Satu minggu berlalu, semenjak kejadian itu. Banyak hal aneh yang dirasakan oleh Aira. Seperti pagi itu, saat Aira akan pergi ke pasar. Tiba-tiba saja, mang Jali datang terpogoh-pogoh dari luar.
"Mbak Aira, Mbak!" teriak pria itu, bergegas mendekat, setelah melihat Aira berjalan menuju ruang tengah.
"Ada apa, Mang?" Aira melihat ada seuntai bunga mawar merah di tangan pria itu.
"Ini, Mbak. Ada yang ngasih bunga ke Mbak," jawab Jali sambil menyerahkan bunga itu pada Aira.
"Untukku?" tegas Aira, untuk menyakinkan dirinya sendiri.
"Iya, Mbak."
"Tapi," ucap Aira ragu-ragu. Mengambil bunga itu dari tangan Jali. "Siapa yang kasih?" Kemudian melempar tanya pada Jali.
"Nggak tahu, Mbak. Kayaknya orang yang sama, yang ngasih coklat kemarin," jawab Jali menerka-nerka.
Aneh sih, dua hari yang lalu. Tiba-tiba ada yang ngantar cokelat dengan hiasan pita ditengah-tengahnya. Dan tidak ada nama pengirimnya. Itu yang membuat Aira sedikit takut, ada seseorang yang berniat jahat padanya.
Hari ini, kejadian terulang lagi. Seuntai bunga itu, pun dibungkus pita yang menghiasi tangkainya. Tidak seperti cokelat waktu itu, yang tidak ada sebuah pesan apapun di dalamnya. Ada sebuah kertas, yang ditali oleh pita itu. Segera Aira ambil benda berwarna pink itu. Kemudian dibuka, penasaran dengan isinya.
'Apa kamu percaya takdir?'
Isi pesan itu membuat Aira mengrenyit bingung. Tidak ada nama pengirimnya. Dan hanya sebuah pesan singkat yang ditulis oleh orang itu.
Tak mau ambil pusing, Aira pun beranjak. Lekas pergi ke pasar, takut kesiangan. Baru juga beberapa meter berjalan, nampak Raka datang dari arah depan.
"Sayang," panggil pria itu menghsnpirmya.
"Mas, pagi-pagi udah datang." Aira tersipu malu.
"Iya, sa---" Ucapannya tertahan, tatkala seorang datang dari belakang.
"Mami yang minta, Raka datang ke rumah pagi-pagi."
Aira menoleh, bingung dengan mereka berdua yang sudah rapi. Dengan dres, yang sedikit terbuka dibagian dada. Menambah kesan seksi pada wanita berumur itu.
"Mi, Mami mau kemana?" Aira pun bertanya.
"Maaf ya, sayang. Mami gak bilang dulu sama kamu. Kalau mau minjam Rakanya dulu." Tak menjawab pertanyaan gadis itu, Citra menatap intens pria yang memakai kemeja garis-garis, yang sekarang berdiri tepat dihadapan Aira.
"Em, nggak apa sih, Mi. Tapi, Mami sama Mas Raka mau kemana?" ulang Aira, yang menunggu jawaban dari mereka.
"Mami mau ke puncak, ada temen mami yang ulang tahun di sana. Mami bingung mau berangkat sana siapa? Kalau sama Jali, nanti gak ada yang bantuin kamu belanja," jelas Citra memberi kode pada Raka.
"Kamu ngizinin 'kan sayang? Kalau aku antar mami," sambung Raka menyakinkan Aira.
Tanpa menaruh curiga, Aira pun langsung memberikan izin. Entah apa yang membuat wanita itu begitu percaya pada mereka berdua. Terlalu polos, atau memang dia orang yang baik. Yang menganggap semua orang itu sama dengannya.
"Iya, Mas. Aku malah seneng, kamu bisa semakin akrab sama Mami." Aira memandang mereka berdua.
"Ya udah, mami berangkat dulu ya sayang?" pamit Citra, mencium kedua pipi Aira. Dibalas dengan kecupan punggung tangan dari wanita itu.
"Hati-hati ya, Mas. Bawa mobilnya jangan ngebut-ngebut." Aira memperingati Raka.
"Iya, sayang." Dibalas oleh pria itu, seiring senyum terpancar dari bibirnya.
Citra dan Raka keluar lebih dulu dari rumah. Disusul oleh Aira yang sudah siap dengan tas belanjaannya. Gadis itu langsung berjalan ke depan. Menuju jalan.
Aira memang lebih suka berjalan kaki, jika ke pasar. Itung-itung olahraga pagi, sambil menikmati udara segar. Mobil Citra dan Citra mulai bergerak, meninggalkan rumah itu. Tampak tangan wanita yang duduk di dalam melambai ke arah Citra, diiringi suara klakson dari kursi pengemudi.
"Da, sayang!"
Aira membalasnya dengan hal yang sama. Sungguh dalam hati gadis itu sangat bahagia melihat pemandangan yang baru saja terjadi. Kedekatan antara Raka dan Citra, menjadi sinyal positif untuk hubungannya dengan pria itu. Untuk bisa naik ketingkat yang lebih lanjut lagi. Seperti yang ia inginkan.
Tunggu!
Selama ini hanya Aira yang berharap, hal itu terjadi. Suatu saat nanti, Raka akan melamar dan menikahi dirinya. Akan tetapi, saat ia mengingat ekspresi pria itu jika, Aira membahas masalah itu. Membuat dirinya sesak. Apa ia terlalu berharap. Menjadi istri Raka?
Dalam lamunannya, Aira dikagetkan dengan suara ibu-ibu kompleks. Yang sering membuat dia merasa pusing dengan omongannya.
"Eh, Aira!" sapa ibu-ibu yang memakai daster berwarna kuning.
Aira membalasnya dengan anggukan, seraya tersenyum. "Bu Sugeng, mau kemana?" Ia juga menyapanya.
"Mau ke warung Bu Rumi," jawab bu Sugeng, biang gosip di komplek ini. "Eh, Aira. Itu tadi, bukannya mami sama pacar kamu, ya?"
Aira memutar bola matanya. Malas menghadapi orang-orang seperti Bu Sugeng, yang mencari-cari bahan untuk nggosip dengan ibu-ibu lainnya.
"Hehehe, iya Bu." Aira meringis. "Maaf ya Bu, saya buru-buru." Setelah itu pamit pada wanita itu.
Baru juga mau melangkahkan kakinya. Bu Sugeng kembali melempar tanya. Yang memaksa gadis itu untuk berhenti.
"Kamu nggak takut, kalau cowok kamu naksir sama mami Citra?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Re Han
kok polos amat sih Aira....suami kmu tu udah selingkuh sama ibu kmu
2022-11-25
0
Muhyati Umi
aira terlalu polos. ko ga ada curiga2 nya padahal dandanan maminya kek gitu.
2022-11-09
0
Yusni Ali
Kamu terlalu polos apa terlalu bodoh si Aira.
2022-02-28
0