Belum sempat Yoona berjalan menuju pintu utama, Lee Anggara Davidson berdiri tepat di depannya. Yoona yang tidak siap, wajahnya membentur dada bidang milik Lee Anggara Davidson. Kedua mata Yoona membulat.
"Ma-maaf! Aku tidak sengaja," kata Yoona. Gadis itu berjalan menyamping ke kiri. Hendak melewati tubuh tegap milik Lee. Sekali lagi, langkah Yoona terhenti. Tatkala Lee seperti sengaja menahan kepergiannya. "Tuan?" Yoona menahan kekesalannya.
Ctak!
Lee menjentikkan jarinya. Memberikan kode kepada seseorang. Hingga mengalun dengan merdu sebuah musik klasik Piano Concerto No. 21. Kemudian Lee menyambar pinggang ramping milik Yoona. Menggiring gadis itu ke tengah-tengah Ballroom. Keduanya berdansa dengan apik. Seolah, keduanya adalah sepasang kekasih.
Penampilan tersebut begitu memukau. Semua mata menatap dengan penuh kekaguman. Sedangkan Yoona merasa tidak nyaman. Ia menyadari ada banyak tatapan tajam, yang sedang mengintainya. Yoona mengedarkan pandangan ke sekeliling. Para wanita menatapnya dengan nyalang. Yoona berusaha memberontak. Dengan sengaja ia menginjak kaki milik Lee.
"Yoona Larasati, beraninya kau!" Lee menggeram. Kakinya terasa berdenyut.
"Tuan, bisakah Anda berhenti? Saya lelah, saya ingin pulang!" pinta Yoona.
"Jika kau mengizinkan aku untuk mengantarmu, maka aku akan berhenti sekarang!" ucap Lee dengan seringai kemenangan.
"Baiklah, terserah Anda," sahut Yoona pasrah.
Keduanya berhenti. Lantas lagu pun berhenti. Yoona dan Lee akhirnya berjalan beriringan. Hingga Lee menangkap sebuah suara sepatu heels lain dari arah samping dirinya. Tiba-tiba Lee melangkahkan kaki dengan lebar-lebar. Membuat seseorang terjatuh ke dalam pelukan Yoona.
"Wah! Maafkan aku, Nona. Tetapi aku ini gadis yang normal. Aku tidak tertarik denganmu!" ledek Yoona. Membuat seorang aktris muda itu memerah menahan malu.
"Kau! Aku menandaimu!" ancam aktris muda tersebut. Menghentakkan kaki dan berjalan pergi meninggalkan Yoona.
"Aneh sekali? Kenapa dia yang marah? Bukankah seharusnya aku?" gerutu Yoona.
"Terima kasih, Tuan sudah mengantar saya!" ucap Yoona dengan tulus. Saat dirinya telah menginjakkan kaki di rumah ibu angkatnya.
"Yah, tidak apa. Boleh aku meminta nomor ponselmu?" pinta Lee tanpa basa-basi. Pria itu bahkan mengeluarkan ponselnya.
Yoona membungkukkan badan. Kemudian meninggalkan Lee Anggara Davidson tanpa sepatah kata pun. Pria itu semakin tertarik pada Yoona yang dingin. Membuat Lee Anggara Davidson tertantang.
"Yoona Larasati. Kita berjodoh!" ucap Lee seraya melajukan mobilnya.
Ceklek!
"Wah! Lihat si ****** ini! Dia pulang seenaknya sendiri! Memangnya ini rumahmu apa?" bentak Miranda pada Yoona.
"Kenapa kau diam saja, ******? Katakan sesuatu. Kau itu hanya parasit!" maki Lutfi anak dari Miranda.
"Kalau aku parasit, kalian apa? Bukankah ini rumah yang aku beli dengan uangku? Sudahlah. Aku lelah!" Yoona berjalan santai menuju kamarnya.
Gadis itu segera menuju kamar mandi dan membersihkan diri. Mengganti pakaian, dan segera merebahkan tubuhnya yang lelah di atas ranjang yang empuk. Yoona menerawang langit-langit kamarnya. Tanpa sadar, Yoona tertidur karena kelelahan di variety show tadi.
Keesokan paginya, ia mendapati sebuah kiriman paket. Pelayan yang mengantarkan ke kamarnya hanya mengatakan, jika paket itu sudah berada di depan rumah. Yoona segera membuka paket tersebut. Sebuah tas yang terlihat bagus.
"Sepertinya mahal. Merk apa ini? Lihat dulu ah." Yoona mengambil ponselnya. Sebelum sempat berselancar di google, sebuah pesan ia terima. Yoona pun membuka pesan tersebut. "Satria Hermawan? Tas? Jadi tas ini darinya? Huh. Mau menyogokku rupanya!"
Yoona mengabaikan pesan tersebut. Memilih untuk melihat harga tas yang menurutnya bagus. "Waaahh, ini mahal sekali! Setidaknya, jika ditambah tabungan dari Yoona sendiri bisa untuk membeli rumah kecil!? Ah browsing lagi!"
Yoona sekaligus menghubungi Mei. Untuk membantunya menjual tas branded tersebut. Sedangkan Yoona sendiri, mencari rumah kecil dengan uang yang ia miliki. Dapat! Di sana terdapat juga nomor ponsel yang bisa dihubungi.
"Halo?" kata Yoona membuka percakapan.
"Ya! Dari siapa?" tanya Seseorang di seberang sana.
"Saya Yoona Larasati. Hari ini saya akan membeli rumah Anda. Apakah Anda bersedia?" Yoona langsung ke topik.
"Oh tentu-tentu. Ayo kita bertemu. Kau bisa kapan?"
"Nanti sore!" sahut Yoona dengan mantap.
"Baiklah! Kami menunggu Anda, Nona Yoona!" telpon ditutup. Yoona segera membereskan barang-barangnya. Ia hanya membawa apa yang penting saja. Dan itupun tidak banyak.
"Hei ******, kau mau kemana?" tanya Miranda saat mendapati Yoona menyeret koper besar menuju pintu.
"Keluar dari rumah ini!" ungkap Yoona lalu membanting pintu dengan keras.
Brak!
"Selamat tinggal brengsek!" maki Yoona saat ia telah berada di pinggir jalan. Menunggu jemputan dari Mei dan temannya yang membeli tas branded miliknya.
"Kau tidak sayang pada tas baru ini?" tanya gadis yang bersama Mei. Bernama Celine.
"Sudahlah, Yoona tidak menyukai tas itu. Meskipun dia banyak uang sekalipun!" bibir Mei mencebik. Sungguh tak mengerti jalan pikiran dari Yoona. Sahabatnya itu, benar-benar unik. Semua wanita tentu saja menyukai hadiah. Kecuali Yoona.
"Aku lebih membutuhkan rumah. Uang dari penjualan tas itu, aku belikan rumah. Maukah kalian mengantarku kesana? Aku seperti gembel saja!" kata Yoona dengan nada kesal.
"Kami akan mengantarmu, jangan khawatir!" ujar Celine. Gadis itu mulai menginjak pedal gas. Melajukan mobil ke alamat yang diberikan oleh Yoona.
Setelah deal, Yoona, Celine dan Mei segera membersihkan rumah kecil tersebut. Untuk ukuran seorang dewa perang di masa lalu, Yoona Larasati terus saja memaki dalam hati. Ingin meluapkan emosinya. Hingga senja, akhirnya mereka telah selesai membersihkan rumah kecil itu. Ketiga gadis itu duduk di sebuah sofa panjang dengan napas yang tersengal.
"Kau berhutang padaku, Yoona!" gerutu Celine. Ia menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa.
"Maaf! Kupikir rumahnya juga sudah bersih! Hachi!" Yoona bersin. Ini adalah hari yang paling melelahkan sepanjang hidupnya.
"Celine, seharusnya kita dapat makan gratis bukan? Pesan gih, biar Yoona yang bayar!" keluh Mei. Gadis itu memejamkan mata. Terlalu lelah.
Celine menurut. Memainkan ponselnya dan memesan beberapa makanan. "Yoona, kau membuat kami kelaparan. Jadi kau harus membayar semua pesanan kami!" menunjuk wajah Yoona dengan ponsel.
Yoona tersenyum. "Ya! Aku bukan orang yang ingkar janji."
Celine memilih makanan. Lalu makanan kesukaan Mei dan Yoona. "Aku sudah memesannya. Tinggal menunggu. Hei, aku mau mandi dulu baru tidur. Eh, Mei! Bangun woi! Belum mandi!" Celine menggoyangkan tubuh Mei.
"Kau duluan, baru aku!" mengibaskan tangan lalu Mei tidur kembali.
"Ya sudah aku mandi!" teriak Celine.
Di seberang rumah Yoona, seseorang mengantar paket makanan dengan jumlah yang cukup banyak. Pria yang menerima paketan makanan itu, hanya melongo seketika. Mendapati pesanan tersebut dengan nama pelanggan yang sama dengan gadis yang telah mencuri hatinya.
"Yoona Larasati?" gumam pria itu. "Kita berjodoh! Rumah kita alamatnya sama. Hanya kode huruf saja yang membedakan. Apalagi, jika bukan jodoh? Lee Anggara Davidson, kau pria yang hebat. Mana ada, gadis yang bisa lolos darimu! Termasuk, Yoona Larasati sekalipun!"
Lee Anggara Davidson tersenyum menyeringai. Mengamati semua pesanan yang akan mengantarkannya kepada sang pujaan hati. Di sisi lain, tiga orang gadis yang tengah menanti makanan mereka sesekali mengumpat dan memaki.
"Kenapa makanannya belum datang?" teriak Yoona.
"Aku sudah berada di ambang pintu kematian. Tolong, berikan aku air!" gumam seloroh Mei.
"Pasti Yoona salah mengatakan alamat ini!" Celine berteriak seraya melihat ponselnya. "Lah, sudah diterima dan dibayar! Tunggu, aarght! Sampai dunia terbalik, makanan kita juga tidak akan datang! Yoona! Kau-kau, mau membuat kami mati ya?" tunjuk Celine dengan kesal kepada Yoona. Sedangkan Yoona menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Ting tong!
Ketiga gadis yang kelaparan segera berlari. Berharap itu adalah tukang pesan antar makanan. Begitu pintu terbuka, ketiga gadis itu melongo seketika. Tukang paket antar makanan terlihat begitu tampan. Sedangkan Yoona, tak percaya jika ia dan Lee Anggara Davidson bertemu lagi.
"Ada apa?" tanya Yoona basa-basi.
"Apa ini pesanan kalian?" tanya Lee Anggara Davidson seraya menenteng beberapa kantung plastik dalam jumlah banyak. Sontak ketiga gadis itu tersenyum malu. Makanan yang mereka pesan, memang terlihat seperti mengadakan pesta kecil. Sedangkan mereka, hanya berjumlah tiga orang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
AK_Wiedhiyaa16
Ceritanya lumayan menarik, tapi menurutku gaya bahasanya masih agak kaku karena latar tempat yg digunakan di Indonesia mungkin bisa disesuaikan lgi penyusunan kata2nya supaya ga kaku..
Tetap semangat
2021-11-10
5