"Dia datang lagi, Bu." Melodi terisak di bahu ibunya.
Ibunya mendorong bahunya pelan. "Dia?" Dahi wanita paruh baya itu nampak berkerut.
"Iya Bu, aku ... aku bertemu dengannya tadi di taman." Melodi tampak semakin gugup. "Aku takut Bu," cicitnya.
Ibunya menghela napas panjang lalu membimbing Melodi masuk ke dalam rumah. Hatinya selalu terluka setiap mendapati keadaan Melodi yang kacau seperti sekarang. Ya, dia sadar, apa yang terjadi pada Melodi saat ini adalah kesalahannya. Salahnya yang tidak berpikir panjang saat mengambil keputusan dulu.
Melodi dan ibunya duduk di kursi yang terletak di tengah-tengah ruangan. "Tenanglah Mel, ibu sudah di sini." Ibunya mengusap bahu Melodi dengan lembut, mencoba untuk menenangkan putri semata wayangnya itu.
"Apa kau sudah makan?" sambung ibunya begitu napas Melodi terdengar teratur. Bahunya pun sudah tidak berguncang seperti tadi.
Melodi menjawab ibunya hanya dengan menggeleng.
"Baiklah, ibu akan siapkan makanan untukmu." Sudah bangkit dari duduknya saat tangan Melodi menarik tangannya.
"Aku ikut ya, Bu?"
"Baiklah, ayo!" Ibunya tersenyum dan menggandeng tangan Melodi menuju dapur.
"Bagaimana persiapan kuliahmu? Apa masih ada yang kurang?" tanya ibunya tanpa menghentikan kegiatannya memotong sayur.
"Sudah beres semua Bu, besok sudah mulai OKK (Orientasi Kehidupan Kampus)."
Melodi duduk di meja makan memperhatikan ibunya yang tengah sibuk memasak untuk mereka. Sudah lima tahun lebih mereka menyewa rumah rusun ini. Di rumah rusun ini dia hanya hidup berdua dengan ibunya. Melodi baru lulus SMA dan akan memulai kuliahnya besok, sedangkan Ibunya bekerja di sebuah toko kue yang terletak di ujung jalan dari tempat tinggal mereka. Sementara, Ayahnya sudah tiada sejak dia berumur 7 tahun.
Semua berjalan baik-baik saja sampai pada lima tahun setelah kepergian ayahnya, ibunya memutuskan menikah lagi dengan seorang duda yang sebenarnya adalah majikan tempat ibunya bekerja dulu. Namun, pernikahan kedua ibunya tidak berlangsung lama dan menyisakan trauma mendalam untuk Melodi. Menjadi penyebab dari panic attack dan mental illness yang diderita Melodi sampai saat ini.
"Arrghhh, sakit ... lepaskan aku! Kumohon, lepaskan aku!"
"Tidaakkk!" Melodi bangkit dari tidurnya. Kedua pupil matanya melebar. Dengan napas terengah-engah, Melodi menyeka keringat dingin yang sudah membasahi dahinya dengan punggung tangannya.
"Kapan aku bisa terbebas dari mimpi buruk ini?"
...****************...
"Sedang apa, Ben?"
Ben yang sedang duduk di meja belajarnya menoleh ke arah Rangga yang sudah berdiri di depan pintu kamarnya. "Oh, ini Kak, lagi bikin susunan acara untuk OKK maba (mahasiswa baru) besok."
Rangga melangkah memasuki kamar Ben lalu mendudukkan dirinya di atas ranjang yang terletak di sebelah meja belajar Ben. "Cih, yang jadi ketua BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa)," goda Rangga.
"Presiden Mahasiswa, Kak," sahut Ben bangga.
"Hm, iya tau. Berarti besok sudah mulai OKK? Udah mulai sibuk dong."
"Ya begitulah Kak," jawab Ben, "kakak gimana, kapan jadi berangkat ke Bali?"
"Entahlah, mungkin bulan depan. Masih menunggu Om Davin," jawab Rangga lemah.
"Kenapa bukan Kakak sendiri yang menyusul kakak ipar ke sana? Bukankah Kakak sudah tau di mana kakak ipar berada?"
"Tidak semudah itu Ben, kakak iparmu meninggalkanku dalam keadaan emosi. Jika aku langsung ke sana menemuinya, sudah pasti dia tidak akan mau bertemu denganku. Kemungkinan dia malah pergi lebih jauh lagi."
"Tapi ini sudah lima tahun berlalu, Kak. Apa Kakak tidak merindukan kakak ipar?"
"Tentu saja Ben, tentu saja aku sangat merindukannya. Lima tahun bukanlah waktu yang sebentar." Mata Rangga menerawang jauh, mengingat waktu lima tahun yang sudah dia lewati tanpa Cinta di sisinya.
"Aku harap Kakak berhasil membawa kakak ipar pulang dan kita bisa berkumpul lagi seperti dulu."
Rangga menghela napas berat, lalu bangkit dari duduknya. "Terima kasih adikku. Terus bagaimana denganmu, bagaimana hubunganmu dengan gadismu itu?"
Wajah Ben seketika berubah setelah mendengar ucapan Rangga. "Masih sama Kak," jawabnya malas.
"Sama gimana?" Rangga terlihat penasaran.
"Ya, cuma video call aja. Memang apa lagi yang bisa diharapkan dari hubungan long distant." Ben melengos kesal.
"Hei, jangan patah semangat begitu. Anggap aja ini ujian cinta kalian. Dulu aku dan Cinta sempat berpisah dua tahun bahkan tanpa saling memberi kabar." Rangga tersenyum kecut mengingat kenangannya saat itu.
"Udah pernah pisah dua tahun dan sekarang berpisah lagi, lima tahun pula. Hobi banget pisah," ujar Ben setengah meledek.
Namun, Rangga menanggapi candaan Ben dengan tersenyum tipis. "Jadikan apa yang aku alami ini sebagai pembelajaran untukmu agar kedepannya kamu tidak melakukan kesalahan yang sama seperti yang aku lakukan pada Cinta." Menepuk pundak Ben pelan.
"Karena itu aku masih bertahan dengannya, Kak."
"Bagus," puji Rangga, "eh, gambar siapa ini? Bagus sekali." Rangga meraih kertas gambar di meja Ben.
"Oh, itu milik gadis aneh yang kemarin aku ceritakan itu Kak, yang kasih tau alamat klinik tempat aku jemput Kakak kemarin."
"Gadis aneh?" Dengan masih memegang kertas gambar, Rangga melirik Ben. Pria itu terlihat menautkan kedua alisnya.
"Iya, gadis aneh." Tatapan Ben menerawang mengingat pertemuan singkatnya dengan Melodi.
...****************...
Buat yang bingung othor jelasin di sini ya, jadi kisah Ben ini dimulai dengan setting waktunya sebelum Rangga berangkat ke Bali untuk bertemu Cinta. Alurnya mundur sedikit di sini.
Gimana sudah paham, 'kan? Semoga paham,🤭
Hari ini cukup dulu ya, jangan lupa tinggalkan jejak kalian. Aku tunggu.
Thanks all n see u next chapter😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Siti Homsatun
ok paham dong ,tetap semangat thor 👌💪💪
2021-11-05
0
Elsa Naila
faham thor lnjt
2021-11-04
0
vina putri
Ok
2021-10-19
0