POV PRADJNA
Flash back
"***Tinggalkan putra ku, demi kebaikan mu sendiri. Kamu tidak akan pernah bisa menjadi bagian dari keluarga Rahardjo. Ingat selalu hal itu atau kau akan menyesal seumur hidupmu!" ancam wanita setengah baya yang masih terlihat cantik itu.
Pradjna hanya terdiam karena ia tahu jawabannya memang tidak diperlukan, dia hanya diharuskan patuh.
Ia sadar diri memang miskin, yatim piatu pula. Beruntung Tuhan masih berbaik hati memberikan otak seperti spon yang dengan mudahnya menyerap apa saja yang ada di sekitarnya. Hal itu pula yang membuatnya diterima di universitas yang bergengsi ini, dengan beasiswa tentunya. Selain kuliah Pradjna juga bekerja sebagai asisten koki di satu restorant western, gajinya yang lumayan bisa untuk menopang kebutuhan hidup sehari-hari.
Di universitas itu pula Pradjna berjumpa dengan Haris, lelaki pertama dalam hidupnya. Lelaki yang awalnya selalu membuat masalah padanya. Kenyataannya seumur hidupnya lelaki itu memang biang masalah baginya.
Lelaki itu pula yang menyebabkan dirinya harus berlari sejauh mungkin ke tempat yang asing dan tak ada seorang pun yang ia kenal.
Pradjna memutuskan menerima beasiswa S2 nya di London. Entah apa yang merasukinya saat itu yang ada dalam otaknya hanyalah ia harus pergi sejauh mungkin.
Ia mengurus visa dan passport nya, berpamitan pada teman kerja juga ibu kostnya. Memulai hidup baru, benar-benar baru karena tidak kenal satu orang pun, juga tempat yang baru, di bagian benua yang lain.
Haris Rahardjo, lelaki yang dikenal sangat angkuh juga introvert itu ia kenal tanpa sengaja. Awalnya pun Pradjna tak mengira bahwa mereka satu kampus. Ia memang tidak sempat bersosialisasi, sepulang kuliah dia harus langsung bekerja. Selesai bekerja bergegas pulang untuk mengerjakan tugas kuliahnya, dia harus minimal mengantongi abjad "B" untuk semua mata kuliahnya atau terancam beasiswanya diputus sepihak.
Saat itu ia tengah berjalan menuju kost, hujan turun lumayan deras, Pradjna memutuskan berjalan kaki karena angkot yang ditunggunya tak kunjung datang. Payung mungilnya memang melindungi kepalanya tetapi tidak dengan kakinya. Jeans nya dari lutut ke bawah basah terkena tampias air hujan.
Tubuhnya menggigil, ia memang sudah merasa demam dari 2 hari sebelumnya tetapi ia masih memaksa masuk kuliah juga bekerja.
Kepalanya terasa sedikit berkunang tadi sore, hingga pemilik resto menyuruhnya pulang lebih awal. Sudah separuh jalan saat tiba-tiba sebuah mobil melaju pelan di pinggir trotoar tempatnya berjalan lalu menghamburkan genangan air hingga membuat tubuhnya basah kuyup, badannya makin menggigil tetapi rasa marahnya lebih dominan, Pradjna memungut batu sekepalan tangannya lantas melemparkannya ke mobil tersebut yang memang melaju pelan.
Lemparannya jitu mengenai lampu belakang mobil tersebut. Pradjna menghentikan langkahnya saat mobil itu berhenti. Seorang pemuda keluar dari mobil itu memutari mencari sebab suara. Pradjna merasakan kepalanya makin berputar hebat, tubuhnya juga makin menggigil saat pemuda yang seusianya itu berjalan menghampirinya.
Pradjna berusaha membuka matanya lebih lebar lagi karena pandangannya kabur. Saat pemuda itu berdiri tepat di hadapannya saat itu pula pandangannya menghitam lalu ia tak mengingat apapun.
Saat membuka mata, Pradjna mencium aroma obat terlebih dahulu lalu baru matanya menatap sempurna plavon bercat putih di atasnya. Ia hendak bergerak lalu berhenti saat merasakan tangan kirinya terasa nyeri, ia melihat di tangannya itu tertancap jarum infus.
Seketika itu juga Pradjna terisak, ia membayangkan dengan uang apa ia harus membayar biaya rumah sakit, dia memang punya sedikit tabungan tetapi ia tidak yakin apakah cukup.
"Kau sudah bangun? Ya Tuhan syukurlah, tunggu aku panggil dokter dulu" sebuah suara mengagetkan Pradjna, sebelum ia sempat menjawab pemuda itu sudah membuka pintu kamar itu dan tak berapa lama kembali dengan dokter juga sister.
"Teman anda hanya kelelahan dan hypotensi memperparah kondisinya, jaga pola makan juga istirahat cukup itu akan sangat membantu" ucap dokter tersebut sambil tersenyum, setelah selesai dengan check up dokter dan suster itu meninggalkan mereka berdua.
"Aku Haris, panggil saja Aris, maaf kalau aku membuatmu sakit, aku tidak sengaja kemarin" ucap pemuda itu mendahului
"Hah, tidak, aku juga bersalah melemparkan batu ke mobil mu, aku sendiri berjalan terlalu menepi keluar trotoar, namaku Pradjna" tukas Pradjna.
"Lagi pula aku sudah demam sebelumnya, maaf merepotkan mu" lanjut Pradjna lagi sambil berusaha untuk bangun duduk.
Aris membantunya dan sentuhan tangan Aris entah mengapa membuat Pradjna seperti tersengat listrik. Ia menepis pelan tangan Aris lalu sedikit memaksa tubuhnya untuk berusaha sendiri.
Aris terdiam memandangnya, membiarkan gadis itu berusaha sendiri. Ia menekan tombol di bed itu, hingga posisinya sedikit terangkat di bagian atas.
"Apa kau membutuhkan sesuatu, hm...menghubungi keluarga mu misalnya? tanya Aris.
Pradjna menggeleng "aku hidup sendiri" jawabnya.
"Baju ganti? maksudku pakaian dalam" lanjut Aris lagi, wajah Pradjna memerah demi mendengar hal itu, ia lantas melihat pakainnya sudah berganti dengan baju RS.
"Suster yang gantiin karena bajumu basah semua" kata Aris seolah tahu pikiran Pradjna.
"Iya, makasi" jawabnya pelan.
"Tidak mengapakah bila kau ku tinggalkan sebentar? Ada beberapa hal yang harus aku urus" ucap Aris.
Pradjna mengangguk menyilakan. Aris lantas keluar dari ruangan itu, Pradjna menghela nafas lega, entah mengapa ia sedikit merasa sesak berdua saja dengan Aris di ruangan ini.
Matanya melihat ke sekeliling, kamarnya luas dan fasilitasnya lengkap sekali, AC - kulkas - microwave - layanan internet. Kepalanya mendadak kembali pening, membayangkan dengan uang apa Ia harus membayar biaya rumah sakit ini.
Peningnya membuat Pradjna kembali jatuh tertidur.
Pradjna merasakan sentuhan di ujung kepalanya, saat ia membuka matanya Aris sudah duduk di samping tempat tidurnya mengusap pelan kepalanya.
"Kamu sudah bangun, ayo makan dulu, kamu tadi kembali tidur tanpa makan terlebih dulu" ucapnya.
Aris menggeser meja makan portable mengarah tepat di depannya. Ada menu lengkap di meja tersebut, Pradjna merasakan perutnya meminta asupan tetapi mengingat tagihan biaya RS membuat selera makannya menguap entah kemana.
"Mengapa diam, ayo lekas makan" kata Aris mengangsurkan sup yang baru saja dia hangatkan di microwave.
Pradjna menggeleng pelan "apa aku boleh pulang sekarang? aku takut uang tabungan ku tak cukup untuk membayar tagihan selama di sini" tukas Pradjna.
Aris menghampirinya, menyendok sup lalu menyorongkan sendok itu ke mulut Pradjna " makanlah dulu, kau pikir dokter akan mengijinkan mu pulang bila kondisi mu seperti ini" kata Aris
"Aku yang akan menanggung semua biaya perawatan mu, yang harus kau lakukan cukup satu, makanlah lalu istirahat, biar kamu lekas pulih" lanjut Aris lagi.
Pradjna mengatupkan bibirnya "anggap saja aku berhutang, akan ku cicil setiap bulannya" akhirnya Pradjna membuka suara.
"Terserahlah, aku tidak merasa menghutangimu, sudah makan saja dulu, atau kau mau ku suapi?" tanya Aris galak.
Pradjna menggeleng lalu mengambil sendok supnya dan mulai makan.
Aris menahan senyumnya melihat hal itu.
Selama 3 hari Pradjna dirawat di RS, selama itu pula Aris menemaninya, hanya beberapa jam saja pemuda itu pamit untuk keluar sebentar.
Saat kembali Aris membawakan kopian materi kuliah hari itu, ia baru tahu mereka satu jurusan hanya beda angkatan, Aris adalah kakak tingkatnya.
Pradjna bersyukur ia tidak ketinggalan kuliah, Aris juga meminjamkan laptop untuk mengerjakan tugas-tugasnya.
"Okay, Pra. Hari ini kita pulang, ini aku ada sesuatu untukmu, cobalah mana yang cocok untukmu" kata Aris sambil menyerahkan beberapa tas belanja kepadanya.
"Aku, eh...karena ga' tau size nya aku beli beberapa itu" ucapnya lagi sambil menunjuk ke salah satu tas dengan brand pakaian dalam yang terkenal. Muka Pradjna memerah seketika itu juga tetapi dibawanya juga semua tas belanja itu ke dalam kamar mandi.
Setelah selesai dengan semua administrasi, Aris mengantarkan Pradjna ke kostnya, itupun setelah melalui debat sepanjang jalan, akhirnya gadis itu mau mengalah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments