Adel tampak begitu sibuk bersiap-siap memasukkan pakaiannya ke dalam koper, Dena pun kemudian menghampirinya "Del, apa ga terlalu cepet kamu ninggalin aku? baru kemarin aku nikah, sekarang kamu sudah pergi ninggalin aku."
"Dena, masa kuliahku dimulai dua hari lagi, ini juga udah terlalu mepet." jawab Adel sambil sibuk memasukkan barang-barang ke kopernya.
Kedua orang tua mereka lalu masuk ke dalam kamar dan memeluk Adel. "Belajarlah dengan baik Nak, Papa yakin kamu adalah wanita yang hebat dan tangguh. Kamu adalah kebanggan Papa."
"Terimakasih Pa, jaga kesehatan Papa dan Mama."
Mereka lalu mengangguk dan memeluk Adel kembali. Di salah satu sudut kamar, tampak Adrian memperhatikan Adel dengan perasaan yang begitu sedih, tak terasa cairan bening pun menetes di pipinya.
"Adrian, kamu di situ sayang? Masuklah Adrian dan ucapkan salam perpisahan pada Adel." kata Dena.
Adrian lalu masuk ke dalam kamar, dada Adel sebenarnya begitu sesak, sekuat tenaga dia menahan air mata. Adrian lalu mendekat pada Adel dan mengusap bahunya "Hati-hati di jalan Del, belajarlah dengan baik, kami semua menunggu kedatanganmu kembali di rumah ini." kata Adrian.
"Terimakasih Adrian." kata Adel sambil menyunggingkan senyum.
"Ya sudah Pa, Ma, Dena, Adel pamit dulu."
"Iya Del, hati-hati ya." kata Dena sambil memeluk Adelia.
Adel lalu menaiki mobil yang mengantarnya menuju bandara. Adrian hanya menatap kepergian Adel dengan tatapan yang begitu tajam sambil menahan rasa perih di hatinya. 'Semoga kita bisa bertemu kembali secepatnya Del.' gumam Adrian. Sedangkan di dalam mobil, tangis Adel pun pecah sambil memegang perutnya 'Adrian, tak perlu khawatir karena ada Adrian kecil yang ada di dalam kandunganku.' gumam Adelia.
Masih teringat dalam benak Adelia, satu hari menjelang pernikahan Adrian dan Dena. Sebuah kenyataan pahit membuat tubuhnya terhempas ke lantai, hatinya begitu hancur, air mata mengalir deras di pipinya saat sebuah benda pipih yang digenggam di tangannya menunjukkan dua buah tanda garis merah. Hatinya kian hancur melihat kenyataan yang harus dihadapi jika esok adalah hari pernikahan Dena dengan Adrian. 'Tuhan,apa yang harus kulakukan?' gumam Adelia.
***
Adelia menginjakkan kakinya di kota London, dia lalu menghirup nafas dalam-dalam. 'Selamat datang kehidupan baru.' batin Adelia. Dia lalu menaiki taksi ke apartemen miliknya.
Kruyuk.. kruyuk..
Baru saja Adel keluar dari taksi, tiba-tiba dia merasa lapar. "Ups, aku lupa, kini aku berbadan dua. Maaf sayang, Mama cari makan dulu ya."
Adel lalu masuk ke dalam apartemen dan menaruh barang-barangnya lalu keluar kembali untuk mencari rumah makan terdekat dari apartemennya. Karena masih bingung akhirnya Adel memilih restoran cepat saji di dekat apartemen. Saat Adel duduk dan bersiap menikmati makannya, tiba-tiba seorang laki-laki menghampiri dirinya.
"Ibu hamil tidak baik makan-makanan seperti ini." kata laki-laki itu, lalu menukar makanan cepat saji yang ada di depan Adel dengan satu bungkus salad dan ayam panggang miliknya. Adel begitu terkejut, dia bahkan tak mengenal laki-laki itu. "Ba.. Bagaimana kau tahu jika aku sedang hamil? Bahkan, aku juga tak mengenalmu."
"Hahahaha, apakah kau tidak sadar jika kita satu pesawat tadi?"
Adel hanya tersenyum. "Bahkan kau beberapa kali ke toilet untuk muntah-muntah dan saat pramugari menenangkanmu kau yang bilang jika kau sedang hamil." kata laki-laki itu sambil tersenyum.
Adel hanya tersipu malu. "Makanlah, jangan sungkan."
"Terimakasih, siapa nama anda?"
"Farel."
"Oh iya Mas, saya Adel." kata Adel, kemudian menyantap makanannya dengan begitu lahap, karena merasa perutnya sudah sangat lapar. Begitu pula dengan Farel yang kini sibuk menghabiskan makanan milik Adel yang telah ditukarnya.
"Mas Farel, terimakasih banyak, saya sudah selesai makan, senang bisa berkenalan dengan anda, saya harus ke supermarket terlebih dahulu untuk membeli berbagai kebutuhan rumah."
"Silahkan Adel, apa perlu saya temani?."
"Tidak usah Mas, terimakasih."
Farel lalu mengangguk sambil terus memandang Adel yang pergi meninggalkannya berjalan menuju supermarket yang tak begitu jauh dari tempat mereka makan. Adel pun mempercepat langkahnya menuju supermarket karena cuaca yang semakin sore membuat tubuhnya merasa begitu dingin.
Adel kini berdiri di balkon apartemen, sambil menatap indahnya kota London di malam hari. Tiba-tiba air matanya menetes 'Adrian.' batinnya dalam hati. Malam hari selalu memiliki kenangan tersendiri bagi Adelia karena dia selalu menghabiskan waktu di malam hari bersama Adrian setelah mereka selesai bekerja. Terkadang mereka bermesraan di dalam private room, sebuah kamar di dalam kantor milik Papanya untuk beristirahat. Jika banyak karyawan yang belum pulang, maka mereka memutuskan untuk memadu kasih dengan menyewa hotel.
'Dena, maafkan aku, maafkan aku yang telah bermain api di belakangmu. Biar aku yang menanggung semua dosa-dosa yang telah kuperbuat karena telah menyakitimu.' gumam Adel.
***
Adel begitu gugup karena hari ini dia bangun kesiangan, semalaman dia memang tidak bisa tidur, karena merasa sangat pusing dan mual, entah kenapa kehamilan ini terasa begitu menyiksanya. Bahkan tadi pagi, Adel memuntahkan semua makanan yang telah dimakannya, hingga tubuhnya kini terasa sedikit lemas.
'Tuhan, aku sungguh tak menyangka jika kehamilan ini terasa begitu berat, apalagi aku tak memiliki suami yang selalu ada di sampingku.' gumam Adel.
Adel yang berjalan begitu tergesa-gesa, tiba-tiba dikejutkan oleh suara klakson mobil yang berhenti di sampingnya. "Del." sapa sebuah suara, sambil menurunkan kaca mobil.
"Eh Mas Farel."
"Kamu mau kemana Del?"
"Mau berangkat kuliah Mas."
"Kamu kuliah dimana?"
"Di UCL."
"Oh kebetulan, saya juga kuliah di sana, saya ambil program magister."
"Oh, sama Mas."
"Ya udah, kita bareng aja yuk. Kita kan satu tujuan."
Adel tidak punya pilihan lain, jika naik kendaraan umum dia bisa terlambat, akhirnya dia pun menuruti kata-kata Farel.
"Terimakasih banyak Mas." kata Adel sambil naik ke dalam mobil milik Farel.
"Suamimu ga marah kan Del, kalau saya anter kamu kuliah?"
"Maaf Mas, Adel belum punya suami."
Sejenak raut wajah Farel menunjukkan kekagetan, namun dia tak mau menyinggung Adel dan seolah-olah bersikap biasa saja.
"Oh, maaf Del."
"Tidak apa-apa Mas."
Berikutnya suasana dalam mobil pun dipenuhi kecanggungan, sampai akhirnya mereka sampai di kampus mereka.
"Terimakasih banyak Mas Farel." kata Adel lalu turun dari mobil.
"Sama-sama Del." jawab Farel sambil tersenyum.
Saat Farel akan turun dari mobil tiba-tiba ponselnya berbunyi. 'Mami.' gumam Farel.
[Iya Mam.]
[Gimana Farel?]
[Mami, Farel kan baru saja sampai di sini kemarin, jangan tanyakan itu dulu deh.]
[Farel, kamu juga harus ngertiin Mami dong.]
[Iya, iya, udah dulu ya. Farel mau kuliah dulu.]
[Farel, Mami kan belum selesai ngomong, Farel, kamu harus punya pacar secepatnya Farel.]
Farel lalu mematikan teleponnya dan masuk ke dalam kampus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments