"Aku gak maksa kamu, kok! Kalau kamu gak mau, gak masalah. Mungkin kita belum jodoh!" ucapnya dengan santai.
Aku menggaruk kepala yang sebenarnya gak gatal ini. "Gimana, ya! Aku gak terlalu kenal kamu!"
"Baiklah aku akan berkenalan lagi, namaku Arshaka Bimantara biasa dipanggil Shaka. Umurku tiga puluh tahun ...."
Waduh, kenapa usianya sama dangan Mas Agus? Bisa-bisa aku diketawain Mama.
"... aku bukan pengangguran kok, tenang aja! Aku punya usaha ... ya walaupun kecil-kecilan. Jadi, masalah nafkah, kamu gak perlu khawatir. Aku akan menanggungnya!"
Aku mengangguk langsung percaya. Ya, gimana lagi. Aku baper sama ketampanannya.
"Aku bilang Papa dulu, ya?" ucapku lirih dan ragu.
Dia tersenyum lebar dan mengangguk. "Makasih, ya!" Aku mengangguk aja lah, biar dikira mahal. "Oh, iya, ini nomor teleponku!" Dia mengambil pulpen di saku kemejanya. Menulis asal dalam sebuah struk kertas yang dibuang asal oleh pembeli. Padahal udah jelas-jelas ada tempat sampah. Ngeselin kan?
Cowok itu memberikan struk yang dibaliknya berisikan nomor telepon padaku. "Aku, akan menghubungimu!" seruku.
"Aku tunggu, Vanila!" Dia berdiri dari kursi. "Kalau begitu, aku pamit dulu, ya! Aku siap melamarmu kapan saja!"
Dia berjalan memandangku menuju mobil. Nah, berhubung si pucuk gak dibuka sama sekali. Aku masukin lagi dalam kulkas. Maklum, Papa itu perhitungan sekali.
Di perjalanan pulang ke rumah aku terus memikirkan nasib ini. Siapa jodohku sebenarnya? Seno, Mas Agus atau malah cowok tadi? Aku menghela napas gusar. Sungguh ini membuatku bimbang.
Sebuah mobil tak asing di mata terparkir di depan rumah. Itu pasti Mas Agus, bener-bener deh laki-laki ini. Ngebet banget pengen kawin, kan aku jadi ilfeel duluan sama dia. Ya, sebenarnya dia gak jelek-jelek amat sih. Lumayan lah.
Dengan tak memperdulikannya, aku terus berjalan nyelonong masuk. "Eh, Nil! Ini ada Mas Agus, main pergi aja. Sini-sini!"
Aku menghentakkan kaki tiga kali ke bumi. Ini bukan seperti lagu kalau kau suka hati hentak bumi, lah kok hentak bumi? Injak bumi.
Ini beda, maksudku hentak kaki itu lagi kesel, bukannya lagi suka hati. Aku memasang muka sejelek-jeleknya, muka mengkerut, bibir mengerucut, biar Mas Agus ilfeel lihatnya. Eh ... dia malah bilang, "Kamu ngegemesin banget sih, Nil!"
Wah, bener-bener bikin tensiku naik nih cowok!
"Nila tuh udah punya cowok ya, Mas! Jadi, Mas Agus gak usah nekat nglamar aku deh! Seleraku itu tinggi, Mas! Dan aku juga gak ada rasa sama Mas Agus, kamu tuh udah aku anggep sebagai Kakak gak lebih dari itu!" tegasku dengan masih memasang wajah cemberut.
"Mas Agus ini juga tinggi loh, Nil!" sahut Papa. "Berapa tinggimu, Gus?"
"Seratus delapan puluh, Om!"
Papa nih apa-apaan sih. Tinggi yang aku maksud tuh bukan tinggi badannya. Aku sengaja menggerutu tak jelas biar Papa geram padaku.
"Jadi, lusa aku akan kembali melamar Nila, Om!"
Waduh!
"Iya, ajak kedua orangtuamu juga. Om, pasti tunggu kedatangannya!"
"Eh ... tunggu-tunggu, Pa! Besok cowok Nila bakal ke sini ngelamar juga. Jadi, Mas Agus, sebelum terlanjur terlalu dalam sakitnya, mending urungin aja niat buruknya!" saranku yang seketika membuat raut wajahnya memelas tak berdaya.
"Gak semudah itu, Nil! Papa juga harus mempertimbangkan bibit, bebet, dan bobotnya cowokmu juga. Lagian selama ini, kamu belum pernah kenalin ke Papa gimana bentuknya tuh cowok."
"Nah, bener tuh, Om!" sahut Mas Agus dengan semangatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Ckk mobil aja BMW tapi kartu nama aja kagak punya,gimana tuh ceritanya??🤣🤣
2024-03-03
0
Sang
waduh merendahkan dinasti Agus nih 🤔🤔🤔
2022-01-06
1
Ƙαɳɠ ɾҽႦαԋαɳ
astaga ngakak itu pucuk dimasukin lagi ke kulkas gak mau rugiii 🤣🤣🤣
ini yg ngebet papanya juga pengen punya mantu 😄
2021-12-15
1