Aku tak bisa menjawab. Hanya bisa menunduk dan menelan ludah dengan susah payah. Tinggiku yang hanya 157 cm, terlihat sangat kontras dengan tinggi tubuhnya. Ruangan sempit itu terasa semakin sempit. Keberadaannya sangat mendominasi.
Pak Armand berdiri di depanku sembari menyilangkan tangan di depan dada. Kali ini dia memakai kemeja abu-abu gelap yang dipadu dengan celana hitam pekat. Lengan bajunya digulung sebagian, memperlihatkan otot lengannya yang liat.
Lagi-lagi aku menelan ludah. Untuk ukuran seorang banker, kenapa beliau memiliki tubuh yang begitu prima? Pak Armand benar-benar tahu cara menjaga kebugaran tubuhnya.
Kualihkan pandangan kemana saja, asalkan tidak ke tubuhnya. Melihatnya selalu membuatku kesulitan bernapas. Seakan-akan oksigen di sekitarku telah habis terkuras. Atmosfir menjadi lebih panas. Aku tidak tahu perasaan apa ini. Apakah ini hanya sebuah perasaan takut bertemu dengan orang yang lebih superior, atau ada perasaan lain yang tak kuketahui?
"Biasakan dirimu. Aku kembali 10 menit lagi." Tanpa menunggu jawaban, pria itu melenggang pergi dan memasuki ruangannya sendiri.
"Huft!" Helaan napas lega langsung meluncur begitu saja. Tubuhku yang sedari tadi tegang langsung terduduk lemas begitu saja.
Bagiku, keberadaan Pak Kaku jauh lebih mengintimidasi dibanding branch manager itu sendiri. Aku berharap jiwa tahan bantingku bisa berguna saat ini.
"Aku pasti bisa bertahan di sini!! Pasti bisa!!" ucapku dalam hati sembari mengepalkan tangan, meneguhkan pendirian dan menyiapkan mental.
"Namamu Arsha ya?" Tiba-tiba seorang pria yang perkiraan umurnya tak jauh dari Pak Kaku berdiri di depanku. Postur tubuhnya sedikit lebih pendek dibanding Pak Kaku. Tubuhnya tegap dengan kulit sawo matang. Tatanan rambutnya rapi, ciri khas seorang pegawai bank. Wajahnya berkarakter. Baiklah, aku akan jujur, wajahnya manis. Tapi senyumnya lebih manis lagi. Aku tidak melihat sosoknya sewaktu morbrief. Siapa pria ini?
Tidak mau banyak berspekulasi, aku cepat-cepat berdiri dan mengambil sikap sempurna.
"Perkenalkan Pak, nama saya Arsha Nayyara. Saya staff training yang baru masuk hari ini," ucapku sembari menundukkan kepala. Terhadap senior harus bersikap sopan, terlebih bila senior itu memiliki jabatan. Who knows?
"Aku Haidar. Kepala lending di sini. Arsha, kita akan sering bekerja sama. Mohon bantuannya ya." Pria bernama Haidar menjulurkan tangan sembari tersenyum hangat, mau tak mau aku membalas uluran tangan itu dengan sopan.
"Mohon bantuannya juga Bapak ...."
"Iya, santai saja. Sebelumnya pernah kerja dimana?" Tanganku masih berada di genggaman pria itu. Dengan sopan aku berusaha menariknya secara perlahan.
"Saya ...."
"Sudah selesai intermezzonya? Kalau sudah, cepat ke ruanganku." Ucapanku langsung terpotong. Kami berdua menoleh ke asal suara. Kulihat Pak Kaku tengah bersandar di pintu dengan tangan terlipat di dada. Sorot matanya terlihat lebih dingin dari sebelum-sebelumnya. Diliputi rasa takut yang begitu besar, dengan cepat aku menarik tangan dan bergegas menghampiri Pak Armand.
"S-saya sudah siap Pak ...."
"Masuk!"
"B-baik Pak." Suara berat dan sorot mata tak bersahabat itu semakin membuatku lemas. Aku sudah pasrah akan diperlakukan seperti apa nantinya. Mungkin aku bakal dicincang untuk dijadikan makanan ikan mas? Memangnya ikan mas makan daging? Ah entahlah, pikiranku jadi melantur kemana-mana.
Kulihat Pak Armand masih menatap Pak Haidar. Mungkin aku salah tangkap, tapi aku melihat sorot permusuhan di sana. Begitu melihatku sudah masuk ke ruangan, beliau segera menutup pintu rapat-rapat.
"Duduk!" Perintahnya. Lagi-lagi aku hanya bisa menuruti perkataannya.
Berada di ruang tertutup dan hanya berdua saja dengannya kembali menimbulkan kegelisahan tersendiri.
Semua orang yang memiliki penglihatan normal akan mengakui bila Pak Armand memiliki wajah yang tampan, namun bukan wajahnya yang membuatku sangat gelisah, melainkan sikap tak bersahabatnya. Setiap berada di depannya, seolah-olah tengah berhadapan dengan sidang penentuan. Sangat menakutkan dan menegangkan.
Terlalu sibuk dengan pemikiran sendiri, membuatku tak sadar kalau Pak Armand sudah duduk di depanku. Dia menatapku lekat-lekat. Bisa kurasakan bulu kudukku yang meremang. Aku menunduk. Tak berani membalas tatapannya.
"Arsha."
"S-saya Pak?"
"Ini kontrakmu. Baca dengan teliti sebelum ditanda tangani." Beliau menyodorkan beberapa lembar kertas dan kembali menyilangkan lengan di depan dada. Tatapan menilainya seolah menelanjangiku. Entah apa yang dipikirkannya? Apa sikap tak bersahabatnya ini hanya ditujukan padaku atau memang karakternya seperti itu? Bagaimana aku akan bekerja dengan nyaman bila atasan langsungku bersikap seperti ini?
Aku berusaha mengacuhkan keberadaannya dan berpura-pura berkonsentrasi membaca setiap klausal yang tertulis di kontrak.
Di dalam kontrak menyatakan, masa percobaan trainingku selama tiga bulan. Bila kinerjaku dinilai memuaskan, maka aku akan diangkat sebagai pegawai kontrak selama dua tahun. Setelah masa itu habis, akan ada ujian pengangkatan sebagai pegawai tetap. Jika dalam ujian dinilai gagal, namun perusahaan puas terhadap kinerjaku, maka aku akan tetap dipekerjakan sebagai pegawai kontrak biasa.
Selain membahas masalah masa kerja, di dalam kontrak juga membahas masalah gaji, kedisiplinan kerja serta tugas dan tanggung jawab.
"Apa ada hal yang ingin kamu tanyakan?" Suara itu kembali mengusik. Secara spontan aku menengadahkan kepala. Mataku kembali bersitatap dengan mata dingin itu.
"Eh, em, untuk sementara belum ada Pak ...." Sebenarnya mulutku gatal ingin bertanya. Aku penasaran, siapa yang akan menjadi penilai kinerjaku? Pak Armand kah? Atau Pak Marga? Tapi aku menahan diri untuk tidak menanyakannya, karena menurutku kurang etis.
"Kalau tidak ada yang ditanyakan, sekarang mari kita bahas tugas-tugasmu."
"Baik Pak." Aku kembali menegakkan tubuh, semangat untuk bekerja kembali membara di dalam diri. Aku siap dengan pekerjaan ini!
***
"Ambil catatanmu. Catat semua ucapanku."
"Eh, em, iya Pak."
"Poin pertama." Pak Armand mengangkat tangan dan mengacungkan jari telunjuk. "Tidak boleh ada hubungan sesama rekan kerja. Perusahaan menggajimu untuk bekerja, bukan untuk menjalin hubungan asmara."
Tanganku yang sudah siap menari-nari di atas kertas menjadi terhenti. Aku menatap Pak Kaku dengan pandangan bertanya-tanya.
"Sudah kamu tulis?" Selidiknya. Mulutku beneran gatal ingin bertanya, namun lagi-lagi pandangan itu membuatku kembali bungkam.
"Sudah Pak."
"Poin kedua. Bila kedepannya ditemukan indikasi adanya hubungan, maka salah satu atau salah duanya akan dikeluarkan. Mengerti?"
Hah, rupanya Pak Armand benar-benar serius dengan ucapannya. Bukankah peraturan itu sudah dihapuskan? Namun, mengapa masih diterapkan di perusahaan ini?
"Iya, saya mengerti Pak."
"Oke. Poin ketiga. Pekerjaanmu akan merangkap pekerjaan tiga orang sekaligus. Pastikan otakmu cerdas untuk menyerap semua yang kukatakan. Mengerti?!"
Dan, selama satu jam berikutnya, aku mencatat semua sabda dan titah dari Baginda Raja Tuan Armand Yang Maha Berkuasa.
***
Happy Reading 🥰
NB : Alurnya ngeslow ya. Semoga gak bosen bacanya. Aku ceritain secara runut. Mungkin beberapa episode ke depan masih membahas masalah pekerjaan. Namun, dari pekerjaan inilah, semuanya bermula, hohoho 😌😆🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Ma Malikha
wkwkwkwk... baginda raja 😍😍😍😍😍🤣🤣🤣🤣🤣
2024-11-22
0
Zizie Malek
/Grin/
2024-10-27
0
Hasbi Asidiqi
pak kaku sedingin es karna titisan beruang kutub🤭🤭
2024-08-10
0