...—Excelia, Kekaisaran Arestia—...
...—3 Juli 1238—...
Tap.
Tap.
Tap.
Sosok wanita dengan zirah keperakan menapaki lorong istana diikuti oleh beberapa atase militer di belakangnya. Wajah dewasa yang sangat cantik menampilkan ekspresi tegas, rambut putih panjangnya tergerai indah, lorong yang baru saja ditapakinya semerbak harum akibat wewangian yang tercium dari sekujur tubuhnya.
Margrave Ginnes sekaligus Gubernur Utara, Kristin von Ginnes.
Tepat setelah berhasil menumpas pemberontakan pangeran tidak sah—karena tidak memiliki nama "Kona" yang menyertai namanya—Kerajaan Natrehn beberapa waktu lalu, Kristin mengunjungi makam Tuan sekaligus teman masa kecilnya yang juga merupakan pangeran yang dapat meneruskan tahta dengan sah, Wilhelm von Runel Kona Natrehn, dengan nostalgia yang dalam.
Menjadi korban akibat kudeta yang dilakukan Sang Putra Mahkota terhadap Sang Raja, sedikit isak tangis menyertai kunjungan Kristin akibat kenangan yang sangat dalam bersamanya.
Kristin tahu, ia harus melangkah. Beberapa proposal pernikahan telah berada dalam genggaman. Meskipun begitu, ia tidak dapat melupakan kenangan bersama masa kecilnya yang membuatnya tidak kunjung menerima proposal tersebut. Terlebih lagi, kepada seorang pria yang pernah merawatnya dengan penuh kasih sayang di hadapannya.
BRAK!
"Yang Mulia!"
"Ketuk dulu sebelum kau masuk ruangan, Idiot!" Ares bangkit dari kursi meja kerjanya, melukiskan kekesalan di atas wajahnya terhadap perilaku Kristin yang baru saja mendobrak pintu kantornya.
Kristin tidak bergeming. Begitu pula dengan para ksatria yang mengikuti serta penjaga pintu ruangan Ares, mereka telah menyerah dengan sikap Kristin—yang bahkan tidak lagi dapat mencerminkan sikap seorang bangsawan besar.
Sebagai balas dendamnya akibat merasa diberikan sebuah harapan palsu, Kristin hampir tidak lagi dapat bersikap formal kepada Ares—seorang Kaisar—kecuali hanya pada suatu acara kenegaraan resmi.
"Dan juga, buat laporan jika kau akan kembali ke ibukota!" teriak Ares kesal.
"Pemberontakan telah berhasil ditumpas!" Tidak sedikitpun mempedulikan perkataan Ares, Kristin berlutut, kepalanya tertunduk penuh penghormatan.
Salah satu kelopak mata Ares berkedut. Ada perasaan bahwa semakin hari sikap Kristin kepadanya semakin parah, membuatnya sangat sakit kepala.
Duk.
Ares kembali terduduk, memegangi kepalanya dengan tangan kanannya serta menghela napas berat, "Jika kamu melapor, aku akan mempersiapkan ruang tahta agar dapat memberimu hadiah secara resmi."
"Oh..." Teringat akan sesuatu yang seharusnya ia lakukan, muncul sedikit penyesalan di benak Kristin, membuatnya sedikit berwajah kuyu, "Benar juga."
"Haah..." Sekali lagi, Ares menghela napas berat, namun kali ini sangat mengeraskan suaranya, merasa sangat kelelahan dengan tidak hanya sikap Kristin, juga terhadap beban pekerjaan yang kian hari semakin berat.
"Yah, lakukan itu untuk nanti. Jadi, bagaimana konflik di Kerajaan Forbrenne?" Acuh tak acuh, Ares mengalihkan topik pembicaraan dengan kembali melanjutkan pekerjaan kantornya.
"Empat pangeran telah saling membangun kekuatan militer. Beberapa diantara mereka telah menghubungi ajudan saya di perbatasan untuk permintaan kerja sama. Dari laporan yang saya terima, dipastikan konflik tidak akan memanas hingga akhir musim dingin tahun depan." Kristin memberikan laporan lugas.
"Hmm... penguasa negara kecil yang memiliki banyak anak, eh?" Tanpa sadar, Ares melirik kecil Kristin, "Jadi... mengapa kamu tidak menirunya, Perawan Tua?"
Ares tersenyum masam, namun tangan kanannya memegang kuat pegangan Rapier yang saat ini berada di bawah mejanya.
Tidak ada seorangpun yang berada di dalam ruangan yang tidak merasakan suasana mencekam, terasa sangat dingin hanya karena munculnya sebuah kerutan kecil di atas kening Kristin.
Berbeda dengan harapan, sebuah senyuman tipis terukir di atas wajah Kristin, membuat Ares, para bangsawan birokrat, serta para ksatria sangat keheranan.
TRANG!
Kristin dengan cepat melemparkan sebuah pisau kecil dari balik tubuhnya. Bahkan untuk para ksatria pengawal kaisar, tidak ada yang mengetahui apabila Kristin menyembunyikan senjata, yang Ares segera tangkis hingga menancap di langit-langit ruangan.
JRAT!
Ares sedikit merasa takut, ia memberanikan dirinya untuk menatap meja kerjanya dengan menoleh patah.
Melihat sebuah pisau menancap di atas tumpukan lembar perkamen yang baru saja dikerjakan, Ares segera naik pitam dan bangkit dengan menggebrak meja, "Oi! Apa yang kau lakukan, Idiot?!"
"Jangan mengejekku! Aku pasti akan menikah suatu hari nanti! Tentu saja, dengan seorang pria yang lebih baik darimu!" Kristin berteriak kesal, melontarkan perkataan yang sangat tidak sopan.
Para ksatria pengawal yang berada di dalam ruangan hendak mendekati Kristin untuk mengingatkannya dan membawanya keluar ruangan, namun langkah mereka segera terhenti akibat tanda tangan samar yang Ares tunjukkan.
Merasa sangat sia-sia, Ares mengambil napas berat, segera kembali mengubah wajahnya menjadi serius, "Jadi, berapa banyak prajurit yang siap digerakkan di perbatasan?"
"100.000 prajurit di tiga titik vital Perbatasan Forbrenne. Kekuatan utama, infanteri." Kristin membalas dengan tegas, seolah pertikaian diantara keduanya beberapa saat lalu merupakan sebuah kebohongan.
Hmm, itu lebih dari cukup...
Apakah sudah saatnya?
Jika seperti ini, mari serahkan utusan Florentia kepada Excel.
Dia juga harus bekerja.
Terbesit kembali di dalam benak Ares situasi Kekaisaran Arestia yang sejak beberapa bulan terakhir sering kali terjadi sebuah pemberontakan. Tidak hanya berasal dari kalangan bangsawan Natrehn, namun juga dari para bangsawan yang dulunya terafiliasi dengan Kerajaan Rowling.
Ares mengerti, ia harus bertindak untuk membereskan hal tersebut. Dengan menggunakan kampanye militer, Ares dapat memperkokoh pengaruhnya dan menghentikan tindakan bodoh yang dilakukan para bangsawan.
Loyalitas kepada Keluarga Aubert dengan timbal balik yang saling menguntungkan tidak dapat membuat mereka tunduk patuh. Walaupun tidak benar-benar menginginkannya, jika keadaan ini terus berlanjut, Ares mengerti bahwa ia diharuskan untuk menggunakan cara terakhir.
Rasa takut.
Kerajaan Forbrenne adalah korban yang sesuai untuk kampanye militer Ares. Terlebih lagi, semenjak pembunuhan Sang Raja akibat kedua tangan Sieg—Raja Kerajaan Lethiel saat ini—kesepakatan para royalti Forbrenne untuk menentukan penerus tahta tidak kunjung terjadi.
"Bagaimana menurutmu, Gubernur Utara?" Ares menatap tepat pada kedua mata Kristin, meminta penilaiannya secara implisit mengenai kampanye militer yang harus ia lakukan.
"Saya kira, ini adalah saat yang tepat, Yang Mulia. Namun, Tentara Forbrenne—"
"Didominasi oleh para budak, aku tahu." Ares menyela kata-kata Kristin, membuat Kristin terkejut hingga terdiam, yang mana Ares diketahui tidak sekalipun pernah bersinggungan dengan Kerajaan Forbrenne terkecuali hanya dari sepucuk surat.
"Besok pagi, datanglah ke ruang tahta. Aku akan memberimu hadiah dan sebuah dekrit," ujar Ares.
"Apakah Anda hendak memimpin pasukan secara langsung?" Kristin menoleh kepada Claire—terduduk di kursi meja yang berada tepat di samping Ares—dan menemukannya menggeleng cepat, "Bukankah Anda sangat tidak diharapkan untuk meninggalkan ibukota?"
Ares memiliki sebuah pengekang, jumlah anggota Keluarga Royalti Kekaisaran Arestia yang sangat sedikit, membuatnya tidak dapat bergerak bebas kemanapun ia pergi.
"Tidak apa-apa, tidak perlu khawatir." Ares melirik kepada Claire yang duduk di kursi meja tepat di sampingnya dan menemukannya kembali bekerja dengan panik, "Lagipula, aku akan menguasai Forbrenne hanya dalam waktu tiga pekan."
"Eh?" Claire segera mematung, otaknya tidak dapat memproses kata-kata yang baru saja Ares lontarkan, yang tidak berbeda dengan reaksi para bangsawan lain.
Kening Kristin berkerut. Bahkan untuknya, seorang bangsawan militer besar, sangat tidak mungkin menguasai Wilayah Forbrenne hanya dalam waktu sesingkat itu, meski wilayahnya tergolong kecil untuk sebuah negara, "Apakah itu... mungkin?"
"Ya, aku akan membuktikan tidak hanya kepadamu, namun juga kepada para bangsawan lain, Forbrenne akan hancur oleh mimpi buruk yang benar-benar tidak ingin dialami oleh seorang bangsawan," ujar Ares.
"Apa... itu?" tanya Kristin, bernada sedikit takut.
Sebuah senyuman kecut pun terukir di atas wajah. Sekali lagi tersadar akan dirinya yang kini hidup di abad pertengahan, Ares berniat menunjukkan kepada para bangsawan sesuatu yang dapat meruntuhkan kekuasaan mereka di masa depan.
"Revolusi rakyat."
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
♨️ C A H 💧 A N G O N ♨️
jadi inget sama semboyan revolusi Perancis daahh...
LIBERTE - EGALITE - FRATERNITE
2022-08-25
0
John Singgih
aduh jangan-jangan ini awal kejatuhan Ares sebagai kaisar
2022-04-28
0
["Siapa Aku"] [✓]
okey baby
2022-04-04
0