat itu.
Kanina mengangguk dan kembali berjalan, mungkin Fitri akan mengiranya sombong atas sikapnya barusan. Biarlah demikian, sebab hati Kanina saat ini sedang gunda gulana. Ia tidak ingin berhenti sejenak sekadar basa-basi atau apalah.
Setelah Kanina pergi, Fitri mulai mengomel.
"Kerja di Kota besar saja sombong! Nggak inget apa dia dulu? Duh ... kacang lupa kulit!" gerutu Fitri sambil menenangkan anaknya yang rewel.
Sedangkan Kanina, ia sama sekali tidak mendengar umpatan dan rutukan Fitri. Karena ia langsung pergi. Kini setelah sampai di depan rumahnya, ia malah tertegun menatap sebuah rumah sederhana dengan genteng yang beberapa bagian depannya hampir jatuh.
Sekali lagi ia menghela napas panjang, kemudian melangkah perlahan.
"Buk ... Ibuk."
Kanina meletakkan tas di atas kursi anyaman dari bambu. Ia menoleh ke kana kiri. Bayangan sang ibu sama sekali tidak nampak.
"Buk ...!" Kanina masuk ke dalam rumah yang sedikit terbuka tersebut. Namun, Ibunya sama sekali tidak ada.
Karena di dalam tidak ada, ia pun mencari ke samping. Mungkin sang ibu sedang memberi makan hewan peliharaan mereka. Seingat Kanina, ibunya cerita bahwa uang yang ia kirim, dibelikan kambing beberapa ekor.
Kanina sudah melarang, karena ibu sudah Tua. Tapi, ibu memaksa. Katanya nanti kalau anaknya banyak, ibu mau pakai qurban. Begitulah jawaban ibu saat Kanina melarang.
Mbek, mbek, mbek
Dua ekor kambing yang sudah besar dan tiga yang masih kecil, mengembik saat Kanina datang ke kandang samping rumah.
"Mbak Roh," sapa Kanina pada wanita yang sedang memberi makan kambing.
"Loh, kapan kamu pulang? Kok nggak bilang-bilang?"
Mbak Roh langsung cuci tangan. Kemudian masuk ke dalam rumah.
"Pasti capek, duduk dulu," ucap wanita yang sudah seperti Kakak kandung Kanina. Mbak Roh merupakan kerabat jauh ibu Lastri, ibunya Kanina.
Lepas cerai dan tidak memiliki anak, wanita itu tinggal bersama ibu Kanina. Karena tidak memiliki tempat tinggal. Suaminya selingkuh karena ia tidak punya anak. Tidak tahan tinggal satu atap dengan maduya. Mbak Roh memilih pisah dan meninggalkan rumah. Sampai akhirnya ia tinggal di rumah ibu Lastri, meski sederhana, setidaknya mbak Roh merasa bahagia hidup di sana.
"Ibuk di mana, Mbak?"
"Tadi di kebon. Sepertinya mau ngambil singkong."
Kanina hanya manggut-manggut.
"Sebentar, sampai lupa. Tak bikinkan teh dulu."
"Nggak ... nggak usah Mbak. Nina mau langsung istirahat. Badan Nina pegel-pegel."
"Nggak papa, udah ... istirahat saja. Mbak buatin teh."
Kanina pun tidak menolak, dan saat baru sampai di kamarnya yang kecil dan sempit, bau lembab yang tercium hidungnya, membuat perutnya merasa tak nyaman.
Kanina langsung berlari menuju kamar mandi, membuat mbak Roh kaget. Kenapa berlarian seperti itu.
Huek huek huek
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Ila Lee
kasihan kanina hamil
2025-01-20
0
Zamie Assyakur
yaaaah hamil
2023-04-17
0
tris tanto
lha kn pingsan kok bisa hapal
2022-11-08
0