Rina melihat dokumen pengajuan perceraian tersebut dengan nanar. Menutup matanya, ia menguatkan diri mengambil pena dari atas meja dan menggoreskan tanda tangannya di kolom yang berisi namanya. Setelah itu, ia melepaskan cincin pertunangan dan juga pernikahannya secara perlahan. Dari dompetnya pun, ia mengeluarkan beberapa kartu dan menyimpan semuanya dalam sebuah amplop coklat.
Dengan perlahan, ia melangkah menuju kamar utama dan membukanya. Seperti biasanya, kamar tersebut terlihat rapih dan wangi. Kamar yang besar dan meski minimalis, terlihat bahwa keseluruhan furtinure-nya berharga mahal dan menunjukkan selera pemiliknya yang elegan. Meski demikian, yang ada di depan matanya dan terpatri dalam benaknya hanyalah kejadian malam itu, kejadian yang tidak akan pernah dilupakannya.
Pertama dan sepertinya, untuk terakhir kalinya pula dalam hidupnya.
***
"Nomor yang Anda hubungi tidak aktif. Silahkan coba beberapa saat lagi."
Kesal, Chris menekan ulang nomor yang ditujunya dan mendengarkan pesan dengan suara monoton yang sama beberapa kali. Akhirnya ia melemparkan ponselnya ke kursi di depannya.
Rich yang duduk di depannya pun menjadi sasaran lemparan kekesalan atasannya. Tanpa berkata apapun, ia meletakkan ponsel Chris di kursi sebelahnya dan malah mengambil miliknya sendiri ketika melihat ada notifikasi pesan masuk.
"Ada apa, Bos?"
Chris mengusap wajahnya dan mengarahkan pandangannya ke arah luar pesawat. Dalam hatinya, ia tidak mau berasumsi apapun. Ia tidak berani.
"Nomor Rina tidak aktif beberapa hari ini."
Rich yang saat itu sedang memegang ponselnya terdiam sebelum menjawab.
"Kebetulan sekali bos. Ibu Megan baru mengatakan kalau sudah beberapa hari ini rumah terlihat kosong."
Tubuh Chris menegang mendengar informasi yang tidak ingin didengarnya itu. Ia merasa jantungnya mulai berdetak liar, perutnya terkontraksi dan tanpa disadari, ia menahan nafas.
"Maksudmu?"
"Pagi ini Ibu Megan datang ke apartemen untuk membersihkan rumah seperti biasa, tapi katanya sudah beberapa hari ini ia tidak menemukan makanan di meja makan."
Rich memandang Chris sekilas untuk melihat reaksinya. Ia pun melanjutkan hati-hati.
"Biasanya iste... maksudku Rina. Biasanya Rina selalu memberikan sisa masakan buat Ibu Megan dan meletakkannya di meja makan. Tapi sudah beberapa hari ini tidak ada."
Ia melanjutkan membaca pesan di ponselnya sambil mengernyitkan dahinya.
"Ibu Megan selama ini tidak pernah membersihkan kamar Rina. Tapi, karena khawatir ia memeriksa kamarnya. Dan curiga kalau sepertinya sudah cukup lama tidak ditempati."
Tiba-tiba Chris merebut ponsel itu, membuat Rich kaget. Pria itu akhirnya hanya diam, membiarkan atasannya memegang ponselnya.
Chris membaca satu demi satu pesan-pesan dari asisten rumah tangganya. Apa yang dikatakan Rich sama seperti yang diutarakan oleh Ibu Megan dalam chat-nya.
Pria itu merasa badannya melemas. Ia mengembalikan ponsel itu ke Rich sambil menghela nafasnya dengan berat. Menutup matanya, ia mengurut kepalanya yang mulai terasa sakit.
Khawatir, Rich bertanya, "Bos, Anda tidak apa-apa?"
"Saya tidak tahu." Jawabnya pelan, suaranya terdengar serak.
Mata Chris yang membuka perlahan terlihat sedikit merah ketika menatap pria di depannya.
"Saya tidak tahu, Rich."
Ia mengarahkan pandangannya kembali ke jendela. Saat ini, otak Chris kacau dan ia tidak tahu harus berfikir apa. Tanpa diinginkannya kedua bola matanya mulai terlihat basah, ketika ia mengingat kejadian terakhir sebelum meninggalkan apartemennya.
Rich terlihat cukup shock dengan apa yang dilihatnya. Ini tidak seperti bos yang dikenalnya.
Sebenarnya apa yang telah terjadi? Ia bertanya-tanya dalam hati dengan bingung. Tapi melihat atasannya tampak kalut, ia pun tidak berani untuk menanyakannya lebih jauh.
Ia tidak mau kejadian beberapa minggu lalu terjadi lagi, ketika bosnya menghajar habis-habisan orang yang telah menghianatinya. Baru kali itu selama bekerja bersama Chris, Rich melihatnya emosional dan terlihat lepas kontrol.
Suasana pun kembali hening dan karena Rich tidak punya cukup nyali untuk mengajak bosnya berbincang lagi, akhirnya ia pun memfokuskan diri kembali pada laptop di pangkuannya, tanpa mengganggu Chris yang tampak masih termenung membuang pandangan ke luar.
***
Saat membuka pintu apartemen, Chris langsung menuju ruang tengah. Biasanya setiap dia pulang kantor atau dari perjalanan dinas, ia akan selalu menemukan makanan di meja makan. Dia juga akan selalu menemukan selimut tipis yang tersampir di sofa tengah. Sofa yang sering digunakan Rina untuk menunggu dirinya pulang, seberapa malam pun itu.
Namun hari ini, ia hanya menemukan meja makan yang kosong. Sofa pun terlihat rapih, tanpa ada tanda-tanda ada yang pernah mendudukinya. Ia bahkan tidak mencium wangi masakan yang mulai terasa familiar di hidungnya dan dirindukannya setiap ia pulang ke rumah.
Ketika membuka kulkas pun, ia hanya menemukan beberapa minuman dingin. Kondisinya terlihat bersih dan dalam freezer tidak ada bahan makanan apapun, bahkan sebutir telur pun tidak ada. Rina tidak meninggalkan apapun untuk dirinya.
Chris menutup pintu kulkas dengan lesu. Tanpa diinginkannya, jantungnya berdebar-debar terutama ketika ia melangkah dan membuka pintu kamar tamu yang biasanya digunakan Rina. Ini adalah kali pertamanya ia masuk ke kamar itu semenjak ditempati oleh isterinya.
Suasana kamar tidur pun terlihat dingin, ia tidak mencium harum khas yang secara tidak sadar tersimpan dalam otaknya dan mulai dicari-carinya. Benar seperti kata Ibu Megan, kamar ini seperti sudah tidak ditempati beberapa hari.
Dahi Chris tampak mengernyit ketika ia melihat meja rias yang tampak masih penuh dengan berbagai botol parfum dan juga skin care yang pernah ia berikan pada isterinya. Ia mengambil salah satunya, dan menyadari bahwa isinya tampak tidak berkurang sedikit pun. Chris juga menemukan beberapa botol lain dengan kondisi yang hampir sama.
Semua yang ada di atas meja rias isterinya, tampak masih baru dan terlihat seperti pajangan saja. Ada sedikit rasa tercubit yang ia rasakan di hatinya, namun ia tidak tahu penyebabnya.
Menghela nafas, ia pun beralih membuka lemari pakaian yang ada di depannya. Saat itulah Chris merasa hatinya semakin mencelos.
Dalam lemari besar tersebut, masih terlihat tumpukan baju yang pernah diberikannya dulu. Di sisi lemari lain pun, ia melihat berbagai macam gaun, sepatu dan juga tas-tas yang tampak tidak tersentuh. Ia mengenali beberapa gaun dan tas yang dulu pernah dikenakan isterinya ketika mereka menghadiri pertemuan keluarga. Namun barang-barang yang lain tampak tidak pernah digunakan, bahkan price tag-nya pun banyak yang masih belum dilepas.
Tidak percaya, ia pun meraih laci tempat perhiasan dan menemukan sejumlah perhiasan dalam kondisi yang serupa. Lengkap dan tampak tidak tersentuh.
Chris tidak mampu berkata-kata. Bukannya isterinya itu menikahinya untuk uangnya? Kalau demikian, kenapa ia tidak membawa perhiasan-perhiasan tersebut yang jelas-jelas kalau dijual, isterinya masih bisa hidup berfoya-foya dalam jangka waktu yang lama.
Ia mulai bertanya-tanya dalam hati, sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar.
Benak Chris mulai memikirkan hal-hal negatif, bahwa isterinya sengaja menghilang untuk mengujinya. Rina tidak pernah berniat untuk meninggalkannya, karena ia pasti akan berusaha menguras harta pria itu dulu. Karena alasan inilah, kenapa Chris sampai memperlakukan isterinya itu tidak sebagaimana mestinya, meski sebenarnya hati kecilnya menolak keras.
Tidak mau berlama-lama dengan pikirannya, Chris pun bergegas keluar dan masuk ke kamarnya sendiri. Sesampainya di sana, ia langsung membuka baju dan masuk ke kamar mandi. Selama di bawah guyuran air shower, Chris berusaha untuk menghilangkan pikiran-pikiran negatifnya tentang isterinya, apalagi otaknya sudah cukup lelah menghadapi permasalahan perusahaan yang tengah dihadapinya. Setelah puas membersihkan dirinya, ia pun segera mematikan keran shower dan mengambil handuk untuk mengeringkan tubuhnya.
Ketika melihat kaca, Chris melihat bayangannya sendiri yang menampilkan seorang pria bugar di usia 38 tahun. Tinggi badannya jauh di atas rata-rata dengan otot-otot badan yang cukup atletis, berkat hobinya yang menyempatkan diri untuk berenang tiap hari di rumahnya. Kesenangannya untuk berolah raga pun biasanya muncul kuat ketika Chris mengalami permasalahan. Dibanding lari ke minuman atau perempuan seperti pria-pria lain seusianya dan semapan dirinya, ia lebih memilih menenggelamkan dirinya dalam pekerjaan atau pun memforsir tubuhnya ketika berolahraga. Ia berusaha menghargai dirinya sendiri dengan tidak merendahkan dirinya untuk hal-hal tersebut.
Sebagai pria yang normal, tentu saja Chris punya kebutuhan-kebutuhan biologis yang perlu disalurkannya. Namun demikian, ia bersyukur bahwa kondisi tubuhnya tidak membuatnya menjadi hilang akal sehat hanya karena ***** seperti yang sering terjadi pada teman-temannya. Daya nalar Chris cukup sehat untuk dapat melihat realita, bahwa seringkali teman-temannya menjadi terjebak dalam dua kehidupan wanita bahkan lebih. Selain cukup memusingkan baik dari sisi uang dan juga mental, ia juga tidak berniat menambah masalah yang menurutnya tidak penting dalam hidupnya.
Seringkali ia memang menyerah dan akhirnya memuaskan dirinya sendiri. Ia bahkan pernah tergoda untuk beberapa kali mencoba mencari partner, namun hati nuraninya membuatnya sering berhenti di tengah jalan. Ia tidak mau jerih payahnya untuk menjaga dirinya sendiri menjadi tercemar, hanya gara-gara masalah di ************ yang tidak mampu diatasinya. Chris juga tidak tahu kenapa ia berusaha sekeras itu, namun yang ia tahu bahwa ia tidak mau mengecewakan dirinya sendiri dan terutama ibunya. Ibunya adalah orang yang paling berharga di dunia ini bagi Chris. Ia bahkan bersedia melakukan segalanya untuk ibunya, termasuk menikahi wanita yang tidak dicintainya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments