...Bab Tiga...
..."Perpisahan itu memang menyakitkan, tapi perpisahan selalu memberitahu kita betapa pentingnya arti sebuah pertemuan. Seringkali perpisahan juga mengajarkan kita tentang berharganya seseorang setelah pergi."...
.......
.......
.......
"Akhirnya kamu datang juga," ujar James dengan senyum sumringah menyambut kedatangan seorang wanita yang sangat disukai.
"Maaf, aku sedikit terlambat. Ada masalah tadi di rumah," balas wanita itu.
"It's okay, no problem baby..."
Dress berwarna merah ketat yang menunjukan lekuk pinggang, membuat penampilan wanita itu tampak begitu seksi dan sangat menggugah hawa nafsu. Dia adalah wanita favorit James, namanya Amanda. Kalian tahukan siapa itu Amanda?
Amanda — ibunda Alana, melangkahkan kaki mendekat ke arah James yang saat ini tengah terduduk di sofa panjang. Malam ini, Amanda tidak terlihat seperti seorang ibu tapi dia lebih terlihat seperti seorang wanita penghibur.
Entah kemana perginya harga diri, Amanda tanpa ragu duduk tepat di samping James. Bahkan ia juga membiarkan pria itu menatap dengan nakal gundukan bukit kembar miliknya. Jangan terkejut, ini termasuk pekerjaan sampingan dari Amanda.
"Sayang, kenapa kamu terlihat begitu cantik malam ini?" Tanya James dengan tangan yang mulai mencoba menggerayangi tubuh Amanda.
"Aku harus selalu tampil cantik saat bersamamu. Bukankah, kamu selalu suka wanita cantik?" Bisik Amanda dengan suara yang begitu menggoda.
James memandang Amanda dengan tatapan penuh nafsu. Ia benar-benar tidak sabar untuk memulai permainannya bersama Amanda malam ini.
"Tidak hanya cantik, aku juga suka wanita seksi," ucap James.
Tangan James sudah tidak bisa dikondisikan lagi. Rupanya pria itu sangat ingin memulai permainan malamnya. Namun, Amanda tidak membiarkannya begitu saja. Wanita itu, tidak akan mau memulai permainan sebelum meminum beberapa gelas wine.
"Babe, sabarlah. Jangan mulai sekarang!" Larang Amanda sambil mencoba menyingkirkan tangan James dari tubuhnya.
"Aku belum minum. Izinkan aku menikmati minumanku dulu," imbuh Amanda dengan permintaan.
James tersenyum. Senyumannya itu tampak seperti om-om hidung belang yang suka bermain wanita. Sama sekali tidak ada manis-manisnya justru terlihat menggelikan, membuat bulu ditangan jadi berdiri.
"Pelayan?" Panggil James.
Seorang pelayan dari restoran di hotel Fantasia pun langsung datang begitu dipanggil.
"Iya Tuan?"
"Siapkan beberapa botol wine untuk kami nikmati."
"Baik Tuan."
Sembari menunggu pelayan itu kembali dengan beberapa botol wine, James tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk menikmati keindahan tubuh dan juga kecantikan seorang Amanda. Bola matanya terus berkeliling menatap dari kaki sampai ujung rambut Amanda. Bagian menonjol yang ada di dada, selalu menjadi tempat favorit untuk ditatap.
"Sayang, tidak bisakah kamu menikah denganku?" Tanya James tiba-tiba.
Perkataan ini, membuat Amanda terkejut. Jujur saja, wanita itu tak tahu harus memberikan merespon seperti apa.
"Tidakkah kamu ingat, kalau aku masih memiliki suami?" Amanda mencoba untuk mengingatkan James akan kenyataan yang ada.
"Kalau tidak ada suami, apa kamu mau menikah denganku?" Tanya James kelihatan sedang bersungguh-sungguh.
Seandainya Amanda memiliki pilihan, ia juga tidak mau melakukan hal seperti ini. Jika bukan karena untuk mempertahankan buruknya, ia pasti akan tetap setia kepada Antony. Tapi sayangnya, butik harus tetap dipertahankan dan itu butuh bantuan seorang James. Antony sama sekali tidak bisa melakukan apapun untuk mempertahankan butik. Ia tak memiliki koneksi seperti James.
"Menikah denganmu adalah sebuah kehormatan," ucap Amanda seperti seorang penjilat.
James tersenyum puas mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Amanda. Dari ucapan itu membuat rasa percaya diri yang ada pada James semakin meningkat. Amanda ternyata pandai juga membuat orang senang hanya dengan rangkaian kata indah.
"Kalau begitu, kita harus secepatnya menikah," titah James dengan niat yang jelas terlihat.
Pelayan yang menerima pesanan dari James, sekarang sudah kembali membawa beberapa botol wine. Dengan penuh hati-hati, pelayan itu menuangkan wine termahal ke gelas milik James dan juga Amanda.
"Nikmatilah sayang. Wine terbaik ini untukmu."
James meminum wine itu setelah menikmati aroma khasnya.
Amanda mengangkat gelasnya, lalu ikut menikmati aroma wine. "Aromanya begitu enak," kata Amanda lalu mulai ikut meminum wine itu perlahan-lahan.
Sekarang, Amanda sudah sedikit merasa mabuk. Ia tak akan lagi meminta tambah pada gelasnya. Enam gelas sudah cukup membuat kepalanya berputar-putar. Amanda tidak memiliki toleransi yang baik terhadap minuman beralkohol.
"Sudah cukup. Aku tidak mau minum lagi," tolak Amanda ketika pelayan kembali menuangkan wine di gelasnya.
James yang masih ada di sana dan kondisinya masih baik-baik saja — seperti tidak terpengaruh pada efek alkohol yang ada pada wine, mulai memerintahkan pelayan itu pergi. Ini adalah saat yang tepat untuk memulai permainan malamnya.
James meletakan gelas yang masih berisi sedikit wine di meja. Dengan cepat, pria itu menggeser tubuhnya supaya lebih dekat dengan Amanda. Tangannya juga sekarang sudah mulai membelai rambut panjang milik Amanda.
"Sayang, apakah kamu siap untuk permainan malam?" Tanya James dengan nada sedikit menggoda.
Amanda tersenyum ditengah kesadarannya yang tak penuh. "Haruskah kita bermain sekarang?"
"If you want, I'll give."
Amanda terlihat begitu pasrah, hanya diam dan tidak memberontak ketika James mulai mencoba menurunkan resleting bajunya. Tenang saja, pria itu tidak bermaksud untuk melakukan permainan malam disini. Ia pasti akan membawa Amanda ke kamar yang sudah ia pesan. James juga butuh privasi untuk bermain bersama Amanda.
Belum sampai resleting baju milik Amanda turun, tangan pria itu berhenti. Senyuman di sudut bibir James terlihat begitu saja, tatapan matanya juga nampak dipenuhi oleh hawa nafsu. Sungguh menggelikan!
"Kita tidak akan bermain disini. Aku tidak mengizinkan orang lain melihat tubuh indah mu," pungkas James sambil mengecup singkat leher jenjang milik Amanda kemudian tak sungkan untuk menggendong tubuh seksi Amanda.
James bermaksud membawa Amanda pergi ke kamar hotel yang sudah dipesannya. Mereka berdua akan memakai kamar itu untuk bermain semalaman mungkin sampai pagi. Jangan remehkan seorang James, meskipun sudah tak muda lagi tenaganya masih begitu kuat.
Nb. Maaf ya teman-teman, penulis masih taat pada peraturan dari Noveltoon. Penulis tidak bisa menuliskan apa yang terjadi selanjutnya dengan begitu frontal. Mohon dimengerti 🙏
...---ooOoo---...
"Papa?" Panggil Alana setelah melihat tetesan air mata membasahi pipi Antony.
"Kenapa papa menangis?" Lanjut Alana dengan sebuah pertanyaan.
Antony yang mendengar itu langsung mengusap air matanya. Ia memang merasa sedih tapi senyuman yang dipaksakan terlihat begitu saja menghiasi wajahnya.
"Papa gak nangis kok sayang. Tadi cuma kemasukan debu aja," bohong Antony.
Amanda sudah semakin pintar dan mengerti. Gadis cilik itu tak mudah untuk dibohongin begitu saja.
"Papa pasti lagi mikirin mama ya?" Tanya Alana yang membuat seorang Antony membelalak kaget. Tak disangka ternyata putri kecil kesayangannya itu bisa tahu apa yang sedang ia pikirkan saat ini.
Antony lagi-lagi hanya tersenyum. Pria itu tidak tahu caranya untuk menjawab pertanyaan sang putri. Tidak mungkin kalau ia memberitahu semua hal yang tengah ada dipikirannya.
"Papa kok diam?" Tanya Alana yang membutuhkan jawaban.
Antony belum memiliki jawaban. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk mengusap lembut rambut sang putri lalu memberikan sebuah kecupan hangat penuh cinta di kening sang putri.
"Papa?" Panggil Alana lagi.
"Iya sayang?"
"Papa jangan sedih lagi," dengan lembut Alana mencoba untuk menghapus air mata sang ayah.
"Alana gak suka lihat papa nangis."
Memiliki putri seperti Alana merupakan sebuah anugerah terindah yang Tuhan titipkan kepada Antony. Antony merasa begitu beruntung karena dipilih oleh Tuhan untuk menjaga Alana. Ya walau dirinya selalu merasa belum menjadi sosok ayah yang baik untuk Alana.
"Alana maafin papa ya! Papa belum bisa jagain kamu dengan benar, tapi setiap hari papa selalu berusaha yang terbaik buat kamu," tutur Antony lalu memeluk tubuh mungil putri cantiknya dengan begitu hangat.
Alana selalu berhasil menghibur Antony dengan caranya. Perasaan dan pikiran Antony sekarang sudah lebih tenang. Air matanya juga telah berhenti sejak tadi. Tidak seharusnya Antony bersedih hanya karena Amanda.
"Apa kamu mau lihat bintang sama papa, sayang?" Ajak Antony.
"Memang boleh ya, Pa? Ini kan udah malam, Alana harus tidur. Kata papa, anak kecil gak boleh tidur terlalu malam," ucap Alana mengingat semua wejangan yang pernah Antony berikan.
"Khusus malam ini saja. Alana mau temenin papa lihat bintang?"
Alana masih terdiam.
"Katanya malam ini, di langit sedang banyak bintang."
Alana masih belum menjawab.
"Ini papa yang ajak. Papa pengen banget lihat bintang bareng Alana."
Senyuman yang begitu sumringah terlihat menghiasi wajah kecil Alana.
"Ayo Pa!"
Antony turun dari ranjang, lalu menggendong tubuh putri kecilnya itu. Mereka berdua pun menuju kearah balkon. Untuk malam ini saja, biarkan ayah dan anak itu menghabiskan waktu berdua. Menatap ke arah langit, melihat bintang dan bulan yang tengah bersinar begitu terang.
...---ooOoo---...
Duduk dipangkuan sang ayah seperti sekarang ini membuat Alana begitu nyaman. Dinginnya angin malam yang menyentuh kulit tertutupi dengan hangatnya dekapan sang ayah. Ini adalah kali pertama bagi seorang Alana, duduk di balkon sambil menikmati indahnya langit malam bersama Antony — sang ayah.
"Papa, lihat bulannya," Alana menunjuk ke arah sang Rembulan yang malam ini nampak begitu cantik.
"Bentuk bulannya bulat sempurna."
"Itu namanya bulan purnama sayang," kata Antony memberitahu.
"Alana suka deh lihat bulan purnama," decak kagum Alana pada sang rembulan.
"Benarkah?" Tanya sang ayah dengan pandangan masih fokus menatap benda-benda penghias cakrawala.
Alana menjawab dengan anggukan kepala.
"Lalu, bagaimana dengan bintang? Apa kamu menyukainya?" Tanya Antony kali ini bertanya soal pendapat.
"Bintang juga cantik, tapi Alana lebih suka bulan," Jawab Alana.
"Kenapa kamu lebih suka bulan?"
"Karena bulan lebih bersinar terang."
Setelah menjawab seperti itu, Alana pun menyandarkan tubuhnya pada sang ayah. Hari sudah semakin larut, kedua mata Alana tidak sanggup lagi berjaga. Kesadaran gadis itu perlahan-lahan mulai hilang. Iya, sebentar lagi Alana akan masuk ke alam mimpi.
"Alana?" Panggil Antony pelan.
"Apapun yang terjadi ke depannya, tolong maafkan papa. Kalau nanti papa ninggalin kamu, tolong jangan benci papa."
"Sepertinya..." Antony menggantung ucapannya. Pria itu pun menatap ke arah sang putri yang sekarang sudah tertidur pulas.
"...papa sama Mama udah gak bisa bareng lagi," lanjutnya.
Antony sengaja melanjutkan perkataannya setelah sang putri tertidur. Perkataan itu cukup menyakitkan, Antony belum siap untuk memberitahu putrinya soal niatnya berpisah dari Amanda. Itu buruk dan pasti bisa melukai perasaan putrinya. Perpisahan selalu berakhir dengan luka, jarang ada yang berakhir dengan bahagia.
^^^to be continued...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments