Barnes dengan sigap menarik tubuh anak kecil yang berdiri di sampingnya wanita berambut keriting berwarna merah untuk ia gendong, lalu ia menangkup kepala wanita itu untuk ia benamkan ke dada bidangnya.
Brug, brug! Dua buku dengan ketebalan melebihi buku pada umumnya, mengenai punggungnya Barnes.
Wanita berambut merah dengan bentuk keriting yang tidak beraturan itu mengangkat wajahnya dan ia beradu pandang dengan Barnes.
"Kamu?!" Barnes dan wanita berambut merah tidak terawat itu tersentak kaget secara bersamaan.
Barnes masih mendekap anak kecil yang berhasil ia selamatkan dari timpukan dua buah buku tebal itu dan telapak tangannya Barnes masih menangkup kepala wanita dengan rambut keriting parah, kering dan berwarna merah tidak terawat itu.
Barnes tertegun saat ia melihat kedua bola mata jernih dari wanita yang masih menempel lekat di tubuh kekarnya dan masih beradu pandang dengannya.
Tiba-tiba wanita itu mendorong Barnes sembari merebut anak kecil yang masih bersandar nyaman di dalam gendongannya Barnes. Wanita itu mengambil alih menggendong anak kecil itu, kemudian mendelik ke Barnes, "Ke....kenapa kau tiba-tiba memelukku? Dasar mesum!"
"Aku sudah menolongmu dari timpukan dua buku tebal itu dan kau malah mengatai-ngataiku?" Barnes beradu pandang dengan kedua manik hitam wanita berambut merah itu dengan wajah datar sembari menarik kembali kepala wanita itu sehingga tubuh wanita itu kembali menempel lekat di tubuhnya Barnes.
"Lepaskan aku!" Wanita berambut merah itu kembali menatap Barnes setelah ia melihat ke bawah ke arah dua buku tebal yang terkapar di atas lantai.
Alih-alih melepaskan wanita berambut jelek itu, Barnes justru menurunkan tangannya dan dengan cepat ia kemudian mengaitkan lengan kekarnya di pinggang ramping wanita berwajah tirus yang memiliki rambut keriting parah itu. Barnes kembali bertanya, "Siapa nama kamu?" Barnes seolah tidak rela melepaskan wanita itu dan enggan mengalihkan pandangannya dari kedua bola mata indah nan jernih milik wanita itu. Bola mata itu mengingatkan Barnes pada kedua bola mata miliknya Amanda Dirgantara.
Amanda menendang kakinya Barnes lalu ia mendorong tubuhnya Barnes sampai punggungnya Barnes membentur rak buku dan ia kembali berhasil terlepas dari dekapannya Barnes. Amanda mendelik lalu berkata, "Aku tidak bisa mendengarkan apa yang ada di benak dan pikiranmu jadi, aku tidak akan memberitahukan siapa namaku ke kamu" Amanda berucap sembari merogoh saku celananya, ia mengeluarkan gulungan uang kertas berwarna merah, "Dan ini sisa uang yang kamu kasih pagi tadi. Untunglah aku bisa bertemu lagi denganmu jadi, aku bisa memberikan sisa uangmu ini karena, aku tidak suka berhutang budi dengan orang asing"
Barnes membiarkan tangannya dipegang wanita itu dan diam saja saat gulungan uang kertas berwana merah itu diletakkan di atas telapak tangannya yang dibuka paksa oleh wanita itu. Barnes lalu menarik kembali pinggang wanita itu dan ia bergumam, "Siapa kamu? siapa nama kamu? kenapa kamu mengingatkan aku padanya?"
Amanda kembali mendorong tubuhnya Barnes, "Kenapa kau suka banget memelukku? dasar mesum!" lalu ia segera berbalik badan dan berlari meninggalkan Barnes. Amanda ketakutan karena ia mengira, laki-laki asing itu adalah utusannya si duda kaya raya yang sudah membelinya dari tantenya dan masih terus mengejarnya.
Barnes mengambil dua buku berhalaman tebal yang sudah mengenai punggungnya dari atas lantai dan ia meletakkan kembali kedua buku berhalaman tebal itu ke rak buku paling atas sambil terus menoleh ke arah perginya wanita asing yang sudah dua kali membuatnya berada di situasi yang tidak mengenakkan.
Barnes kemudian mengambil sebuah buku bersampul hitam. Dan tanpa ia sadari, Barnes masuk ke dalam private room yang lampunya menyala. Nyala lampu di atas pintu masuk itu sebagai tanda bahwa private room itu masih kosong dan tidak berpenghuni.
Barnes masuk private room itu dengan benak yang penuh dengan pesonanya Amanda Dirgantara di masa kecil yang ia temukan di kedua bola mata milik wanita berambut merah tadi. Dan Karena pikirannya terus tertuju ke pesona kedua bola mata hitam nan jernih milik gadis berambut merah tadi, ia melupakan Prince yang masih asyik menikmati snack di luar private room, teronggok menyepi di sudut ruangan perpustakaan kota yang sangat luas itu, sendirian.
Prince kemudian menelepon ponsel kakaknya, "Kak, ambil bukunya di Amerika ya, kok lama amat nggak balik-balik ke sini?"
"Astaga! aku melupakanmu. Aku ada di private room nomer enam. Kamu ke sini aja!"
Klik. Prince mematikan ponselnya dengan mendengus kesal sembari bangkit lalu melangkah malas menuju ke private room nomer enam.
Sesampainya di private room nomer enam tersebut, Prince dikejutkan dengan pemandangan tak lazim. Kakak laki-laki tampannya berada di bawah tubuh seorang gadis berambut merah dan ada seorang anak laki-laki berumur enam tahun berdiri di dekat mereka. Prince kemudian dengan pelan mendekat lalu membungkukkan badannya untuk melihat wajah wanita dan kakak laki-lakinya itu. Prince langsung memekik kaget ketika ia melihat bibir kakak laki-lakinya menempel lekat dengan bibir wanita berambut merah itu, "What?! kalian sedang apa? aku mengganggu kalian ya?"
Wanita berambut merah itu langsung berdiri dan memandang lekat ke Barnes yang masih berusaha untuk mengumpulkan nalar sehat dan bangkit. Prince pun menegakkan badannya lalu menatap wanita berambut merah itu, kemudian menoleh ke kakak laki-laki tercintanya itu dengan banyak kerutan di dahinya.
"Ke......kenapa kau bisa berada di sini?" Barnes membeliakkan kedua matanya ke wanita berambut merah itu, "Dan kenapa kau menciumku? dasar wanita barbar!"
"I....itu tadi, emm, ada orang yang mengikutimu tadi dan ia berniat jahat padamu. Karena, kamu udah menolongku maka, aku berpikiran untuk menolongmu. Aku bilang kan tadi, aku nggak suka berhutang budi pada orang asing. Dan berakhirlah aku di sini" Wanita itu tampak mendengus kesal.
Barnes mengusap bibirnya dengan ibu jarinya sendiri sambil terus menatap wanita berambut merah itu, "Kenapa kau menciumku?"
"Si....siapa yang mencium kamu? I.....itu tidak sengaja dan......."
Prince membungkukkan badannya kembali ke arah wanita yang masih beradu pandang dengan Barnes. Dan di saat Prince hendak membuka mulutnya, wanita berambut merah itu tiba-tiba menoleh ke Prince dan menyemburkan kata, "Rambutku emang aneh memangnya kenapa, hah?!"
Prince langsung tersentak, menegakkan badan kembali dan memundurkan wajahnya lalu bertanya, "Kenapa kau bisa tahu apa yang ada di pikiranku?"
"Dan kenapa kau juga bisa tahu apa yang ada di pikiran orang yang mengikutiku tadi?" Barnes pun ikutan melempar tanya ke wanita berambut merah itu.
Anak laki-laki kecil berumur enam tahun itu tiba-tiba menyahut, "Kak Manda memang bisa membaca dan mendengarkan pikiran orang"
Wanita berambut merah itu langsung merengkuh anak laki-laki kecil itu dan segera berputar badan lalu berlari meninggalkan ruangan private itu sembari menggendong anak kecil berumur enam tahun itu. Barnes dan Prince menatap punggung wanita berambut merah itu dengan kerutan di dahi mereka.
Prince kemudian menoleh ke kakak laki-laki tampannya, "Dia berambut aneh tapi wajahnya lumayan cantik juga kalau diperhatikan dengan seksama dari jarak dekat dan, pppffttt! gimana rasa bibirnya tadi, Kak?"
Barnes menoleh ke Prince lalu mendelik, "Mau mati kau?"
Prince langsung menggemakan tawanya di ruangan private itu.
Barnes kemudian duduk di kursi dan kembali membaca buku bersampul hitam dan tidak menghiraukan adik laki-lakinya yang tampan yang masih terus menggemakan tawa riangnya. Lalu Prince duduk di kursi sebelahnya Barnes dan kembali menggoda kakak laki-lakinya, "Wah! wajah Kakak merona, ya?"
Barnes terus menatap buku yang dia pegang dan tidak menghiraukan ocehannya Prince.
Prince kembali tertawa lepas lalu berucap, "Kak, Kakak mikirin apa sih? wajahnya Kakak memerah dan Kakak pegang bukunya terbalik? Kakak kena pelet wanita berambut merah tadi ya? jadi, linglung kayak gini, pppffttt!"
Barnes membalik bukunya dan tanpa menoleh ke adiknya sama sekali, dia melanjutkan memperhatikan buku bersampul hitam yang masih ia pegang.
Prince kemudian menghenyakkan tubuhnya di kursi mewah yang hanya tersedia di ruang private room lalu menghela napas panjang, "Huuffftt! ngobrol sama tembok emang susah"
Barnes melirik Prince lalu berkata, "Makan aja camilan kamu dan jangan mengoceh!"
"Eh, orang yang mengikuti kakak dan kata wanita berambut merah tadi, orang itu ingin mencelakai Kakak, sekarang dia di mana?"
"Dia keluar lewat jendela itu karena, aku berhasil mengalahkannya maka ia melarikan diri dengan melompat ke jendela besar itu.Dan di saat aku hendak mengejarnya, kakiku selip karena, tiba-tiba ada suara cempreng seorang wanita. Aku kemudian terjatuh di lantai dan wanita tadi tiba-tiba menindihku lalu menciumku. Dasar wanita barbar!"
"Barbar tapi rasanya manis kan, Kak? pppfftt!" Prince kembali terkekeh geli dan Barnes hanya bisa menggeleng-nggelengkan kepalanya dan menghela napas panjang menanggapi keusilannya Prince.
Prince kemudian memekik kencang, "Kak?! Kakak dengar nggak, anak kecil tadi memanggil wanita berambut jelek tadi dengan nama apa?"
Barnes menutup bukunya dan menatap Prince, "Dengan nama apa?"
"Anak kecil tadi memanggil wanita tadi, Kak Manda. Kakak sadar nggak? siapa tahu wanita tadi memiliki nama Amanda. Amanda kan bisa dipanggil Manda, iya, kan?"
Barnes lalu bangkit dan berlari keluar dari private room untuk mengejar wanita berambut jelek tadi tanpa memedulikan Prince yang kembali mendengus kesal dan kewalahan mengejar Kakak laki-lakinya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 278 Episodes
Comments
Lina Susilo
prince kamu gokil banget sih 😂😂😂😂 dn buat barnes selamat krna dapat bonus bibir nya amanda
2023-05-03
1
reedha
Ayo Barnes....kejar dia....kejar....
2022-02-22
2
Puan Harahap
nyicil baca ya kak thor say, seru nih.
2022-02-21
2