Jarum jam menunjukkan pukul 10 malam saat mobil Pradjna memasuki rumah. Ia menggendong putranya yang sudah tertidur pulas menuju kamarnya.
Membaringkannya ke ranjang, lalu ia sendiri ikut merebahkan badannya di samping putranya itu. Raganya merasakan lelah tetapi matanya enggan terpejam, ia meraih kameranya, menyambungkan ke laptopnya.
Pradjna memeriksa foto-foto yang tadi ia ambil di pantai, saat matanya menangkap objek yang tadi mendadak membuatnya cemas, Ia menghela nafas panjang.
Hatinya kembali bergolak, matanya memanas ingin menumpahkan air mata. Lelaki itu masih sama, malah semakin menarik saja, badannya semakin tegap, kharismanya semakin terpancar. Wajah tampannya itu alih-alih berubah, makin mempesona. Pradjna menunduk, air matanya benar-benar luruh kali ini. Ada sesak yang teramat sangat yang ia rasakan juga ketakutan yang luar biasa. Entah mengapa ia harus takut, ia sendiri tidak tahu, hanya saja rasa itu mendominasi hati juga otaknya saat ini.
Dengan enggan Pradjna bangkit, ia menuju ke dapur untuk membuat kopi, saat ia baru saja duduk di kursi ruang makan, ponselnya bergetar, ditatapnya nama yang muncul di layar ponselnya.
"Ngapain lu malam-malam telpon gue, kangen?" tanyanya dengan nada ketus
"Buka dulu pagarnya, gue di depan nih, plis!" suara Hana menyahut dari sebrang.
Pradjna melangkah menengok keluar rumahnya, di depan pagar rumahnya mobil Hana terparkir dengan mesin masih menyala.
Sedikit bersungut Pradjna melangkah keluar untuk membuka pagar rumahnya. Hana langsung memarkirkan mobilnya lalu bergegas mengikuti Pradjna memasuki rumah.
"Udahan belum ngambeknya?" tanya Hana begitu mereka sampai di dapur.
Pradjna hanya menatap Hana yang sedang menyeduh coklatnya sendiri.
"Elu ngapain malam-malam ke sini?" tanya Pradjna.
"Gue mau laporan ke elu, sesiangan dikontak ga' bisa sama sekali si lu" sungut Hana sambil duduk d hadapan Pradjna.
"Gue salah, gue minta maaf, gue ngambil kontrak yang bikin lu murka, ga' ada maksud apa-apa, gue cuma mau usaha kita makin besar kalo ambil job dari mereka, Pra" jelas Hana.
"Gue pikir ga' seharusnya lu sembunyi terus seperti ini juga, lu uda mandiri sekarang, uda bisa nopang hidup orang banyak lewat usaha lu. Lu harus hadapi semua, Pra" lanjut Hana lagi.
Pradjna masih terdiam, menyesap kopinya sedikit, berusaha mencerna kata-kata Hana barusan.
"Maafin gue, Han. Gue bukannya mau lari, cuma gue kaget begitu baca email lu kemarin tentang kontrak kerjasama itu. Gue akui takut kalo sampe ketemu sama dia lagi, gue ga' sanggup Han" Pradjna mulai tersedu pelan.
Hana lantas berdiri menghampiri sahabatnya itu, mengusap pelan pundaknya, menyalurkan kekuatan sekaligus menenangkan.
"Lu pasti bisa, gue yakin itu. Kalopun lu harus ketemu sama dia, gue yakin lu bisa ngangkat tinggi dagu lu di depan dia, lu uda lebih dari mapan saat ini, Pra" Hana menguatkan.
"Gue takut nyawa gue dia ambil, Han. Lu tau kan gue tetep ngeyel hidup sampe saat ini karena apa?" isak Pradjna.
Hana menganggukkan kepalanya, memeluk sahabatnya itu.
"Gue tau banget, dan gue pastiin ga' akan ada yang hilang lagi dari lu karena lu ketemu lagi sama dia, kecuali hati lu, kita sama-sama tau hati lu uda lama ga' ada di tempatnya dari semenjak lu kenal dia".
Pradjna makin terisak, menyadari benarnya ucapan Hana itu tadi.
"Beberapa hari lagi kita bakal meeting sama dia, semisal lu ga' mau ikut bisa gue handle. Sepertinya juga dia belum tau kalo ownernya elu, karena kalo dia tau, gue yakin dia uda bikin ulah ke lu, Pra" papar Hana.
"Gue mikir juga gitu, cuma yang gue heran, kenapa harus dia sendiri yang turun tangan buat event yang ga' terlalu besar ini, biasanya kan dia nyuruh asistennya, dia tau beres" ucap Pradjna.
"Lu tau, tadi siang gue nyaris ketemu dia di pantai" Pradjna melanjutkan.
"Dari yang gue tau, kalau dia nyampe kluyuran gitu, dia lagi bermasalah. Ya Tuhan, masih aja gue inget semua tentang dia" Pradjna terisak lagi, Hana hanya memandangnya.
"Gue tidur sini malam ini ya" Hana mengalihkan pembicaraan.
Pradjna menganggukkan kepalanya, Hana memang lumayan sering nginap di rumahnya, terutama jika mereka harus lembur.
Selain jarak rumah Pradjna ke kantor lebih dekat ada Bi May juga yang dengan senang hati menyiapkan sarapan untuknya, masakan wanita paruh baya itu sangat pas di lidahnya.
Hana meraih tas tangannya lalu memutari meja menepuk pundak sahabatnya itu, "istirahatlah, yang akan terjadi esok kita hadapi esok, jangan kau cemaskan terlebih dahulu, bayangan itu memang selalu lebih besar dan menakutkan dari wujud aslinya"
Pradjna menggenggam sekilas tangan Hana, "makasi Han, uda selalu ada buat gue yang rapuh ini" ucap Pradjna.
"Udah yuk, istirahat dulu, besok lagi mikirnya" tukas Hana sambil menarik Pradjna bangkit dari duduknya.
Pradjna menurut, menyesap habis kopinya lalu melangkah ke kamarnya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Mami Qute
ceritanya sampai tamat ya thorr
2020-11-15
0
Anvasa Jr.
ikuti alurnya dulu
2020-11-14
0
Nurpadilla Lala
masih nyimak Thor 👍
2020-11-13
0