Mey terperanjat kaget saat seseorang menggedor pintu rumah dengan kasar.
Ck, pasti itu kerjaan Om duda. Ngapain sih pake gedor pintu segala. Pikir Mey. Kemudian ia pun segera keluar dari kamar diwaktu bersamaan dengan Pak Mudi, yang juga merasa terganggu dengan suara gedoran pintu.
"Siapa itu Mey, kenapa gedor-gedor pintu?"
"'Enggak tahu, Pak. Orang gila kali. Biar Mey lihat dulu."
Awas aja kalau beneran Om mesum itu.
Mey langsung bergegas membuka pintu. Ia hendak mengeluarkan suara. Namun tiba-tiba mulutnya dibekap dan tangannya langsung dicekal oleh dua orang preman. Mata Mey membulat sempurna saat melihat kehadiran Bos Herman bersama Melda. Kedua orang itu menyeringai. Terutama Bos Herman, ia menatap Mey seperti orang lapar.
Karena merasa dilecehkan, Mey menggigit tangan yang membekap mulutnya. Sontak preman itu berteriak kesakitan. "Brengsek kalian semua! Beraninya main keroyokan." Bentak Mey hendak menendang burung Bos Herman. Namun lelaki itu berhasil menangkap kaki mulus Mey. Dengan tatapan memuja, lelaki itu membelai kaki Mey.
"Hey, jangan sentuh putriku." Seru Pak Mudi hendak menarik putrinya. Namun preman satu lagi langsung mendorongnya hingga terjatuh.
"Kurung lelaki tua itu, jangan sampai dia menggangu kesenanganku. Melda, kunci pintunya." Perintah Bos Herman seraya melepaskan kaki Mey. Melda pun segera mengunci pintu rumah.
"Jangan sentuh Bapak gw!" Bentak Mey tersulut emosi atas perlakuan mereka pada Bapaknya.
"Dan lo nenek sihir, aku pastikan lo tidak akan pernah bahagia. Kejahatan yang lo perbuat bakal balik ke diri lo sendiri. Lo pegang perkataan gw." Sinis Mey menyentak tangan pereman itu hingga terlepas dari tangannya. Mey pun segera membantu Bapaknya bangun.
"Dan lo tua bangka, yang punya utang itu nenek sihir. Kenapa lo masih minta sama gw? Sampe segitunya lo gak punya duit?" Ledek Mey yang berhasil menyulut emosi Bos Herman.
"Bawa gadis bermulut pedas ini ke kamar, aku akan buat mulutnya diam dan hanya suara merdu yang keluar."
Dua preman itu segera menarik Mey ke dalam kamarnya. "Lepasin gw, Brengsek lo semua." Mey terus berontak dan berusaha menendang kaki preman itu. Namun tubuhnya yang mungil membuatnya tak bisa meraih kaki mereka.
"Tolong jangan sakiti anak saya," pinta Pak Mudi menyentuh dadanya yang terasa sakit.
"Kurung orang penyakitan ini dikamarnya." Perintah Bos Herman pada preman yang nganggur.
"Siap bos." Sahut preman itu mendorong Pak Mudi ke dalam kamar dan menguncinya dari luar. Pak Mudi berusaha membuka pintu, tetapi tenaganya tak sekuat dulu.
"Mey, maafin Bapak. Ya Allah, lindungi putri hamba."
"Siapkan kamera, rekam semuanya dengan jelas. Aku yakin besok dia bakal jadi istriku sungguhan."
Melda pun mengangguk antusias, juga mengeluarkan ponselnya. Sedangkan Mey terus berontak saat dua preman itu mecekal bahunya agar ia tetap dalam posisi berbaring. "Lepasin gw, tolong!" Teriak Mey berharap seseorang menolonganya. Mey tahu jika ia berteriak, orang di luar sana pasti bisa mendengar. Meski Mey tak yakin di luar sana ada orang. Karena jam segini semua orang sudah berangkat mencari nafkah.
"Teriak yang kuat pun gak akan ada yang nolong kamu. Aku sengaja meyewa tukang bakso di depan gang. Semua orang yang ada disini makan gratis di sana. Jadi hari ini kamu bakal jadi milikku seorang, Mey." Jelas Bos Herman mulai merangkak naik ke atas kasur. Mey pun panik dan terus menggerakkan kakinya. Namun tenaga lelaki itu sangat kuat. Mey tak bisa bergerak kali ini.
"Mey, Mey. Udah aku ingetin juga kalau kamu itu harus mau nikah sama Bos Herman. Kamu sih pake nolak segala, sekarang harus dipaksa dulu baru kamu mau. Sial banget ya nasib kamu." Ledek Melda mulai mengarahkan kamera pada Mey.
"Lepasin gw!" Teriak Mey masih berusaha berontak. Tanpa sadar air matanya mentes. Bohong jika ia tak takut, karena saat ini ia sangat ketakutan.
"Kamu cantik banget Mey, udah mulai perawatan ya sekarang? Mau siapin diri buat jadi istriku ya?" Tanpa ragu lelaki itu membelai wajah Mey dan hendak menarik baju Mey. Namun Mey langsung meludahinya.
"Jangan sentuh gw bandot!" Mey terus memberontak. Meski kedua lengannya terasa sangat sakit karena cekalan dua preman bertubuh besar itu. Lalu sayup-sayup Mey mendengar suara deru mobil.
"Tolong! Siapa pun di luar sana tommmmf...." Lelaki tua itu langsung membekap mulut Mey.
"Cepat liat siapa yang datang." Perintah Bos Herman pada anak buahnya yang berdiri di depan kamar. Lelaki berperawakan besar itu berlari keluar.
"Siapa di luar. Tolong bantu putri saya, mereka akan memperkosanya. Tolong." Pak Mudi sedikit berteriak sambil memukul-mukul didinding kayu kamarnya. Kemudian di luar sana terdengar suara perkelahian.
"Kalian lagi rupanya? Brengsek!"
Bugh! Brak!
Mey tersenyum senang saat mendengar suara itu. Suara yang sangat ia kenali. Siapa lagi kalau bukan David.
"Sialan! Siapa lagi yang mengacaukan rencana kita?"
"Jangan pedulikan orang itu, Bos. Si cecep pasti bisa menanganinya, cepat kerjain si Mey. Supaya dia bisa jadi milik bos selamanya." Ujar Melda tanpa rasa takut sedikit pun. Sepertinya wanita itu benar-benar dendam pada Mey.
Mey menggelengkan kepalanya saat Bos Herman meraih sweater miliknya dan menyikapnya. Namun tiba-tiba tubuh lelaki itu melayang hingga terjungkal ke lantai. Mey merasakan dejavu.
Dua preman yang tadinya mencekal lengan Mey pun bangun dari posisinya. Spontan Mey bangun seraya menurunkan Sweaternya yang terbuka dan bersandar ke kepala ranjang sambil memeluk kakinya.
Melda yang melihat itu hendak kabur. Namun dengan kasar David menariknya hingga ikut terjungkal di lantai. Bahkan ponselnya terlempar dan pecah seketika. Wanita itu mulai ketakutan. Sedangkan dua preman itu langsung berlari terbirit-birit. Mereka tak ingin kedua kalinya babak belur dan masuk penjara.
"Aku sudah memberikan kesempatan untuk kalian bertobat. Dan kalian kembali berulah huh? Bahkan dengan berani menyentuh calon istriku! Aku tidak akan mengampuni kalian semua." Bentak David dengan wajah memerah karena terlalu emosi. Kedua orang itu beringsut mundur dan ketakutan.
"Sebentar lagi polisi akan menjemput kalian. Bersiaplah untuk mendekam dipenjara dalam jangka panjang. Anggap saja yang kemarin itu sebagai latihan awal." Timpal David penuh penekanan.
Melda yang mendengar itu langsung beringsut mendekati kaki David dan hendak meraihnya. Namun dengan cepat lelaki itu menghindar. "Jangan berani menyentuhku dengan tangan kotormu!"
"Aku mohon, jangan masukan aku ke penjara. Aku tidak ingin mendekam di sana." Mohon Melda mulai menangis.
"Jika kau takut dipenjara, seharunya kau tidak berani melakukan hal sekeji ini."
Tidak lama dari itu terdengar suara serine mobil polisi. Kedua orang itu mulai panik, tetapi tak berani berkutik. Mereka ketakutan saat melihat tatapan membunuh David.
"Om." Panggil Mey dengan suara bergetar.
David terhenyak, hampir saja ia melupakan gadis itu. Dengan langkah pasti ia mendekati Mey. "Jangan takut, saya ada di sini."
Mey berhambur dalam dekapan David. Saat ini ia benar-benar ketakutan, andai saja David tidak datang diwaktu yang tepat. Mungkin masa depannya saat ini sudah hancur. David mengusap punggung Mey dengan lembut. Namun David merasa heran, karena Mey sama sekali tak menangis.
Beberapa orang polisi pun datang dan membekuk Herman dan Melda. Sedangkan para preman itu sedang dalam pengejaran.
"Terima kasih atas laporan Anda, Pak. Kami akan meminta Bapak untuk menjadi saksi saat persidangan nanti." Kata salah seorang polisi pada David.
"Baik, untuk saat ini tangan kanan saya yang akan mengurusnya. Terima kasih sudah datang tepat waktu."
"Sama-sama, Pak. Kalau begitu kami pamit dulu."
"Silakan."
Polisi itu pun segera meninggalkan kediaman Mey. Kini hanya ada Mey dan David di sana. Namun tiba-tiba Mey mengingat sesuatu.
"Om, Bapak dikurung." Pekik Mey saat mengingat Bapaknya. Mey pun beringsut dari tempat tidur dan bergegas menuju kamar sebelah. Sedangkan David mengekor dibelakangnya.
Mata Mey membulat saat melihat Bapaknya sudah jatuh pingsan. "Bapak!" Mey berlari menghampiri Bapaknya. "Pak, maafin Mey." Kali ini tangisan Mey pun pecah.
"Mey, kita harus membawa Bapak kamu ke rumah sakit." David pun segera membopong tubuh kurus Pak Mudi ke dalam mobil.
"Bawa barang-barang penting kamu, mulai saat ini kamu tidak akan tinggal di sini lagi."
Mey terhenyak mendengarnya. "Tapi di mana kami akan tinggal, Om? Rumah ini satu-satunya harta kami."
"Besok menikah dengan saya, Mey. Setelah itu ikut dengan saya pulang ke rumah."
Deg! Bagaikan tersambar petir di siang bolong kala mendengar perkataan itu.
"Menikah?" Mey terlihat gugup.
"Iya, Mey. Cepat ambil barang penting seperti ponsel dan yang lainnya."
Mey yang masih terkejut pun langsung beregas masuk ke dalam rumah untuk mengambil ponsel dan foto mendiang Ibunya. Hanya itu benda berharga yang ia miliki sekarang. Kemudian Mey masuk ke dalam mobil David.
Sepanjang perjalan menuju rumah sakit, Mey tak berani bersuara. Pikirannya kini dipenuhi oleh ucapan David beberapa menit lalu.
"Kita menikah siri dulu, setelah kamu lulus. Kita akan melangsungkan pernikahan sungguhan." Ujar David memecah keheningan. Mey yang mendengar itu menoleh. Namun tak berniat mengeluarkan suara.
"Saya tahu ini terdengar aneh, tapi hal ini mecegah kejadian tadi terulang lagi. Andai saja saya tidak balik karena lupa memberikan ini sama kamu. Saya tidak tahu apa yang terjadi sama kamu." David melempar sebuah kotak segi empat ke pangkuan Mey. Membuat gadis itu bingung.
"Itu gelang yang saya beli di Korea kemarin. Satu untuk kamu dan satu lagi untuk Tasya." Jelas David tahu jika gadis itu kebingungan.
Mey tersenyum tipis seraya membuka kotak itu. Gelang yang cukup indah. Kemudian ia menatap David yang terlihat serius menyetir.
"Terima kasih, Om. Mey tidak tahu lagi harus membayar kebaikan Om pakai apa? Mey janji, Mey akan membayar semuanya nanti." Ujar Mey dengan tulus.
"Hm."
Mey tersenyum samar, sambil sesekali melirik David yang terlihat sangat tampan saat memasang wajah serius.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Wina Bundane Icha
sygnya om david masih punya kekasih gelap
2022-01-22
6
Tatang Samsung A52
om david anda sungguh buat saya berdebar
2021-11-09
0