- Bab Satu -

...Bab Satu...

..."Kenangan tidak akan pernah mati. Mereka akan selalu ada dan tersimpan di dalam hati dan pikiran kita. Jika, kita merindukan kenangan itu cukup rasakan dan pikirkan saja. Kenangan akan terputar dengan sendiri layaknya sebuah film."...

.......

.......

.......

Jakarta, 2002

"Alana pengen pergi ke pantai," gadis cilik itu merengek kepada kedua orang tuanya setelah melihat sebuah iklan di televisi yang menunjukan keindahan pantai di sore hari.

Sang ayah, Antony yang sedari tadi duduk di sofa bersama sang istri — Amanda, pun mendekat ke arah putrinya. Tanpa ragu, ia mulai menggendong tubuh mungil seorang Alana.

"Alana mau ke pantai? Mau main air atau mau main pasir?" Tanya Antony dengan nada bicara yang begitu lembut.

"Mau main sama lihat matahari kayak di tv," Suara Alana kecil terdengar begitu menggemaskan dan berhasil membuat kedua orang tuanya tersenyum gemas.

Untuk anak berusia 5 tahun, Alana sudah begitu pintar. Ia sangat suka berbicara atau dalam artian agak sedikit cerewet dan tentu saja banyak memiliki pertanyaan. Rasa ingin tahunya begitu tinggi. Ia juga sangat suka penasaran dengan hal baru. Biasanya sih, kalau kecilnya sudah seperti ini pasti besarnya akan menjadi seseorang yang pintar.

Alana adalah anak satu-satunya sekaligus menjadi putri kesayangan sang ayah. Antony selalu mendidiknya dengan penuh kasih sayang. Tidak terlalu memanjakan, namun tidak terlalu keras juga. Antony adalah sosok ayah yang hebat. Iya, dia begitu hebat saat menjadi ayah, tapi anehnya terlihat cukup buruk saat menjadi seorang suami.

Pernikahan yang terjadi antara Antony dan Amanda sudah tidak baik-baik saja sejak setahun yang lalu. Semua karena keegoisan masing-masing. Mereka sangat ingin berpisah, tapi terhalang oleh Alana. Bisa dibilang Alana adalah alasan mereka bertahan pada hubungan yang telah rusak ini. Takut kalau misalkan putri kecilnya itu tak mendapatkan kasih sayang yang cukup dari kedua orang tuanya.

Antony dan Amanda begitu menyayangi Alana, mereka tidak mau melihat putrinya itu bersedih karena perpisahan. Maka dari itu, sebisa mungkin mereka berdua berpura-pura untuk terlihat baik antar satu sama lain. Meskipun aslinya kepura-puraan tidak akan pernah bertahan lama. Suatu saat pasti akan ada pihak yang merasa lelah.

Selagi masih bisa bertahan, mereka berusaha untuk membuat Alana bahagia. Alana harus merasakan keluarga yang lengkap dan bahagia. Usianya baru lima tahun, tidak mungkin kalau Antony dan Amanda memilih berpisah dan meninggalkannya.

Perpisahan hanya akan menyakitkan, takutnya dari perpisahan itu membuat sikap seorang Alana yang ceria bisa berubah. Mereka tidak mau anaknya menjadi pemurung. Kalau tidak bisa menjaga hubungan rumah tangga setidaknya mereka harus bisa menjadi orang tua utuh yang baik.

Mendengar permintaan kecil yang dilontarkan oleh putrinya itu, membuat Antony langsung menoleh ke arah sang istri — Amanda yang saat ini juga sedang menatap balik kepadanya sembari diikuti dengan sebuah senyuman kecil.

"Bagaimana? Alana yang meminta. Apa kamu mau pergi atau tidak?" Tanya Antony menanyakan persetujuan dari sang istri.

Itu adalah permintaan Alana. Sebagai seorang ibu, Amanda sama sekali tidak bisa ataupun memiliki alasan untuk menolak. Ya, walau dalam hati kecilnya ia tidak ingin pergi. Karena tahu hubungannya dengan sang suami masih belum baik-baik saja.

"Besok? Haruskah kita pergi ke pantai?" Ucap Amanda.

Amanda menyetujui permintaan sang putri. Bahagia, pastinya dirasakan oleh Alana. Akhirnya, setelah sekian lama tidak pergi jalan-jalan bersama kedua orang tuanya, besok ia bisa melakukannya lagi.

Sorakan kebahagian keluar begitu saja dari mulut kecil gadis itu. "Hore... Besok Alana pergi main ke pantai sama mama papa."

Melihat putrinya bahagia seperti ini membuat Antony dan Amanda ikut bahagia juga. Mereka berdua tidak bisa lagi menyembunyikan senyum kebahagiaan.

"Alana senang?" Tanya Antony sembari menatap lekat-lekat wajah putri semata wayangnya itu.

Alana mengangguk begitu keras. "Sangat senang..."

Antony tersenyum puas, sangat puas.

"Kalau begitu, sekarang Alana harus pergi tidur. Biar besok bisa main sepuasnya di pantai," pinta Antony.

Alana kembali mengangguk, lalu ia pun meminta turun dari gendongan sang ayah. Dengan langkah kecilnya, ia berlari menuju ke arah sang ibunda — Amanda.

"Ma, ayo kita tidur," Ajak Alana.

"Oke, mama temenin Alana tidur ya!" Ucap Amanda lalu menggendong tubuh mungil sang putri.

Alana selalu merasa gelisah dan tak bisa tidur kalau sang ibu tak ada disampingnya. Harus selalu ditemani saat akan pergi tidur.

Sebelum benar-benar pergi menuju kamar, Amanda meminta putrinya itu untuk berpamitan kepada Antony. Setidaknya ucapan selamat malam harus diucapkannya.

"Alana, putri cantiknya mama sebelum pergi tidur harus pamitan dulu sama papanya."

"Alana ingat kan harus bilang apa ?"

Alana tersenyum begitu lebar sampai gigi kelinci yang baru tumbuh terlihat. Begitu menggemaskan.

"Papa, Alana pamit mau bobok dulu. Good night papa ganteng," Pamit Alana.

"Good night, mimpi indah ya Alana sayang," balas sang ayah sembari melambaikan tangannya tanda perpisahan untuk malam ini.

Amanda pun melangkahkan kakinya menaiki anak tangga, membawa sang putri ter-cantiknya masuk ke kamar untuk tidur.

Keluarga ini memang terlihat baik-baik saja tapi nyatanya tidak ada yang baik-baik di antara hubungan suami istri itu.

...--ooOoo--...

Pemandangan pantai di sore ini begitu indah. Angin laut yang berhembus mengenai tubuh terasa begitu menyegarkan. Suara deburan ombak dan kicauan burung camar terdengar begitu merdu memasuki telinga. Pantai adalah tempat yang paling cocok untuk menghabiskan waktu bersama keluarga.

Alana tampak asyik bermain air, membuat dirinya basah tanpa takut pada datangnya gulungan ombak yang selalu berhasil membuatnya jatuh dan terseret.

"Alana sayang, jangan menghadang ombak seperti itu!" Larang Antony merasa khawatir dengan keselamatan sang putri kecilnya itu.

"Kalau kamu terseret dan masuk ke laut bagaimana?" Imbuh Antony sembari bergegas mengangkat tubuh mungil putrinya.

Alana menatap sang ayah. Dari sorot matanya terlihat tanda penyesalan. "Maaf papa. Bermain dengan ombak sangat menyenangkan."

Antony sama sekali tidak bermaksud untuk menghalangi kesenangan sang putri hanya saja sebagai seorang ayah, ia tak bisa membuat putrinya berada dalam bahaya.

"Alana main disini ya!" Ujar Antony sambil menurunkan tubuh putrinya.

"Jangan terlalu dekat dengan laut, berbahaya sayang," Lanjutnya memberi sedikit pengertian.

Alana adalah anak yang pintar dan mudah mengerti. Kalau ayahnya sudah berkata seperti itu, ia pasti tidak akan dekat-dekat dengan laut lagi. Baiklah, sekarang Alana akan bermain pasir di tepian pantai. Ia berhenti bermain dengan ombak.

"Papa?" Panggil Alana terdengar begitu ringan.

"Iya sayang?"

"Alana haus."

"Alana mau es kelapa," katanya lagi sembari jari mungilnya menunjuk ke arah pedagang kelapa muda.

"Baik, papa belikan. Kamu tunggu disini dulu, jangan pergi kemana-mana!" Kata Antony.

"Iya papa!"

Sembari menunggu Antony kembali dengan membawa es kelapa muda, Alana kembali bermain dengan pasir. Gadis itu tengah berusaha membuat rumah-rumahan dari pasir. Oh ya, Alana tidak bermain sendiri, ia tetap berada dalam pengawasan. Sang ibunda — Amanda, ada bersamanya.

Sedari tadi mencoba untuk membangun istana pasir, namun terus gagal. Ini semua karena ombak. Ombak begitu menyebalkan. Ombak yang membuat istana pasir buatan Alana rusak berantakan.

"Ma, ombaknya gak suka sama Alana ya?" Tanya gadis itu terdengar begitu polos.

Amanda hanya tersenyum mendengar pertanyaan itu. "Enggak sayang. Ombak sangat menyukaimu," jawab Amanda.

"Kalau begitu, kenapa ombak sukanya merusak istana pasir buatan Alana ? Apa ombak gak tahu kalau Alana buatnya susah?" Untuk kali ini, Alana membutuhkan sebuah jawaban pasti.

Jujur saja, Amanda sudah terlalu kesulitan unyuk menjawab pertanyaan dari sang putri. Cara dia memprotes soal ombak begitu lucu dan menggemaskan. Tak disangka kalau Tuhan mau berbaik hati menitipkan anak seperti Alana.

"Ombak itu suka banget sama kamu. Makanya, ombak sedari tadi datengin kamu," ucap Amanda terdengar sedikit sembarangan.

Alana menatap sang ibunda. Sorot matanya tampak begitu kosong. Entah apa lagi yang akan ditanyakan oleh gadis cilik itu.

Ternyata tidak ada lagi hal yang ingin ditanyakan Alana kepada ibunya. Gadis cilik itu pun kembali menatap ke arah lautan luas.

"Maafin aku ombak. Aku gak bisa main sama kamu. Papa gak bolehin, katanya bahaya," tutur Alana berteriak pada ombak.

Amanda yang sedari tadi ada di samping sang anak hanya bisa terkekeh gemas. Kelakuan sang putri, selalu tidak bisa ditebak. Tingkah random khas seperti seorang anak kecil, itulah yang berhasil memberikan kebahagiaan kepada Amanda sebagai sang ibunda.

Tak lama kemudian, Antony datang menghampiri mereka dengan membawa dua kelapa muda. Antony membelikan kelapa muda untuk Alana dan juga tak melupakan soal sang istri.

"Kelapa mudanya datang," ucap Antony memberitahu.

Alana pun berlari mendekati sang ayah. Gadis cilik itu hanya bermaksud untuk mengambil jatah kelapa muda yang ia minta.

"Punya Alana mana?" Tanyanya yang sudah meminta.

"Ini sayang."

Alana pun mengambil kelapa muda itu. Cukup berat untuk dibawa, tapi masih bisa dilakukan. Setelah mendapatkan kelapa muda, Alana pun tak sungkan untuk meminumnya. Rasanya begitu menyegarkan, bisa menghilangkan dahaga yang sedari tadi sudah menyapa kerongkongannya.

"Minumnya pelan-pelan ya, sayang!" Ucap Antony memberitahu.

Alana hanya mengangguk singkat. Ia tak bisa banyak merespon karena masih menikmati air kelapa muda.

Satu kelapa muda sudah berhasil diminum Alana sampai habis, kini tinggal sisa satu milik Amanda. Tanpa ingin terus membawa kelapa muda di tangan, Antony pun memberikan itu kepada sang istri yang tentu saja sudah merasa kehausan, sama seperti putrinya.

"Buat kamu. Aku tahu kalau kamu haus."

Amanda hanya tersenyum singkat, lalu menerima kelapa muda pemberian dari sang suami. Sama seperti sang putri, ia tak segan untuk langsung menikmati kesegaran air dari kelapa muda itu.

"Kamu gak beli juga?" Tanya Amanda yang melihat sang suami hanya duduk diam tanpa meminum apapun.

"Hanya sisa dua," jawab Antony singkat.

"Mau?"

"Kamu minum saja," tolak Antony mentah-mentah.

Amanda terdiam sejenak, lalu ia memberikan kelapa muda itu kembali pada Antony. Wanita itu hanya bermaksud untuk membiarkan Antony minum. Ia tahu pasti suaminya juga merasa haus. Apalagi cuacanya sekarang terbilang cukup terik dan terlampau panas.

"Aku sudah tidak haus lagi. Kamu bisa meminumnya," kata Amanda lalu beranjak pergi dari tempatnya bermaksud untuk mendekat ke arah sang putri.

...--ooOoo--...

Ini adalah saat yang paling ditunggu-tunggu. Tujuan mereka datang ke pantai adalah karena keinginan Alana. Iya, putri kecilnya itu mau main air laut, pasir dan melihat keindahan langit, tepat saat matahari terbenam.

Keluarga kecil itu pun berkumpul bersama. Mereka duduk saling berdekatan satu sama lain sambil pandangan terus berfokus menatap matahari yang perlahan-lahan mulai menyembunyikan dirinya dibalik sebuah pegunungan yang ada.

Semburat warna merah keemasan ketika matahari mulai perlahan-lahan menghilang dibawah cakrawala, di sebelah barat. Kenampakan keindahan pantai yang luar biasa sedang terjadi sekarang ini. Momen langka yang harus diabadikan dengan baik.

"Alana sayang, lihatlah mataharinya. Cantik bukan?" Tanya Amanda sembari jemari menunjuk ke arah matahari.

"Cantik."

"Alana suka?" Kali ini ayahnya yang bertanya.

"Suka."

Mereka bertiga terus menatap dengan kagum ke arah matahari. Keindahan seperti ini sangat langkah dan tak bisa dinikmati setiap hari. Jadi, mereka tak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini.

"Senja selalu cantik," ucapan itu mendadak keluar begitu saja dari mulut seorang Amanda. Mungkin saja, wanita itu sedang mengingat momen pertama kali bertemu dengan Antony.

"Kita bertemu juga di saat seperti ini," timpa Antony tanpa ragu.

"Itu akan selalu menjadi kenangan terindah," tutur Amanda sembari menoleh ke arah sang suami.

"Terima kasih, sudah memberikan kenangan terindah seperti itu," pungkas Amanda, lalu kembali menikmati matahari terbenam.

Langit mulai menggelap dan matahari sekarang sudah tergantikan oleh bulan. Momen indah di pantai telah usai. Semua hal yang ingin dilakukan sudah dilakukan dengan baik.

"Sekarang, apa sudah waktunya kita untuk pulang?" Tanya Antony mengakhiri semuanya.

Kenangan ini pasti tidak akan dilupakan oleh mereka. Walaupun ingin untuk dilupakan tetap saja tak bisa. Kenangan indah akan selalu susah untuk dilupakan.

^^^to be continued...^^^

Terpopuler

Comments

Ra2_Zel

Ra2_Zel

nyimak dulu thor

2021-11-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!