"Eh, maaf." Aku menjawabnya. Dia tersenyum mengejek. Sungguh, aku jadi malu dibuatnya. "Maaf, aku harus pergi sekarang!"
Tanpa menjawab pertanyaan darinya, aku pun beranjak. Aku merasa dia mengikuti di belakang. Masih terus mengejar. "Aira, plis. Kasih tahu, dimana rumah kamu?" Sambil berjalan, dia kembali bertanya. Aku masih tak bergeming, masih melanjutkan langkah kaki. Hingga jemputan datang darah kiri. Seketika menghentikan langkah kami berdua.
"Non Aira. Udah siap belanjanya?" Mang Jali turun dari mobil.
"Sudah, Mang."
Pria itu membantuku memasukkan barang belanjaan ke dalam mobil. Setelah tidak ada yang tertinggal, aku masuk ke dalam. Meninggalkan dia yang terpaku menatap kearah kami.
"Aira!" Dia masih memanggil namaku.
"Maaf, aku gak bisa kasih tahu sama kamu. Karena ada hati seseorang yang harus aku jaga," ucapku, meninggalkan kecewa padanya. "Ayo, Mang. Kita berangkat, sekarang!" Kemudian mengintruksikan mang Jali untuk jalan.
"Aira!! Aku yakin, bisa menemukan dimana rumah kamu!"
Aku mendengar dia masih berteriak, di belakang. Aku hanya bisa menggeleng pelan, dengan sikapnya yang nekat.
****************
Seperti biasa, kalau sudah jam satu siang. Aku sudah disibukkan dengan pekerjaan cafe. Mulai dari memasak menu andalan cafe kami, meracik minuman. Dan masih banyak lagi. Jangan tanya. Dimana mami? Kok gak membantu?
Mami tidak pernah mengerjakan pekerjaan itu. Dia tinggal menghitung uang masuk tiap harinya. Tanpa tahu, apa yang kami lakukan di cafe. Aku dan Bilian yang bekerja, ditambah Serli dan Ayun yang membantu melayani pelanggan.
"Mbak Aira, Ibu kemana? Biasanya jam segini, beliau akan datang?" Bellian bertanya.
Iya, tumben banget mami gak datang ke cafe. Tadi, pas aku tinggal. Beliau sedang ada di kamar. Bahkan saat aku pamit pergi, beliau juga tidak keluar kamar. Ah, pikiran ini mulai berkelana yang tidak-tidak. Takut terjadi hal buruk yang menimpa beliau.
"Iya, Yan. Kok mami gak datang, ya? Coba aku telpon dulu, ya?" Tidak ingin terjadi sesuatu, aku mengambil ponselku dan langsung mencari nama mami.
"Mi, mami gak apa-apa 'kan?" tanyaku setelah nada tersambung.
Sedikit aneh, mami menjawabnya dengan nada serak. Seolah sedang menahan sesuatu. "Mi, Mami kok suaranya kayak gitu? Bener 'kan? Mami gak apa-apa?"
Sedikit tak percaya dengan ucapannya. Mami seperti seseorang yang kesakitan gitu. Tapi dia juga seperti seorang yang sedang diambang awang-awang. Apa mungkin mami...
"Yan, aku pulang dulu ya. Mau ngecek keadaan mami di rumah. Aku takut terjadi sesuatu sama mami."
"Iya, Mbak. Hati-hati."
Bergegas aku keluar, mengambil Scoopy yang terparkir di halaman. Dan langsung tarik gas, ingin segera sampai.
POV Author
Pergumulan panas di atas ranjang itu berlanjut hingga beberapa ronde. Citra seolah tak.puas, jika hanya melakukannya sekali.
"Aaghhh, sttttt .... Lebih kencang lagi sayang," racau Citra diujung kenikmatan.
Raka memompa tubuh Citra lebih cepat lagi. Pria itu menguasai permainan, dengan tangan yang memainkan gunung kembar milik wanitanya, ditambah gerakan maju mundur yang khas darinya. Semakin membuat tubuh Citra meremang, karena kenikmatan yang luar biasa.
Saat sedang diujung kenikmatan, ponsel Citra berdering. Deringan pertama ia abaikan, yang kedua pun juga begitu. Mereka masih asyik dengan aktivitasnya. Akan tetapi, bunyinya kembali mengusik keduanya. Mau tak mau, Citra menjawab.
Nampak jelas di layar benda itu, nama Aira. "Sttt, ngapain sih ini anak," ujarnya, menahan gairah. "Iya, sayang ada apa?" balas Citra dengan suara berat. "Sayang, nanti lagi ya telponnya. Mami ada urusan." Segera, Citra matikan sambungan telpon dari putrinya.
Sementara Raka, masih tetap memainkan peran. Menunggang kuda, dengan semangatnya.
******* panjang dari keduanya, menyudahi permainan ranjang mereka. Entah, sudah berapa kali. Mereka mencapai pelepasan, hingga keduanya terkulai tak berdaya di atas kasur.
"Thanks so much, Beb." Citra nampak semringah, usai mendapatkan asupan nutrisi dari Raka, berondong kesayangannya.
"Hemmm," jawab Raka dengan deheman. Akibat kelelahan, pria itu tampak menutup mata.
Cup, sebuah kecupan mendarat di pucuk kepala pria itu. Dengan tangan yang mengalung ditubuh polos Raka. Citra mengelus lembut rambut berondongnya.
"Kamu butuh berapa, sayang? Nanti, mami transfer?" tanya Citra tersenyum licik.
Mendengar bau-bau duit. Raka langsung bergeming. Pria itu langsung mengangkat tubuhnya, menyender di sandaran ranjang. "Wah, beneran sayang?" Dengan girang, ia mencoba meyakinkan ucapan Citra.
"Iya, sayang. Mami udah transfer tiga puluh juta ke rekening kamu." Citra menatapnya intens. "Tapi, ingat! Kamu jangan macam-macam, kalau dibelakang mami." Sambil mengacungkan jari telunjuk, Citra memperingati Raka. Bahwa dia adalah miliknya. Tidak ada orang yang bisa menyentuhnya.
Tiga puluh juta untuk satu bulan. Bukan uang yang sedikit untuk Raka. Hasil menjual diri dari tante-tante girang seperti Citra, sungguh hal yang menyenangkan untuknya. Tidak perlu kerja kepanasan, untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah. Hanya membuat ******* manja wanita itu, dia sudah bisa mendapatkan apa yang ia inginkan.
"Makasih, sayang. Kamu memang selalu the best untukku." Raka menyenderkan kepala Citra di atas dadanya. "Aku nggak akan pernah berpaling darimu." Dengan buas, ia menyambar bibir ranum wanita itu, saat Citra mengangkat wajah, menatap wajahnya.
Setelah membersihkan diri, mereka berdua turun ke lantai bawah. Dengan rambut yang masih basah, Citra menuju ke dapur untuk mencari makanan.
"Loh, kok kosong sih!" gerutunya saat membuka tudung saji, tidak ada makanan di sana. "Apa Aira gak masak?" Setelah itu beralih pada rak makanan yang ada di sebelah lemari pendingin. "Gak ada juga. Aira gimana sih!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Re Han
emak nya suka ama pacar ank nya....jnga jngan memang udah rencana .biar emk nya bisa selingkuh sama rangga
2022-11-25
1
Muhyati Umi
Aira yang cape si brondong yang menikmati duitnya
2022-11-09
0
Yusni Ali
Gila... bener " gila tuh mamai.
2022-02-28
0