Saat itulah Farrel masuk, mengagetkan Alan begitu juga Tasya, Alan yang gagal pelepasan mendadak tersadar apa yang baru saja dia lakukan.
"Sial hampir saja"
Alan melemparkan selimut pada Tasya dengan kasar, dia beranjak dari ranjang dengan santai.
"Astaga, kau benar benar dalam masalah Lan"
"Sudahlah, tak usah mengurus masalahku,"
"Urus saja masalahmu sendiri."
Sementara Tasya yang merasa gagal lagi dalam rencananya menjerat Alan masuk kedalam kamar mandi, menyalakan air dan menangis sejadi jadinya. Merutuki kebodohan demi kebodohannya selama ini.
"Bodoh, bodoh"
Alan keluar setelah memakai bathrobe dari lemari pakaian. Dia berjalan menuruni tangga dan menuju dapur, Farrel mengikuti nya sampai dia bersandar di dinding pembatas dapur.
Farrel dengan segala tingkahnya, mengaku dewasa padahal usianya saja belum genap 20 tahun. Sifat manja dan egoisnya pun sering kali membuat Alan jengah, namun seberapa keras Alan dia hanya kalah oleh sang adik angkat.
Alan melemparkan soft drink kearah Farrel, sementara dia mengambil wine favorit nya, mengambil gelas kecil lalu menambahkan beberapa es cube kedalamnya.
"Kamu masih mencari perempuan itu! bunda sudah melarangmu El."
"Kau tidak akan mengerti Lan, aku cinta sama dia."
Alan menghempaskan tubuhnya keatas sofa
.
.
Setelah beberapa hari berlalu Alan tak lagi bertemu dengan Tasya, ciuman panas yang terjadi di lorong rumah tante Ayu adalah pertemuannya yang terakhir, setelah kejadian itu Tasya sudah kembali pulang kerumah. Insiden yang membuatnya harus menelan pil pahit dan penolakan dari Alan.
"Hentikan, kau fikir aku tertarik padamu?" seru Alan menghempaskan tangan Tasya dari lengannya.
"Ciuman itu tak ada artinya untukku...."
Meski Tasya yang awal nya mengira Alan tertarik padanya, pada kecantikannya atau pada tubuhnya sekalipun. Namun ternyata dugaan nya salah. Alan ternyata tidak bisa ditebak, wajah tanpa ekspresi itu
kian terbayang di hari hari Tasya, merasa penasaran dengan sosok yang dingin dan sikapnya yang keras itu.
.
.
Tasya keluar dari kelas setelah pelajaran nya selesai, dia berjalan menuju mobilnya.
"Sya, Tasya tunggu." Tasya menoleh kearah suara yang memanggil namanya.
"Hei Mir, ada apa?"
"Ikut aku yuk malam ini" Ucap Miranda merangkul Tasya.
Tasya mengernyit," Tempat biasa?" Miranda mengangguk.
"Lagi males ah, kapan-kapan aja" Tasya mulai membuka pintu mobilnya namun ditahan oleh tangan Miranda.
"Please ya, temenin aku ya,"ucapnya
Tasya memutar matanya malas,"oke Fine" lalu masuk kedalam mobil dan menutup pintu.
"Nanti jemput aku kerumah ku oke"
"Oke, udah sana minggir aku mau pergi."
Miranda berseringai, lalu pergi menuju salah satu sudut kampus dimana teman-temannya berkumpul.
"Gimana berhasil?"
"Beres, sebentar lagi dia akan hancur,"ucap Miranda dengan bangga.
Seseorang berambut pirang tertawa dengan puas. Lalu merangkul Miranda.
.
.
"Cynthia, keruanganku sekarang," ucap Alan melalui intercom dimejanya.
"Baik Pak"
Dengan langkah bak seorang model Cynthia masuk keruangan Alan begitu saja. Menyibakkan rambutnya kebelakang hingga terlihat leher mulusnya yang jenjang.
"Apa hari ini ada meeting?"
Dengan langkah yang semakin mendekat Cynthia dengan sengaja mengelap lehernya menggoda, "Sebentar saya lihat ya Pak."
Cynthia membuka buku agendanya, terlihat membuka lembar demi lembar. "Tidak ada Pak."
"Hem, Kalau begitu aku pergi," Alan beranjak dari duduknya.
"Tunggu Pak..." ucapnya.
"Apa sebaiknya Pak Alan makan siang dulu? aku akan memesan makan siang untuk Pak Alan."
"Tidak usah," Alan melangkah keluar.
Cynthia menyusulnya, "Pak, tunggu..."
Alan menoleh tanpa bereaksi, Cynthia menyamakan posisinya hingga berjajar di depannya.
"Boleh aku ikut menumpang mobil Pak Alan?mobil ku sedang di bengkel."
Alan segera membalikkan tubuhnya dan berlalu begitu saja tanpa menjawabnya."Sialan, susah banget,"gumamnya.
Alan masuk kedalam mobil dan melajukannya perlahan, melewati ruas jalan yang lumayan ramai siang itu.
Tak berapa lama dia memasuki gerbang Real Estate, melaju hingga terhenti tepat didepan sebuah rumah.
Rumah bernuansa Eropa klasik dengan warna putih yang mendominasi. Dengan taman bunga anggrek dihalaman rumah peninggalan kedua orang tuanya.
Dengan tatapan nanar Alan keluar dari mobil dan berjalan masuk kedalam gerbang yang ternyata tidsk terkunci.
"Ceroboh sekali"
Seorang security berjalan dengan tergesa dari arah samping rumah menghampiri Alan.
"Mas, Akhirnya pulang juga. Apakabar Mas?"
"Kenapa gerbang tidak dikunci?"
"Jangan lengah, aku membayarmu untuk menjaga rumah ini." ucapnya lalu berlalu masuk kedalam.
"Semakin menyeramkan saja, persis seperti Tuan besar."
"Oh, ya Tuhan maafkan aku."
Alan menaiki tangga menuju satu ruang kamar yang sudah lama dia tinggalkan. Menyingkap barang barang yang tertutup kain hitam. Segala mainan masa kecilnya tersimpan rapi disana, hingga album foto foto keluarganya.
Alan meraih album foto itu dan membuka lembar demi lembar, tak banyak kenangan yang dia punya, namun kenangan masa kecil yang tak banyak itu masih jelas di ingatannya.
Senyum ibunya, ayahnya bahkan kemarahan sang ayah pada dirinya saat bertingkah nakal. Alan membuka lembar berikutnya, terlihat sang ibu tengah memegang perutnya yang sedikit membesar dengan Alan kecil di sampingnya. Membuat ingatannya kembali pada sang adik yang harus pergi sebelum sempat melihat dunia.
Pandangan mulai berkaca-kaca, hingga sentuhan di bahunya membuatnya terperanjat.
"Bi....?"
Wanita paruh baya itu mengusap bahu Alan dengan lembut, "Kamu pulang Nak?"
Alan berhambur memeluk wanita yang semakin tua itu. "Bi... aku ingin bertemu ayah dan ibu, aku kangen mereka."
"Ikhlaskan Nak, mereka sudah bahagia disana, jangan terus meratapinya." ucapnya menenangkan.
"Bibi baik baik saja kan?"
"Iya nak, Bibi baik baik saja,"
"Syukurlah, maaf aku jarang menengok bibi disini."
"Tidak apa apa, kamu pasti sibuk"
"Kamu nanti makan malam disini yaa, bibi akan masak masakan kesukaanmu,"
Alan melangkah mendekati meja yang terdapat foto ibu dan ayahnya, diambilnya lalu melihatnya dengan nanar.
"Nanti saja bi, aku hanya sebentar disini."
Sungguh menyesakkan apa yang dirasakan Alan jika berlama-lama dirumah itu, bahkan jika hanya duduk di meja makan pun Alan selalu membayangkan dirinya berlarian dengan memegang mainan dengan mulut penuh makanan. Sementara sang ibu duduk di meja makan menunggu Alan mengunyah dan menyuapinya kembali.
"Bi, aku harus pergi. Bibi baik baik disini ya, kalo ada apa-apa hubungi aku." Alan memeluk wanita yang menjadi pengasuhnya sejak kecil itu.
Alan keluar dari rumah, melajukan mobilnya dihari yang semakin sore, keluar dari Real Estate dan membelah jalanan yang semakin ramai.
"Maaf bi, aku tidak kuat lama-lama dirumah, tapi aku juga tak bisa melepaskan rumah itu."
Meski banyak yang berniat membelinya, Alan sama sekali tidak tertarik untuk menjual rumah masa kecil dan satu satunya tempat kenangan bersama kedua orang tuanya.
Alan menghentikan laju mobilnya di suatu tempat yang menjadi pelariannya selama ini.
.
.
.
Jangan lupa like dan komen serta dukung aku terus yaa..
Makasih happy weekend😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
ARSY ALFAZZA
👍👍
2022-01-04
1
Cottonbud
seruuu
2021-12-20
0
um 7098355
ksah si alan trnyata lbih seruu😘😘😘
2021-12-17
1