"Aku juga sempat terjatuh saat kita hampir sampai di pos dua."
Wawan
"Iya dan beruntungnya, Bagas sigap menangkapmu. Kalau tidak, sudah dipastikan kamu terjun ke jurang."
Aris kembali mengulas senyum.
Wawan
"Sebenarnya, apa yang terjadi waktu itu?"
Aris
"Aku melihat dua pasang kaki menghadang langkahku. Seketika aku terkejut dan terhuyung jatuh."
Wawan
"Sepasang kaki ini menapak tanah atau tidak?"
Aris
"Menapak tanah tapi hanya kaki tanpa badan, tanpa kepala."
Wawan
"Serius Ris?"
Aris
"Itulah kenapa aku terkejut bukan main."
Wawan
"Kenapa kamu gak minta turun aja sih? gangguan yang kamu alami itu sudah keterlaluan menurutku."
Aris
"Sempat terpikir hal itu tapi aku merasa tidak adil saja kalau meminta kalian turun. Sedangkan yang diganggu hanya aku."
Wawan
"Benar juga, kalau aku berada di posisimu pasti mempertimbangkan hal yang sama juga."
Aris
"Hemm... Raka, kamu ingat Raka junior kita?"
Wawan
"Ingat, kenapa dengan dia?"
Aris
"Sepertinya dia menyadari gangguan yang kualami. Beberapa kali tatapannya terlihat berbeda. Seolah merasa kasihan padaku."
Wawan
"Jadi menurutmu, kemungkinan Raka juga bisa melihat apa yang kamu lihat?"
Aris
"Bisa jadi seperti itu. Coba kamu tanyai dia nanti!"
Wawan
"Boleh, jika ada kesempatan akan kutanyai dia."
Aris
"Sikap Raka juga berubah dingin sepertiku kan?"
Wawan
"Iya, sama sepertimu. Ohya, sepasang kaki tadi bagaimana?"
Aris
"Kalau kamu berpikir, sepasang kaki itu menghilang, kamu salah sebab sepasang kaki itu masih terus terlihat berjalan turun menuju pos satu. Aku bahkan masih bisa melihatnya hingga terhalang sebuah tikungan."
"Tapi faktanya, berulangkali kusesali keputusanku untuk mendaki waktu itu. Hampir saja aku putus asa saat tidak menemukan jalan pulang dari perkampungan bangsa lelembut itu."
Comments
Fitri wardhana
lanjut
2022-07-24
0