Delapan belas tahun kemudian
Kereta kuda berlambangkan bendera dari keluarga Lumiere itu kini tampak memasuki pekarangan istana yang luas. Duke of Lumiere, pria berusia lebih dari empat puluh tahun itu keluar dari keretanya. Masih terlihat begitu tampan dan muda seolah masa delapan belas tahun tidak berani menyentuh fisiknya secara signifikan. Semua penghuni istana juga mengenal pria berjas putih tersebut. Serempak menunduk hormat saat Zachary lewat di depan mereka, meninggalkan aroma khas Pinus yang angkuh sekaligus berkuasa di balik langkahnya yang terkesan buru-buru.
"His Majesty menunggu Anda sejak tadi pagi, Your Grace."
"Ya. Aku tahu," jawab Zachary singkat. Tanpa memberhentikan langkahnya, ia terus berjalan menuju tangga melingkar yang berdiri kokoh di tengah-tengah istana. Mereka sebenarnya menyembah Tuhan, namun patung-patung Yunani ikut andil dalam menghiasi visual istana sehingga terlihat mewah dan elegan.
Lord Demion, orang kepercayaan sang raja itu tersenyum semringah saat menyadari kedatangan Zachary dari arah tangga. Ia buru-buru berdiri, lalu menundukkan kepala pertanda penghormatannya.
"His Majesty ada di dalam."
Pintu ganda berukir itupun di buka. Dikarenakan hanya Zachary yang dipanggil, jadi hanya pria itu yang diperbolehkan menghadap sang raja.
Ruangan khas kayu-kayuan yang terkesan lebih tradisional dan alami itu cukup memanjakan mata bagi siapapun yang bertandang ke ruangannya. Ruangan ini tentu bukan ruang kerja resmi sang raja. Ruangan resmi terletak tepat di samping ruang takhta yang berada di bagian Utara istana.
Di sebuah kursi utama, sang raja sudah duduk menunggu. Mata tajamnya senantiasa mengawasi gerak-gerik Duke of Lumiere itu sampai ia bersuara,
"Duke, apakah rasa hormatmu padaku sudah hilang?"
Dalam beberapa detik, Zachary tidak menjawab. Pria itu langsung bersimpuh dengan kepala menunduk dalam.
"Maafkan atas dosa besar saya, Your Majesty. Ini murni disebabkan oleh kelalaian saya. Saya teledor. Berharap Anda menghukum saya seberat-beratnya."
Bukannya marah lebih lanjut, Hudson— sang raja justru tertawa ringan. Dengan wajah jenakanya, ia pun menjawab, "Aku bercanda, Zack. Berdirilah, aku tahu seberapa besar harga dirimu itu jadi jangan mempermalukan diri sendiri dengan bersimpuh di sana," ujarnya masih disertai kekehan geli.
Andai dia bukan raja, mungkin Zachary sudah mencekiknya hingga kehabisan nafas. Sungguh, ia akan melakukannya. Mengingat Zachary lebih ahli di medan tempur dibandingkan Hudson yang sejak kecil terus mengabdikan dirinya di dalam perpustakaan, kemungkinan besar sang duke pasti berhasil melaksanakan niat kotornya itu.
Hudson dan Zachary adalah saudara yang paling akrab di antara putra-putri raja terdahulu. Mereka bersaudara, namun berasal dari ibu yang berbeda. Jika Hudson dilahirkan oleh ratu, maka Zachary lahir dari selir kesayangan ayah mereka. Tak pelak, Zachary termasuk ke dalam urutan ketiga dalam pewarisan takhta Sasania kedepannya setelah putra mahkota dan putra ketujuh Hudson, Lucas Maximilian, si dungu yang beruntung.
"Jangan memberi tatapan mematikan seperti itu, aku memanggilmu kemari tentu saja untuk membahas sesuatu," ujar Hudson cepat sebelum Zachary benar-benar melaksanakan niat buruknya.
"Apa yang harus saya lakukan, Your Majesty?"
"Ish, kaku sekali," gumam Hudson sembari membuka lembaran surat yang tergeletak di ujung mejanya. "Setelah beberapa generasi saling berperang, Brodsway akhirnya mengirimkan perjanjian damai dengan kita. Bagaimana menurutmu?"
"Bagaimana menurut saya? Tentu saja sangat bagus," jawab Zachary cepat seperti jalan pikirannya.
"Nah, sekarang ini dia masalahnya," sahut Hudson kebingungan. "Mereka menginginkan seorang putri dari kita. Tapi kau tahu sendiri bahwa aku tidak memiliki satupun putri di istana sebesar ini. Hanya ada selusin putra. Jadi bagaimana?"
Ah, pernikahan politik rupanya. Zachary mengerti.
Pria itu mengernyit, "Apakah tidak bisa jika kita mengirimkan salah satu pangeran?"
"Tidak bisa karena semua putri mereka sudah menikah dan sudah memiliki beberapa anak—bahkan cucu. Tersisa pangeran bungsu yang rencananya akan menikah dengan putri dari negeri kita," jawab Hudson frustasi.
"Lalu apa yang harus saya lakukan?" tanya Zachary lagi.
"Memang sulit untuk sekadar berbasa-basi denganmu, adik," gerutu sang raja sekali lagi. "Putrimu itu. Siapa namanya? Ah, aku lupa. Intinya dia. Dialah yang akan menggantikan posisi terhormat ini sebagai utusan Sasania."
"Apa Anda sudah gila, Your Majesty?!" pekik Zachary tertahan. "Dia tumbuh bersama wanita itu. Pasti sekarang dia menjadi gadis liar yang kedepannya akan dibenci banyak bangsawan. Kau yakin menyerahkan kehormatan itu untuknya, kenapa tidak menyerahkan hal sepenting itu kepada Marquis Alfred saja?!"
"Yang pertama, aku tidak gila. Putrimu itu sudah besar, sudah waktunya untuk menikah bukan bermain-main lagi seperti anak kecil. Darah lebih kental daripada air, duke. Jangan lupakan hal itu bahwa dia juga darah dagingmu," peringat Hudson tajam. "Dan yang kedua, masih membahas tentang poin pertama. Menurutku kau lah yang gila di sini. Menelantarkan putrimu sendiri di dalam dunia tak berantah di luar sana sementara kau bisa hidup mewah di kastilmu. Pikirkanlah sedikit tentang masa depannya, duke."
Zachary memalingkan muka. Menjadikan putrinya —yang bahkan ia sendiri pun tak tahu namanya itu— sebagai utusan dari Sasania ke Brodsway jelas bukanlah berita baik. Zachary harus mendidiknya kembali untuk menjadi lady yang sempurna, memberikannya pelajaran khusus bangsawan, dan mungkin barulah kiranya gadis kecil itu siap. Memerlukan waktu lama, dan Zachary benci membuang-buang waktu.
Menelantarkan? Bukankah Margaret kembali ke mansion lamanya yang sekarang dimiliki oleh Earl Averish, adik tiri wanita itu. Jelas sekali dia dan anaknya pasti hidup dalam gelimang harta.
Selama delapan belas tahun Zachary tidak pernah sekalipun berkeinginan apalagi mencari tahu tentang Margaret. Di mana wanita itu tinggal, siapa nama anaknya, atau apapun itu. Tidak. Zachary terlalu sibuk. Tidak ada waktu untuk percintaan apalagi perbatasan antara Sasania dan Brodsway hampir tidak pernah tenang. Pernikahan politik ini, menjadi angin segar sekaligus petaka bagi Zachary. Perseteruan dua kerajaan akan berakhir, tapi dirinyalah yang lagi-lagi harus direpotkan.
"Bagaimana Duke of Lumiere?"
Zachary menghela napas. Sepertinya tidak ada pilihan lain selain mengangguk setuju walau hatinya terasa berat. Setelah ini, Sasania memiliki hutang besar terhadap dirinya.
"Berikan saya waktu sekitar satu tahun untuk mendidiknya menjadi lady terhormat. Itu jika Anda tidak ingin hubungan Sasania dan Brodsway menjadi semakin buruk karena kesalahan yang diperbuatnya di sana."
Hudson tersenyum lebar. Disaat-saat tertentu memang diperlukan keakraban agar setiap hubungan tidak merenggang. "Aku tahu kau tidak akan pernah mengecewakanku, adik."
Setelahnya Duke of Lumiere itu keluar dari ruangan sang raja tanpa melakukan penghormatan. Sikapnya memang selal kurang ajar, namun tidak pernah sekalipun dia mengecewakan Hudson. Prestasinya gemilang, namun sifat angkuhnya itu kadang benar-benar menjengkelkan.
"Tidak ada alasan lagi untukmu meninggalkan keponakanku, Zack," gumam Hudson sambil menghela napas panjang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Imam Sutoto Suro
good job thor lanjutkan
2023-03-05
0
senja
jadi Hudson baik atau enggak? pernikahan politik kan blm tentu bakal selamet di daerah musuh sana kan
2022-01-31
1
💜⃞⃟𝓛 ➥ѕυͥηᷢѕͭнͥιᷦղᷧɛ➛📴
tumpas yang namanya Zachary🪓
2021-10-07
0