“Ojek, Kak,” ucap Darma lalu mendudukkan tubuhnya di jok belakang motor yang tadi ditunjuk Cahyo.
Merasakan adanya beban tambahan di motornya, Ara memutar kepala dengan mata membulat sempurna dan bibir menganga. Yang benar saja dirinya dikira ojek.
“Maaf, saya bukan ojek. Mas-nya silakan turun.”
“Udahlah nggak usah malu. Saya biasa, kok, liat cewek ngojek. Ibu-ibu malah sambil bawa anaknya.”
Hidung Ara kembang kempis mendengarnya. Dia bukan malu atau apa, tapi dia memang bukan tukang ojek. Camkan itu!
“Udah cepetan. Mau kamu mengelak kayak gimana juga saya nggak mau turun. Saya bayar kamu tiga kali lipat, deh.” Darma kembali bersuara sebelum Ara menyuruhnya turun untuk kedua kalinya.
Tiga kali lipat?
Bibir Ara mengulas senyum. “Emang mau ke mana?”
“Hotel Coriander.”
Ara berpikir sejenak. Hotel itu masih cukup jauh. Mungkin butuh waktu hampir setengah jam untuk sampai di sana. Sebandingkah uang yang ia dapat di saat rasa lelah habis bekerja menderanya?
“Kamu tinggal sebutin berapa upahnya pasti saya bayar,” celetuk Darma seakan mengetahui pikiran gadis di depannya.
Seketika lampu di kepala Ara bersinar terang. Dia bisa meminta upah sesuai dengan biaya servis motornya kemarin. Lumayan, uang tabungannya tidak jadi terkuras.
“Oke!”
Detik berikutnya, Ara mulai melajukan motornya membelah padatnya jalanan Kota Solo. Ara yang bulan kemarin sempat mengalami kecelakaan lalu lintas tidak berani berkendara dengan kecepatan tinggi.
“Cepetan dikit, dong. Telat, nih!” Darma mengomel. Berulang kali ia melihat arlojinya, lalu berdecak sebal. “Ini motor apa siput kenapa lelet banget?”
Ara memilih untuk pura-pura tidak mendengar meski suara Darma yang kini lebih mirip suara kumbang terus berdengung di telinganya. Baginya nyawanya lebih berharga dari apa pun. Ara juga tidak habis pikir. Mengapa laki-laki yang kini terus memepet punggungnya agar omongannya didengar itu bisa lebih cerewet dari ibunya.
“Oy, Mbak! Cepet dikit, kek!” Darma menepuk-nepuk bahu Ara. "Cepetan! Saya bisa telat."
Geram dengan Darma yang terus nyerocos, Ara menarik napas panjang, bersiap-siap untuk memacu sepeda motornya lebih kencang. Kalau bisa lebih cepat dari kecepatan angin biar mulut laki-laki di boncengannya ini diam. Ara tersenyum miring sebelum kemudian menarik gas kuat-kuat hingga jarum speedometer-nya hampir menyentuh angka 100km/jam.
Ngengggggg!
Jantung Darma serasa mau copot. Dia memang ingin cepat sampai, tapi tidak secepat ini juga. Kalau begini caranya dia bukannya sampai hotel, tapi sampai rumah sakit atau parahnya bangun-bangun di depannya sudah ada malaikat.
“Nggak gini juga kali! Rusak, nih, rambut yang ada.” Darma mencari alasan. Tidak mungkin ‘kan dia bilang takut. Masa kalah sama perempuan. Gengsi!
Ara tak acuh. Masa bodoh mau rambut rusak, bulu mata lepas, atau apalah. Yang jelas gadis itu baru mau menurunkan kecepatan saat memasuki kawasan Hotel Coriander.
Menghentikan motornya tepat di depan lobi, Ara melepas helm disusul helaan napas panjang. “Huahhhh!” Ia merasa puas. Kepiawaiannya dalam membawa sepeda motor memang tidak bisa dianggap remeh. Sekarang tinggal waktunya dia menyebutkan nominal yang diinginkannya.
Sementara Darma yang baru turun dari motor mendengkus sebal karena tampilannya yang jadi sedikit berantakan. “Kamu minta berapa?” tanyanya to the point.
Tanpa tahu malu Ara pun menjawab, “Tiga ratus ribu.”
Dengan segera Darma merogoh saku celananya. Mengetahui benda yang ia cari tidak ada, laki-laki itu mencoba mengecek saku lainnya. Hanya ada kartu nama miliknya, itupun lecek karena sepertinya ikut tercuci. Darma baru ingat sesaat sebelum keluar dari mobil ia menaruh dompetnya di tas. Sedangkan Ara yang merasa curiga langsung memasang wajah siaga. Awas saja kalau sampai bohong!
“Dompetku ketinggalan di mobil. Gimana kalau bayarnya besok?” Dengan napas tertahan Darma mencoba bernegosiasi.
“Apa? Besok?”
“Iya, besok. Nih, aku kasih kartu namaku dulu buat jaminan. Nanti aku ganti dua kali lipat dari yang kamu sebutin tadi,” katanya menaruh kartu nama miliknya ke telapak tangan Ara.
Ara hanya melongo. Matanya melotot menyadari kalau laki-laki yang belum ia ketahui namanya itu sudah masuk ke dalam hotel.
“Sial! Gayanya saja sudah seperti konglomerat ternyata isi dompetnya sekarat!” Ara terus mendumel sampai akhirnya ia mendengar ponselnya berbunyi. Ternyata itu telepon dari Keyla. Ah, sahabatnya itu pasti sedang kebingungan mencarinya. Ara pun kembali menghidupkan motornya dan meninggalkan hotel tersebut dengan hati dongkol.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩᵇᵃˢᵉ fj⏤͟͟͞R ¢ᖱ'D⃤ ̐
apes bener Ara,udah di kira tukang ojek,di iming² bayaran tinggi ujung² nya dikasih kartu nama udah lecek pula ..
2022-11-17
0
Helen Gunawan
sumpah aku ketawa bacanyaa seruuuuuuuuu...syukaaa thor seger critanya.smoga g boseni yoo tx
2022-04-02
1
ᴠᴀʟᴇɴᴀ🥀ᴅ α.ᴋ.α ʜ
astaga ini beneran kaya kan ya si darma? bukan kaleng² kan ya 😂
2022-03-18
0